- Muncul hoaks viral di media sosial, dilakukan oleh masyarakat biasa.
- Elite politik atau tokoh mem-blow up seolah-olah minta verifikasi, benarkah seperti itu?
- Hoaks terkonfirmasi, penyebarnya yang anggota masyarakat biasa ditangkap aparat.
- Elite politik membantah, menolak terafiliasi dan selamat.
- Ulang lagi dari langkah pertama.
Selalu seperti itu dari zaman Obor Rakyat dahulu, Saracen, MCA, dan lain-lainnya yang sudah diusut dan diproses di pengadilan.
Sebagai contoh dalam kasus Saracen.Â
Jasriadi yang menjadi bos Saracen mengaku bekerja atas inisiatif sendiri. Â Afiliasi politiknya juga merupakan pilihan pribadi.
Salah satu klien Saracen, Asma Dewi diketahui menyerahkan uang sebesar Rp 75 juta kepada kelompok tersebut. Dewi kemudian ditangkap polisi dengan tuduhan menyebarkan kebencian.Â
Dewi yang sempat ditahan pihak kepolisian ternyata diketahui memiliki keterkaitan dengan beberapa petinggi Gerindra yang diketahui dari foto yang tersebar di media sosial.Â
Namun demikian Fadli Zon tegas menolak dikaitkannya Gerindra dalam kasus Asma Dewi tersebut. Bahkan Fadli Zon dengan tegas meminta pihak kepolisian untuk mengusut sampai tuntas kasus Dewi. Peristiwa itu terjadi pertengahan September 2017.
Dalam setahun berikutnya ada perubahan yang cukup signifikan. September 2018 Asma Dewi menjadi Caleg Dapil DKI 2 dari Gerindra!Â
Menurut Syarif, Wakil DPD Gerindra DKI, masa lalu Dewi tidak dipersoalkan partainya. Bahkan dikatakan Dewi adalah korban kriminalisasi.
Kasus terbaru yang sedang berjalan adalah teridentifikasinya pemilik akun @opposite6890  terkait isu aplikasi Shambar yang mendiskreditkan Polri sebagai buzzer dalam pemilu.
Isu aplikasi Shambar ini pernah disamber oleh Mustafa Nahrawardaya dan juga diangkat Andi Arief.Â