Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Ringan soal Pamrih Relawan

26 Oktober 2019   01:15 Diperbarui: 26 Oktober 2019   01:39 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meme pembubaran relawan Jokowi, Projo (detik.com/ projo).

Penyusunan Kabinet Indonesia Maju menyajikan banyak drama yang bisa kita jadikan renungan, atau mungkin hiburan.

Ada yang mati-matian menolak, ada yang kuat-kuatan merengek.

Sebelumnya, mari kita angkat topi untuk 4 tokoh ini; Mahfud MD, Megawati, Adian Napitupulu, dan Tri Rismaharani.

Mahfud MD pernah bercerita tentang permintaan  Jokowi untuk menjadi menteri pascapilpres 2014.

Tawaran yang disampaikan Luhut Pandjaitan itu ditolak Mahfud karena alasan etis. Ketua tim pemenangan Prabowo-Hatta ini merasa tidak pernah berkeringat untuk memenangkan  Jokowi-JK karena ia justru berjuang untuk mengalahkannya.

Ketika gagal dipilih cawapres karena diganti K. H. Ma'ruf Amin, politisi kelahiran Madura ini juga santai. Tidak mengumbar berlebihan rasa kecewanya. Padahal bagi orang lain dalam posisi itu mungkin merasa dipermalukan di depan umum.

Penulis juga menaruh respek kepada Megawati yang terang-terangan minta jatah menteri dalam Kongres PDIP waktu lalu. Tidak seperti kawannya yang pura-pura ikhlas tetapi kemudian meradang ketika jatah terancam hilang.

Adian kasusnya lebih gila sedikit. Ikut berkeringat dan berjuang habis-habisan tetapi justru menolak tawaran posisi menteri.

Empat kali diminta, empat kali menolak! Sampai ampun-ampunan minta kepada Jokowi agar tidak 'dihukum' menjadi menteri. Alasan yang disampaikannya dalam acara Mata Najwa tersebut adalah karena ia mengukur diri, lingkungan birokrat bukan habitat dan talentanya. Adian tahu diri.

Begitu juga Tri Rismaharani, Walikota Surabaya.

Beliau menolak tawaran menjadi menteri karena punya utang komitmen untuk membangun Surabaya. Jabatan yang padahal hanya tinggal 1 tahun lagi.

Yang menarik, Risma terang-terangan kepada wartawan mengaku bahwa dirinya pengen dan tentu bangga menjadi menteri (23/10/2019). Sikap  jujur yang otentik dan tidak jaim. Tapi Risma teguh lebih memilih memegang komitmen daripada memenuhi ambisi keinginannya.

Berbeda dengan teladan di atas, kita melihat pula riuh ungkapan kekecewaan karena kepentingan terhambat atau tidak tersalurkan.  Baik dari kubu Jokowi maupun Prabowo.

Salah satu penyebabnya adalah manuver zigzag mantan Danjen Koppasus yang membuat orang terkaget-kaget.

PA 212 menyatakan kecewa Prabowo bergabung dalam kabinet tetapi minta pemulangan Rizieq Shihab diagendakan menteri pertahanan itu. Sebuah permintaan yang ganjil karena satu dan lain hal.

Pertama, pekerjaan menhan tidak termasuk memulangkan orang. Kedua, apalagi pemulangan orang yang pergi atas kemauannya sendiri.

Gerakan PA 212 sejatinya juga berjuang untuk menjadikan Prabowo sebagai presiden bukan untuk memperoleh jabatan menteri. Jadi ketika Prabowo berubah pikiran maka dukungan itu batal dengan sendirinya.

Lebih elegan jika PA 212 terang-terangan minta kepada Jokowi, mengaku kalah dan minta pemutihan, kembali ke titik nol. Bukan dengan cara memperalat Prabowo.

Di kalangan pendukung Jokowi sendiri tidak kurang menggelikan drama yang terjadi.

Robikin Emhas meradang soal menteri agama yang dijatah untuk Fahrul Razi. Pengurus harian PBNU ini dalam keterangan tertulis kepada media (23/10/2019) menyebut kekecewaan kiai-kiai daerah atas keputusan Jokowi yang memilih militer untuk memimpin Kemenag.

Pertanyaannya, apa betul Jokowi meninggalkan NU? Bukankah pemilihan K. H. Maruf sendiri adalah karena dianggap mewakili NU. Yang bahkan Mahfud MD sendiri dahulu diancam tidak didukung hanya karena dianggap bukan kader NU!

Yang paling menggelikan tentu drama poco-poco Ketum Projo.

Setelah menolak Prabowo masuk kabinet, serta merta Projo dibubarkan ketua umumnya, Budi Arie Setiaji. Merasa tidak diperlukan lagi. Tetapi ketika ditelpon istana untuk jadi wakil menteri, secara ajaib Projo kembali utuh seperti sedia kala seolah-olah tidak pernah terjadi pembubaran.

Tambah kocak ketika Budi Arie ditanya media perihal sikapnya soal Prabowo (25/10/2019). Tanpa basa-basi ia mengaku sudah ada 'cinta sedikit' kepada mantan lawan Jokowi tersebut.

Dua kesalahan Budi Arie yang membuatnya jadi bahan olok-olokan.

Pertama, ia tidak seharusnya membatalkan pembubaran Projo. Bubar saja, toh misi sudah selesai, tujuan sudah tercapai.

Kedua, tidak seharusnya pula ia membuat pengakuan ada cinta walau sedikit kepada Prabowo. Profesional saja, bilang akan tetap mengkritisi atau hindari buat komentar. No comment, seperti gaya Desy Ratnasari.

Dengan dua blunder tersebut Budi Arie seperti menyingkap tabir kepentingannya sendiri.

Begitulah  insiden-insiden kecil yang lucu-lucu selama kabinet disusun. Semoga kinerjanya kelak sungguh-sungguh serius dan tidak menjadi bahan guyonan. Selamat bekerja Kabinet Indonesia Maju!***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun