Dalam Pilpres 2019, kedua syarat tersebut sudah dipenuhi paslon Jokowi-Amin. Bahkan perolehan suara semakin menjauh selisihnya dari capres penantang yang juga lawan petahana  dalam pilpres sebelumnya.
Jokowi-Amin --seperti ringkasan sebelumnya-- mendapat suara 11 persen lebih banyak dari Prabowo-Sandi. Kemudian penguasaan wilayahnya yaitu sebanyak 21 dari 34 provinsi, sudah lebih dari separuh yaitu 17 provinsi.
Hasyim Asy'ari, Komisioner KPU (kompas.com, 7/ 7/ 2020):
" Putusan MA Nomor 44 Tahun 2019 tidak berpengaruh terhadap keabsahan penetapan paslon Presiden dan Wapres terpilih hasil Pemilu 2019.
 ...
Dalam UU 7/2017 tidak ditentukan secara tekstual norma tentang Pilpres dalam situasi diikuti hanya oleh 2 paslon tidak perlu putaran kedua, namun tetap berlaku norma sebagaimana terdapat dalam Putusan MK 50/2014 dalam situasi yang sama Pilpres 2019 diikuti hanya 2 paslon tidak perlu putaran kedua."
Komisioner KPU mewakili lembaga sudah menjelaskan bahwa putusan MA tidak membatalkan hasil pilpres karena tidak berlaku surut. Pihak Gerindra sendiri melalui jubirnya Habiburokhman secara diplomatis menyatakan bahwa pihaknya tidak mempersoalkan putusan tersebut.
Akan tetapi bagi kelompok oposan yang belum siap kalah, putusan tersebut semakin memperkuat asumsi bahwa Pemilu 2019 sudah dicurangi. Kemenangan gugatan Rachmawati sangat mungkin menjadi trigger untuk menggelar aksi-aksi lagi demi membidik petahana. Hanya saja pengorganisasian isunya mungkin akan terbelah dengan kasus Denny Siregar yang saat ini juga sedang hangat.
Mungkinkah kasus di atas tidak mewujud aksi tuntutan pemakzulan? Mudah-mudahan demikian adanya, dan kegaduhan netizen di medsos tidak lantas menjadi kenyataan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H