Tahapan awal dalam prosedur audit pajak dimulai dengan mengumpulkan data yang relevan dari entitas yang sedang diaudit. "Ha Na Ca Ra Ka", sebagai simbol dari tesis, melambangkan keberadaan data atau informasi awal yang menjadi dasar pemeriksaan. Dalam konteks ini, data yang dikumpulkan meliputi laporan keuangan, catatan transaksi bisnis, bukti-bukti pendukung, serta laporan pajak yang diajukan entitas kepada otoritas pajak. Data ini menjadi representasi dari bagaimana entitas tersebut beroperasi dan mematuhi regulasi perpajakan yang berlaku.
Pada tahap ini, auditor bertindak sebagai pengamat yang menerima dan memverifikasi data dari entitas yang diaudit. Auditor harus memastikan bahwa data yang disajikan telah disusun sesuai dengan format dan aturan yang berlaku, seperti Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan peraturan perpajakan yang relevan, misalnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Proses pengumpulan data ini mencakup:
- Pemeriksaan laporan keuangan tahunan perusahaan, yang memberikan gambaran menyeluruh tentang kondisi keuangan entitas.
- Identifikasi transaksi penting, terutama yang berpotensi berdampak pada kewajiban perpajakan, seperti transaksi antar-perusahaan (transfer pricing), pengeluaran modal, atau penjualan besar.
- Memastikan kelengkapan data yang diajukan, baik dalam bentuk fisik maupun digital, sesuai dengan persyaratan peraturan yang berlaku.
Namun, perlu dicatat bahwa pada tahap tesis ini, auditor belum melakukan penilaian kritis terhadap validitas atau kesesuaian data tersebut dengan aturan perpajakan. Data tersebut masih berupa kebenaran awal yang disajikan oleh entitas, yang nantinya akan diuji lebih lanjut pada tahapan berikutnya.
2. Analisis dan Temuan Awal: Antitesis ("Da Ta Sa Wa La")
Setelah data awal terkumpul, auditor mulai memasuki tahap analisis yang diwakili oleh konsep antitesis dalam dialektika Hanacaraka, yaitu "Da Ta Sa Wa La". Dalam tahapan ini, auditor melakukan pemeriksaan kritis terhadap data yang telah diajukan, dengan membandingkannya dengan aturan dan regulasi perpajakan yang berlaku. Antitesis mencerminkan adanya pertentangan atau ketidakselarasan, yaitu ketika auditor menemukan ketidaksesuaian atau anomali dalam data yang telah disajikan oleh entitas yang diaudit.
Selama analisis ini, auditor mencari perbedaan antara data yang disajikan oleh perusahaan dengan persyaratan hukum yang diatur dalam peraturan perpajakan. Ini termasuk mengidentifikasi kesalahan dalam penghitungan pajak terutang, pengeluaran yang mungkin dianggap tidak sesuai, atau transaksi yang tidak dilaporkan dengan benar. Ketika auditor menemukan ketidaksesuaian ini, sering kali terjadi konflik antara interpretasi auditor terhadap aturan dan interpretasi yang diberikan oleh entitas yang diaudit.
Beberapa contoh dari potensi antitesis yang mungkin ditemukan adalah:
- Penyimpangan dalam laporan penghasilan: Misalnya, jika auditor menemukan bahwa perusahaan mengklaim pengurangan pajak yang tidak sah, seperti penggunaan biaya operasional yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
- Transfer pricing: Jika ada transaksi antar-perusahaan yang tidak dilakukan sesuai dengan prinsip kewajaran pasar, auditor mungkin akan menyoroti hal ini sebagai antitesis terhadap kepatuhan perusahaan terhadap peraturan transfer pricing.
- Kesalahan dalam pelaporan PPN: Misalnya, auditor mungkin menemukan bahwa pajak pertambahan nilai (PPN) yang dikumpulkan dari pelanggan tidak dilaporkan dengan benar atau tidak dibayarkan kepada otoritas pajak.
Pada tahap ini, auditor harus mampu mengidentifikasi dengan jelas masalah-masalah yang ada, menentukan apakah ketidaksesuaian ini merupakan kesalahan administratif, ketidaktahuan dari perusahaan, atau bahkan indikasi adanya niat untuk menghindari pajak. Selain itu, auditor juga harus memastikan bahwa temuan-temuan ini didokumentasikan dengan jelas agar dapat dibahas lebih lanjut dalam dialog dengan entitas.
3. Proses Dialogis: Sintesis ("Pa Dha Ja Ya Nya")
Setelah auditor menemukan ketidaksesuaian dan mengajukan temuan awal, tahap berikutnya dalam dialektika Hanacaraka adalah "Pa Dha Ja Ya Nya", yang mencerminkan sintesis atau proses penyatuan antara tesis dan antitesis. Tahapan ini merupakan fase dialogis, di mana auditor dan entitas yang diaudit berusaha untuk mencari kesepakatan atau titik temu yang bisa diterima oleh kedua belah pihak.