Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siap Mental, Lebaran Idul Fitri 2020 Tidak Mudik Gara-gara Corona

24 Maret 2020   19:45 Diperbarui: 24 Maret 2020   21:23 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tradisi silaturahmi dan halal bi halal di daerah pada saat Hari Raya Idul Fitri (palembang.tribunnews.com).

Perantau dari luar Jawa relatif tahan hidup mengembara tanpa pulang kampung bertahun-tahun. Mereka bisa tahan menahan rindu selama 5 tahun atau bahkan lebih.

Berbeda dengan orang di Jawa dan Madura.

Rata-rata minimal penduduk Jawa-Madura mudik ke rumah setidaknya 1 hingga 2 kali dalam setahun. Yang muslim saat merayakan lebaran Iedul Fitri; kemudian ikut-ikutan mudik lagi saat libur panjang Nataru. Natal dan tahun baru. Sementara umat Nasrani kebalikannya. Demikian sejauh pengamatan penulis selama ini.

Dulu harus rela berjuang berjam-jam di perjalanan untuk menempuh jarak yang tidak terlalu jauh; sekarang sudah jauh berkurang. Masifnya pembangunan jalan tol dari ujung ke ujung membuat penduduk Jawa-Madura semakin nyaman menempuh perjalanan pulang.

Tetapi tahun 2020 beda.

Penduduk Jawa-Madura harus mau mengadopsi kebiasaan warga seberang berpuasa mudik tahun ini. Sesuatu yang ringan bagi orang Sumatera, namun sangat berat bagi orang Jawa. Harus tahan dan mesti dilakukan, untuk kebaikan bersama.

Pandemi COVID-19 berhasil mengobrak-abrik semua tatanan kehidupan, termasuk ritual sosial yang sudah berlangsung lama.

Jangankan mudik, ibadah yang wajib seperti sholat Jumat saja difatwakan untuk tidak dilaksanakan di daerah yang termasuk zona rawan Corona. Juga ibadah seperti umrah dan pengajian yang menghadirkan massa. Dibatasi agar tidak menjadi media penyebaran virus penyebab COVID-19.

Ritual mudik membahayakan keselamatan populasi warga senior di pelosok desa.

Jamak dalam kehidupan sosial di Indonesia. Begitu lulus sekolah, golongan muda merantau ke kota. Sementara orang tua tinggal di daerah, mengurus sawah atau menikmati masa pensiun.

Dengan merebaknya wabah Corona di kota besar seperti kawasan Jabodetabek dan Surabaya, maka aliran warga yang pulang kampung berpotensi mempercepat penyebaran.

Kaum urban yang berusia relatif muda bisa tahan serangan virus Corona, sehingga meskipun terinfeksi tapi mungkin tidak terlihat gejalanya. Asimptomatik.

Dengan kekebalan tubuh yang masih prima mereka bisa menjadi spreader atau bahkan super-spreader virus ke desa-desa tanpa disadari. Melalui media ritual mudik tahunan itu.

Ilustrasi tradisi silaturahmi dan halal bi halal di daerah pada saat Hari Raya Idul Fitri (palembang.tribunnews.com).
Ilustrasi tradisi silaturahmi dan halal bi halal di daerah pada saat Hari Raya Idul Fitri (palembang.tribunnews.com).
Selain mengancam warga kelompok lansia di daerah, secara umum kota-kota kabupaten juga belum memiliki sarana kesehatan sebaik di Jakarta, atau ibu kota provinsi.

Salah satu contoh nyata sebagai pembuka fenomena ini adalah kasus meningkatnya ODP (orang dalam pemantauan) di Kabupaten Sumedang. Gara-gara banyak warga kota pulang kampung, kasus ODP melonjak tinggi (detik.com, 24 Maret 2020).

Jumlah awal ODP Sumedang tadinya 968, naik drastis menjadi 1833 kasus. Bukan tidak mungkin jumlah awal yang 968 tadi sebenarnya juga adalah kiriman dari kota besar seperti Jakarta.

Kasus Sumedang harus menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah.

Ritual mudik lebaran adalah tradisi yang merata di seluruh daerah di pulau Jawa. Jika tidak segera diantisipasi maka episentrum baru pandemi Corona bisa bertambah.

Menurut pemodelan kurva Richard yang dilakukan peneliti di ITB, Indonesia akan mengalami fase akhir pandemi Corona  pada akhir Mei atau  awal Juni (kompas.com, 23/3/2020).

Lebaran Iedul Fitri terjadi 24 Mei 2020. Artinya masa mudik lebaran berkisar pada pertengahan bulan tersebut.

Jika tidak ada intervensi, kemungkinan yang terjadi adalah bukan berakhirnya pandemi, tetapi perpindahan episentrum wabah. Berakhir di kawasan Jabodetabek tetapi awal baru pandemi di daerah-daerah. Ongkos lagi.

Dengan fasilitas kesehatan yang lebih terbatas, sulit bagi pemerintah daerah untuk menahan laju serangan Corona. Apalagi jika terjadi di pelosok yang jauh dari pusat kota.

Pakaian hazmat (hazardous materials), alat pelindung khusus untuk dekontaminasi virus yang digunakan tenaga medis/ paramedis dalam menangani pasien COVID-19. Harga 1 set pakaian ini sangat mahal dan hanya bisa 1 X pakai (suarasurabaya,net/ chinatopix).
Pakaian hazmat (hazardous materials), alat pelindung khusus untuk dekontaminasi virus yang digunakan tenaga medis/ paramedis dalam menangani pasien COVID-19. Harga 1 set pakaian ini sangat mahal dan hanya bisa 1 X pakai (suarasurabaya,net/ chinatopix).
Penyakit COVID-19 ini rewelnya bukan kepalang. Untuk menangani 1 pasien positif Corona saja ribet sekali urusannya.

Merawat  pasien Corona membutuhkan dokter dan perawat ahli dengan APD (alat pelindung diri) khusus. Rumah sakitnya pun harus memiliki ruang isolasi yang memadai. Sebagai contoh, di Jawa Barat baru ada 9 rumah sakit rujukan. Banten cuma punya 2.

Uji lab untuk Corona juga tidak bisa sembarangan dilakukan. 

Hanya laboratorium dengan standar keamanan tinggi dan alat khusus yang mampu mendeteksi positif tidaknya satu kasus Corona. Tidak semua ibu kota provinsi memiliki, apalagi sekelas kota kabupaten. Jumlah fasilitas uji lab cuma ada 12, untuk melayani seluruh kawasan se-Indonesia.

Dengan segala tingkat kerumitan dan kompleksitasnya, hal paling masuk akal bagi kita adalah mencegah penyebaran se-maksimal mungkin.

Tidak hanya mudik lebaran, pemerintah dan juga warga perlu bekerja sama membatasi arus pergerakan masyarakat urban kota besar ke daerah. Jika tidak, populasi penduduk di pelosok yang minim fasilitas kesehatan akan menjadi kelompok rentan dari pandemi COVID-19 tersebut.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun