Sebagai hewan pemangsa ayam, reputasi musang di kampung saya dahulu sudah dikenal sejak lama. Bahkan jika ada kasus kehilangan unggas peliharaan tersebut, musang selalu termasuk salah satu tersangka selain anjing atau kucing. Bisa juga pencuri yang manusia.
Meskipun merupakan hama yang populer, sangat jarang warga bertemu omnivora itu secara langsung dalam jarak dekat. Kecuali di gambar atau film, saya juga belum pernah melihat secara live aksi hewan yang juga disebut careuh atau luwak itu.
Di kebun binatang musang juga sepertinya tidak masuk daftar peliharaan favorit karena bukan termasuk hewan yang dilindungi atau langka.
Kehadiran si pemakan biji kopi ini ditandai dengan aroma pandan yang kuat sehingga hewan ini mendapat julukan tambahan yaitu musang pandan.
Untunglah cahaya bulan cukup membantu pengamatan hewan yang kadung dianggap suka menyamar jadi ayam ini. Dia berjalan cukup cepat, setengah berlari. Dari sekian kali kesempatan, tidak pernah sekalipun sempat saya abadikan dengan kamera gawai.
Sebagai hewan urban tampaknya dia sudah lebih toleran dengan kehadiran manusia meski masih tetap menjaga jarak aman.
Setelah rumah direnovasi, posisi jendela yang bersebelahan dengan jalan favorit si codet --saya kasih nama begitu-- kemudian berubah. Sayang sekali.
Tetapi rupanya perubahan posisi arsitektur rumah membuat satu tempat di pojok atas bagian belakang jadi agak terisolasi.Â
Ada spot di pinggir atap kemudian jadi ‘ruang makan malam’ si codet. Tempat mojok tersebut ditandai dengan sisa-sisa bebijian yang berserakan di teras di bawahnya. Kadang sisa jambu, rambutan, ada pula daun-daun dengan bekas keratan gigi tajam di tepinya, kadang tampak seperti habis dikunyah.
Karena tertarik, sebagian biji kemudian dipindah ke tempat yang lebih representatif, wadah kecil berisi tanah agar bisa tumbuh lebih baik.Â
Setelah tumbuh hingga daunnya terbentuk sempurna saya masih belum tahu pohon apakah itu. Fotonya seperti yang saya lampirkan di atas dalam tulisan ini. Mungkin ada rekan kompasianer yang bisa memberi tahu namanya.
Demikianlah sedikit pengalaman tentang jejak musang pandan yang saya panggil si codet karena bentuk garis-garis di mukanya. Di alam nyata di hutan atau kebun setengah hutan, dia adalah hewan yang berjasa menyemai benih berbagai jenis tumbuhan.
Contohnya kolang-kaling yang biasa kita nikmati dalam sirup buah saat bulan puasa yang berasal dari pohon aren liar. Penyebaran pohon aren tidak terlepas dari jasa musang yang tak pernah meminta pamrih dari kita.
Jika mampu menyampaikan pesan, mungkin hanya ini yang ingin dia sampaikan: tolong beri kami sedikit ruang untuk hidup nyaman di antara kalian.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H