Alkes dengan berat sekitar 9 ton itu antara lain disposable mask, masker N-95, protective clothing, goggles, gloves, shoe covers, infrared thermometer, dan surgical caps.
Obat-obatan memang agak dilematis karena belum fix efektivitasnya. Tapi juga tetap wajib dipersiapkan.
Beberapa alternatif yang dipilih pemerintah adalah favipiravir dan chloroquine.Â
Yang pertama adalah obat anti-influenza, sedang yang terakhir adalah penangkal malaria. Kedua jenis obat tersebut cukup efektif berdasarkan pengalaman negara lain yang telah menggunakannya.
Pemerintah saat ini berusaha menyediakan lebih dari 2 juta Avigan (merk dagang favipiravir) dan 3 juta chloroquine. Avigan diproduksi oleh Fujifilm, Toyama, Jepang; sedangkan untuk obat antimalaria kita sudah mampu memproduksinya di dalam negeri oleh BUMN farmasi (katadata.co.id, 20/3/2020).
Obat tanpa perubahan tabiat tak akan berguna
Semujarab apa pun obat suatu penyakit tidak akan berfaedah jika tidak diimbangi dengan perubahan perilaku pasien.
Jika pemerintah diibaratkan sebagai perawat dan persiapan-persiapan di atas tadi dianggap sebagai obat; maka penduduk Indonesia adalah pasiennya.Â
Sebagai pasien yang menginginkan kesembuhan, kita selayaknya menyesuaikan diri.
Melihat persiapan yang sedang dilakukan Satgas COVID-19 dan instansi terkait, tampaknya pemerintah sudah menghitung eskalasi dampak wabah yang mungkin akan segera  terjadi.
Biaya persiapan dan SDM-nya, berada dalam hitungan triliun rupiah. Padahal di sisi lain ekonomi nasional, seperti juga kondisi global, sedang mengalami kemandekan gara-gara Corona.