Ada spot di pinggir atap kemudian jadi ‘ruang makan malam’ si codet. Tempat mojok tersebut ditandai dengan sisa-sisa bebijian yang berserakan di teras di bawahnya. Kadang sisa jambu, rambutan, ada pula daun-daun dengan bekas keratan gigi tajam di tepinya, kadang tampak seperti habis dikunyah.
Karena tertarik, sebagian biji kemudian dipindah ke tempat yang lebih representatif, wadah kecil berisi tanah agar bisa tumbuh lebih baik.Â
Setelah tumbuh hingga daunnya terbentuk sempurna saya masih belum tahu pohon apakah itu. Fotonya seperti yang saya lampirkan di atas dalam tulisan ini. Mungkin ada rekan kompasianer yang bisa memberi tahu namanya.
Demikianlah sedikit pengalaman tentang jejak musang pandan yang saya panggil si codet karena bentuk garis-garis di mukanya. Di alam nyata di hutan atau kebun setengah hutan, dia adalah hewan yang berjasa menyemai benih berbagai jenis tumbuhan.
Contohnya kolang-kaling yang biasa kita nikmati dalam sirup buah saat bulan puasa yang berasal dari pohon aren liar. Penyebaran pohon aren tidak terlepas dari jasa musang yang tak pernah meminta pamrih dari kita.
Jika mampu menyampaikan pesan, mungkin hanya ini yang ingin dia sampaikan: tolong beri kami sedikit ruang untuk hidup nyaman di antara kalian.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H