Ada spot di pinggir atap kemudian jadi ‘ruang makan malam’ si codet. Tempat mojok tersebut ditandai dengan sisa-sisa bebijian yang berserakan di teras di bawahnya. Kadang sisa jambu, rambutan, ada pula daun-daun dengan bekas keratan gigi tajam di tepinya, kadang tampak seperti habis dikunyah.
![Bibit pohon yang semakin membesar, bentuk daun semakin jelas. Di sebelah kiri tampak ada biji yang baru berkecambah (dokumentasi pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/08/06/wp-20190307-08-50-52-pro-5d4888f50d82305f0a79bea4.jpg?t=o&v=555)
Karena tertarik, sebagian biji kemudian dipindah ke tempat yang lebih representatif, wadah kecil berisi tanah agar bisa tumbuh lebih baik.Â
Setelah tumbuh hingga daunnya terbentuk sempurna saya masih belum tahu pohon apakah itu. Fotonya seperti yang saya lampirkan di atas dalam tulisan ini. Mungkin ada rekan kompasianer yang bisa memberi tahu namanya.
Demikianlah sedikit pengalaman tentang jejak musang pandan yang saya panggil si codet karena bentuk garis-garis di mukanya. Di alam nyata di hutan atau kebun setengah hutan, dia adalah hewan yang berjasa menyemai benih berbagai jenis tumbuhan.
Contohnya kolang-kaling yang biasa kita nikmati dalam sirup buah saat bulan puasa yang berasal dari pohon aren liar. Penyebaran pohon aren tidak terlepas dari jasa musang yang tak pernah meminta pamrih dari kita.
Jika mampu menyampaikan pesan, mungkin hanya ini yang ingin dia sampaikan: tolong beri kami sedikit ruang untuk hidup nyaman di antara kalian.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI