Salah satu kasus hukum ekonomi syariah yang sedang viral adalah gagal bayar yang melibatkan koperasi syariah. Beberapa koperasi simpan pinjam berbasis syariah, seperti KSPPS, telah dilaporkan mengalami kesulitan dalam membayar dana simpanan nasabahnya. Salah satu kasus besar terjadi ketika KSPPS gagal membayar dana nasabah dalam jumlah besar, menimbulkan keresahan di masyarakat karena koperasi tersebut menggunakan label syariah yang seharusnya dikelola sesuai prinsip Islam.
Kasus ini mendapat sorotan luas karena koperasi tersebut menjanjikan pengelolaan dana sesuai prinsip syariah yang adil dan transparan, namun gagal menjaga kepercayaan masyarakat. Banyak nasabah mengaku mengalami kerugian besar, dan beberapa koperasi di bawah label syariah ini kini berada dalam investigasi karena diduga menyalahgunakan dana yang dikelola. Regulator, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Koperasi, dikritik karena dianggap kurang ketat dalam pengawasan dan regulasi koperasi berbasis syariah, yang seharusnya menjunjung tinggi akuntabilitas.
Kasus ini menimbulkan kekhawatiran bahwa sektor ekonomi syariah dapat disalahgunakan jika tidak diatur dan diawasi dengan ketat, terutama dalam hal transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana.
Dalam kasus gagal bayar koperasi syariah seperti yang melibatkan KSPPS, beberapa *kaidah hukum* yang relevan dapat diterapkan dari perspektif hukum syariah dan hukum positif di Indonesia. Kaidah-kaidah ini mencakup prinsip-prinsip yang mengatur pengelolaan keuangan syariah serta perlindungan terhadap kepentingan masyarakat dan nasabah.
 1.  Kaidah Hukum Syariah (Islam)
  - Al-'adalah (Keadilan): Dalam ekonomi syariah, pengelolaan dana harus dilakukan secara adil dan transparan. Gagal bayar yang menyebabkan kerugian nasabah bertentangan dengan prinsip keadilan dalam muamalah Islam, di mana hak-hak pihak yang terlibat harus dijaga dengan baik.
  - Al-amanah (Kepercayaan/amanah): Pengelola dana syariah memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga amanah yang diberikan oleh nasabah. Gagal bayar menunjukkan adanya pelanggaran terhadap prinsip amanah ini, karena pengelola tidak dapat menjaga dana yang dipercayakan kepada mereka.
  -Al-gharar (Ketidakpastian): Dalam transaksi syariah, harus dihindari segala bentuk ketidakpastian (gharar) yang dapat merugikan salah satu pihak. Jika manajemen koperasi tidak transparan atau menyembunyikan risiko keuangan, maka ini termasuk gharar yang dilarang dalam Islam.
  - Al-dharar (Larangan Membahayakan Orang Lain): Dalam kaidah fiqih, ada prinsip " " (la dharara wa la dhirara) yang berarti tidak boleh ada tindakan yang menyebabkan kerugian atau membahayakan orang lain. Gagal bayar yang merugikan nasabah jelas melanggar prinsip ini.
2. Â Kaidah Hukum Positif (Indonesia)
  - Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian:
   - Mengatur tentang tanggung jawab pengurus koperasi untuk mengelola dana dengan baik dan bertanggung jawab. Gagal bayar yang menyebabkan kerugian besar bagi nasabah dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap kewajiban pengurus koperasi sesuai undang-undang ini.
  - Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah:
   - Walaupun lebih difokuskan pada perbankan syariah, prinsip-prinsip dalam undang-undang ini mengenai pengelolaan keuangan syariah dapat diterapkan secara analitis pada koperasi syariah. Gagal bayar menyalahi prinsip transparansi dan manajemen risiko yang ditetapkan oleh hukum.
  - Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK):
   - OJK memiliki regulasi terkait pengawasan terhadap lembaga keuangan syariah, termasuk koperasi simpan pinjam yang menawarkan produk syariah. Kegagalan koperasi dalam membayar dana nasabah bisa jadi akibat lemahnya pengawasan atau pelanggaran regulasi yang mengatur tata kelola lembaga keuangan syariah.
3. Â Kaidah Perlindungan Konsumen
  - Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen:
   - Nasabah yang mengalami kerugian akibat gagal bayar oleh koperasi syariah berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. UU ini mengatur hak-hak konsumen, termasuk hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang produk keuangan syariah yang mereka pilih.
  - Tanggung Jawab Pengelola:
   - Pengelola koperasi dapat dianggap melakukan wanprestasi (pelanggaran perjanjian) jika gagal memenuhi kewajiban mereka untuk membayar dana simpanan nasabah. Ini bisa dijadikan dasar gugatan hukum oleh para nasabah.
4. Â Kaidah Kesejahteraan Umum (Maslahah)
  - Asas Maslahah Mursalah (Kemaslahatan Umum): Dalam konteks ekonomi syariah, setiap aktivitas ekonomi, termasuk pengelolaan koperasi, harus mendatangkan manfaat bagi masyarakat dan mencegah bahaya atau kerugian. Jika pengelolaan dana tidak memberikan manfaat dan justru menimbulkan mudarat (kerugian), maka itu melanggar prinsip maslahah dalam Islam.
Dalam kasus gagal bayar koperasi syariah, terdapat sejumlah norma hukum yang mengatur bagaimana kegiatan koperasi, terutama yang berbasis syariah, harus dikelola. Norma-norma hukum ini berasal dari hukum positif yang berlaku di Indonesia serta prinsip-prinsip hukum syariah yang menjadi pedoman dalam pengelolaan keuangan berbasis Islam.
1. Â Norma Hukum Syariah
  Norma-norma ini didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi Islam dan menjadi pedoman moral serta hukum dalam pengelolaan lembaga keuangan syariah.
 -Norma Amanah (Kepercayaan): Dalam Islam, pengelola koperasi bertindak sebagai pemegang amanah atas dana yang disimpan oleh nasabah. Pengelola berkewajiban menjaga dana tersebut dan mengelolanya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan prinsip syariah. Kegagalan dalam mengelola dana atau gagal bayar merupakan pelanggaran terhadap amanah ini.
 -Norma Keadilan (Al-'Adl): Keadilan dalam pengelolaan keuangan syariah menuntut bahwa dana nasabah harus digunakan dan dikelola secara adil, tanpa merugikan salah satu pihak. Apabila pengelola koperasi menyalahgunakan dana atau tidak dapat memenuhi kewajiban kepada nasabah, maka itu melanggar prinsip keadilan.
 - Norma Transparansi dan Akuntabilitas (Masyuliyah): Lembaga keuangan syariah harus dikelola dengan transparansi penuh dan dapat dipertanggungjawabkan. Segala bentuk risiko, pembagian hasil, atau pengelolaan dana harus dijelaskan kepada nasabah secara jelas. Gagal bayar akibat kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana merupakan pelanggaran norma ini.
 - Norma Menghindari Gharar (Ketidakpastian): Gharar (ketidakpastian atau spekulasi) harus dihindari dalam semua transaksi syariah. Pengelola koperasi yang tidak memberikan informasi yang jelas tentang risiko atau status keuangan perusahaan melanggar norma ini.
 - Norma Perlindungan dari Dharar (Kerugian): Tidak boleh ada tindakan yang menyebabkan kerugian kepada pihak lain. Dalam konteks koperasi syariah, nasabah tidak boleh dirugikan akibat pengelolaan yang tidak bertanggung jawab.
2. Norma Hukum Positif di Indonesia
  Norma-norma ini berasal dari undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia, yang mengatur koperasi, lembaga keuangan, dan perlindungan konsumen.
Norma Kewajiban Pengelola Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian):
 - Pengelola koperasi wajib mengelola dana dengan profesionalisme dan tanggung jawab. Mereka harus memastikan bahwa koperasi beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi dan ketentuan hukum yang berlaku. Gagal bayar berarti pengelola koperasi tidak memenuhi kewajibannya untuk menjaga kepentingan nasabah.
 - Norma Pengawasan Koperasi Syariah (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan):
 - Koperasi syariah tunduk pada pengawasan dari otoritas, seperti Kementerian Koperasi dan OJK, untuk memastikan bahwa mereka mematuhi peraturan yang mengatur tata kelola dan pengelolaan dana syariah. Norma ini menekankan bahwa koperasi harus melaporkan operasional dan keuangannya secara transparan dan diaudit secara berkala.
 - Norma Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen):
 - Konsumen, dalam hal ini nasabah koperasi, memiliki hak untuk dilindungi dari kerugian. Pengelola koperasi berkewajiban memberikan informasi yang benar, jujur, dan tidak menyesatkan kepada nasabah. Jika gagal bayar terjadi karena misinformasi atau pengelolaan yang buruk, koperasi melanggar norma perlindungan konsumen.
 - Norma Kewajiban Pemenuhan Janji (Pasal 1338 KUH Perdata tentang Perjanjian):
 - Berdasarkan hukum perdata, setiap perjanjian yang dibuat antara pengelola koperasi dan nasabah harus dipenuhi. Gagal bayar atau wanprestasi merupakan pelanggaran norma hukum ini, karena koperasi tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.
3. Norma Perlindungan Hukum Terhadap Kepentingan Umum
  -Norma Kemanfaatan Umum (Maslahah): Setiap kegiatan ekonomi syariah, termasuk yang dilakukan oleh koperasi syariah, harus membawa manfaat bagi masyarakat luas, bukan hanya untuk segelintir pihak. Apabila pengelola koperasi merugikan banyak nasabah, norma kemanfaatan umum ini dilanggar.
  - Norma Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility - CSR): Koperasi sebagai lembaga keuangan memiliki tanggung jawab untuk melayani masyarakat dengan adil dan jujur. Kegagalan untuk memenuhi tanggung jawab sosial ini mencerminkan pelanggaran terhadap norma tanggung jawab sosial yang diatur dalam beberapa undang-undang terkait lembaga keuangan.
Dalam kasus gagal bayar koperasi syariah, terdapat berbagai aturan hukum yang mengatur pengelolaan koperasi, khususnya yang berbasis syariah, serta aturan yang melindungi nasabah dan konsumen. Aturan-aturan ini mencakup hukum positif di Indonesia dan prinsip-prinsip ekonomi syariah yang diakui secara formal dalam sistem hukum Indonesia. Berikut adalah beberapa aturan hukum yang relevan:
1. Aturan Hukum Positif di Indonesia
a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
  - Pasal 29: Mengatur bahwa pengurus koperasi bertanggung jawab untuk menjalankan pengelolaan koperasi dengan itikad baik, akuntabel, dan dalam rangka kepentingan anggota.
  - Pasal 36: Koperasi harus memiliki sistem pengelolaan yang baik dan sehat, termasuk kewajiban melaporkan keuangan secara berkala dan transparan.
  - Pasal 40: Jika terjadi kerugian atau gagal bayar, anggota pengurus koperasi bertanggung jawab secara pribadi apabila hal tersebut terjadi karena kelalaian atau tindakan yang melanggar hukum.
b. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
  - Meskipun undang-undang ini lebih fokus pada perbankan syariah, beberapa ketentuan juga relevan untuk lembaga keuangan berbasis syariah lainnya, termasuk koperasi syariah:
  - Pasal 2: Prinsip-prinsip syariah seperti keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana harus diimplementasikan dalam setiap transaksi.
  - Pasal 3: Perlindungan terhadap nasabah atau anggota koperasi harus dijamin sesuai dengan hukum syariah dan hukum nasional.
c. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
  - Peraturan OJK Nomor 16/POJK.05/2019 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah:
   - Mengatur tata cara perizinan dan pengelolaan lembaga keuangan mikro syariah, termasuk koperasi. Lembaga keuangan yang berbasis syariah harus mematuhi peraturan ini terkait pelaporan, pengelolaan dana, dan audit yang akuntabel.
  - POJK Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Tata Kelola yang Baik bagi Lembaga Keuangan Syariah:
   - Mengatur tentang prinsip tata kelola yang baik (Good Corporate Governance) yang harus diterapkan oleh lembaga keuangan syariah, termasuk prinsip keterbukaan informasi, tanggung jawab, serta pengelolaan yang hati-hati.
d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
  - Pasal 4: Konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur terkait produk dan jasa yang ditawarkan oleh koperasi syariah.
  - Pasal 7: Pelaku usaha, termasuk koperasi, wajib memberikan informasi dan memenuhi janji yang telah dibuat dengan konsumen.
  - Pasal 19: Jika terjadi kerugian akibat kelalaian koperasi, koperasi wajib memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada nasabah yang dirugikan.
e. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
  - Pasal 1233-1456: Mengatur tentang perikatan dan perjanjian, termasuk kewajiban untuk memenuhi janji atau perikatan yang telah disepakati. Jika koperasi gagal membayar atau mengembalikan dana nasabah, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai wanprestasi (pelanggaran perjanjian), dan koperasi bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan.
  - Pasal 1365: Mengatur tentang perbuatan melawan hukum*, yang menyatakan bahwa setiap perbuatan yang menyebabkan kerugian bagi orang lain harus diikuti dengan kewajiban untuk memberikan ganti rugi. Dalam kasus gagal bayar, pengurus koperasi dapat digugat jika ditemukan bukti bahwa pengelolaan mereka menyebabkan kerugian kepada nasabah.
f. Peraturan Menteri Koperasi dan UKM
  - Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi:
   - Mengatur operasional koperasi simpan pinjam, termasuk persyaratan keuangan, likuiditas, dan sistem audit internal yang wajib dipatuhi oleh koperasi. Jika koperasi gagal memenuhi aturan ini, maka mereka bisa dikenakan sanksi administratif atau pidana.
  - Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam:
   - Mengatur tata cara pengawasan dan evaluasi operasional koperasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM, yang bertujuan untuk memastikan koperasi dikelola dengan baik sesuai dengan ketentuan hukum.
2. Aturan Hukum Syariah
  Aturan hukum syariah ini berlaku secara prinsip dalam setiap transaksi atau pengelolaan lembaga keuangan yang mengklaim menerapkan prinsip syariah:
 Â
a. Fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
  - Fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah: Mengatur tentang pengelolaan dana nasabah dengan prinsip mudharabah (bagi hasil). Gagal bayar bisa terjadi jika koperasi melanggar prinsip-prinsip mudharabah, seperti tidak membagi hasil sesuai kesepakatan atau menyalahgunakan dana.
  - Fatwa DSN-MUI No. 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan: Mengatur tentang tata cara penyimpanan dana nasabah dalam bentuk tabungan syariah yang harus dikelola dengan aman dan transparan.
b. Hukum Islam tentang Muamalah
  - Prinsip-prinsip hukum Islam seperti amanah (kepercayaan), maslahah (kemaslahatan umum), dan gharar (larangan terhadap ketidakpastian yang merugikan) menjadi dasar operasional lembaga keuangan syariah. Pengelola koperasi yang melanggar prinsip amanah atau mengakibatkan kerugian bagi nasabah melanggar aturan dasar dalam muamalah Islam.
3. Aturan Terkait Sanksi dan Penyelesaian Hukum
  - Sanksi Pidana dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian:
   - Jika pengurus koperasi terbukti melakukan pelanggaran, mereka dapat dikenakan sanksi pidana, seperti denda atau penjara, terutama jika ditemukan adanya unsur penipuan atau penggelapan.
  - Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan atau Arbitrase Syariah:
   - Sengketa antara koperasi dan nasabah dapat diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) atau melalui mekanisme peradilan perdata.
Untuk menganalisis kasus gagal bayar koperasi syariah dari perspektif *positivisme hukum* dan *sociological jurisprudence*, masing-masing aliran hukum ini menawarkan pendekatan yang berbeda terhadap bagaimana hukum harus dipahami dan diterapkan.
1. Pandangan Positivisme Hukum
  Positivisme hukum adalah aliran yang berpendapat bahwa hukum harus dianalisis secara objektif berdasarkan aturan-aturan yang ada dalam undang-undang yang tertulis, terlepas dari pertimbangan moral atau sosial. Positivis hukum menekankan bahwa hukum harus ditegakkan sesuai dengan peraturan yang ada, tidak peduli apakah peraturan tersebut dianggap adil atau tidak secara moral atau sosial. Tokoh utama aliran ini, seperti *John Austin* dan *H.L.A. Hart*, melihat hukum sebagai seperangkat aturan yang ditegakkan oleh negara.
  Dalam konteks kasus gagal bayar koperasi syariah, pandangan positivisme hukum akan fokus pada aspek-aspek berikut:
 Â
  - Penegakan Hukum Formal: Positivisme hukum akan melihat apakah koperasi syariah telah melanggar aturan-aturan yang ditetapkan dalam UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, UU Perlindungan Konsumen, dan Peraturan OJK. Jika koperasi melanggar aturan formal terkait pengelolaan dana, transparansi, atau kewajiban lainnya, maka hukum harus ditegakkan secara ketat tanpa mempertimbangkan apakah koperasi tersebut beroperasi sesuai prinsip syariah atau tidak.
  - Kepatuhan pada Peraturan yang Berlaku: Fokus utama positivisme adalah melihat apakah koperasi syariah telah mematuhi peraturan yang ada terkait pelaporan keuangan, pengelolaan dana, dan tanggung jawab kepada nasabah. Jika terbukti melanggar, maka pengurus koperasi dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum positif yang berlaku.
  - Pemisahan Moralitas dan Hukum: Positivisme hukum tidak akan mempertimbangkan aspek moral atau etika dari transaksi syariah, seperti prinsip amanah (kepercayaan) atau keadilan yang merupakan elemen penting dalam ekonomi syariah. Mereka akan lebih fokus pada aturan formal yang tertulis dalam undang-undang dan regulasi, bukan pada nilai-nilai agama atau moral.
2. Pandangan Sociological Jurisprudence
  Sociological jurisprudence, yang dipelopori oleh *Eugen Ehrlich* dan *Roscoe Pound*, berpendapat bahwa hukum harus dipahami dalam konteks sosial, budaya, dan ekonomi. Hukum, menurut aliran ini, tidak hanya terdiri dari aturan formal yang ditetapkan oleh negara, tetapi juga mencakup norma-norma sosial dan kebutuhan masyarakat. Hukum harus berkembang dan diterapkan sesuai dengan perubahan sosial, dengan tujuan mencapai keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat.
  Dalam konteks kasus gagal bayar koperasi syariah*, pandangan sociological jurisprudence akan melihat faktor-faktor berikut:
  - Fokus pada Dampak Sosial dan Ekonomi: Sociological jurisprudence akan lebih memperhatikan dampak sosial dan ekonomi dari kasus ini terhadap masyarakat luas, khususnya nasabah yang dirugikan. Mereka akan menilai apakah kerugian yang dialami nasabah mencerminkan masalah yang lebih dalam dalam pengelolaan koperasi syariah atau pengawasan oleh regulator.
  - Pentingnya Nilai Sosial dan Moral dalam Pengelolaan Syariah: Karena koperasi ini berbasis syariah, aliran ini akan menganggap penting prinsip-prinsip seperti keadilan, amanah, dan kemaslahatan umum (maslahah). Sociological jurisprudence akan berusaha melihat apakah koperasi telah melanggar nilai-nilai sosial dan agama yang mendasari ekonomi syariah, dan apakah kegagalan ini mencerminkan ketidakmampuan lembaga untuk mengelola dana secara etis sesuai dengan kebutuhan sosial.
  - Peran Regulasi dan Pengawasan: Selain memeriksa aturan hukum formal, aliran ini juga akan melihat sejauh mana pengawasan yang dilakukan oleh regulator seperti OJK dan Kementerian Koperasi telah memenuhi kebutuhan sosial untuk melindungi nasabah. Jika ditemukan bahwa aturan yang ada tidak cukup untuk mencegah kerugian masyarakat, sociological jurisprudence akan mendorong adanya reformasi hukum yang lebih mencerminkan realitas sosial.
  - Keadilan Sosial: Sociological jurisprudence akan mengedepankan keadilan sosial sebagai salah satu tujuan hukum. Jika pengelolaan koperasi syariah telah menyebabkan ketidakadilan ekonomi atau sosial, seperti merugikan masyarakat kecil yang menabung di koperasi, maka hukum harus diubah atau diterapkan untuk memastikan tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI