Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

New World Pilihan

Kolaborasi Era Digital, Kunci Bertumbuh Kembang di Tengah Big Data, Algoritma, dan AI

15 Oktober 2024   08:37 Diperbarui: 15 Oktober 2024   08:47 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolaborasi manusia-mesin adalah kunci membuka masa depan yang penuh inovasi.|Image: Ilustrator AFM 

3. Kenali Susunan Teknologi Anda

Selain memahami cara kerja mesin, penulis juga menekankan pentingnya bagi individu dan organisasi untuk mengenali dan mengelola susunan teknologi yang mereka miliki. Setiap perusahaan memiliki ekosistem teknologi yang berbeda---mulai dari perangkat lunak (software) hingga perangkat keras (hardware). Mengenali bagaimana setiap bagian teknologi ini bekerja dan berinteraksi satu sama lain adalah kunci untuk menciptakan kolaborasi yang sukses antara manusia dan mesin.

Pemimpin Perusahaan kini dituntut untuk dapat memberikan panduan tentang bagaimana perusahaan dapat menyesuaikan dan mengintegrasikan teknologi baru. Tentu, tanpa menyebabkan gangguan besar pada proses kerja. Susunan teknologi yang tepat akan memungkinkan kolaborasi yang lebih lancar antara manusia dan mesin, sehingga meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

4. Perlakukan AI Seperti Mesin, Meski Kelihatannya Bertindak Seperti Manusia

Meski AI mampu meniru perilaku manusia, penulis mengingatkan bahwa pada dasarnya AI tetaplah sebuah mesin. Salah satu kesalahan yang sering terjadi adalah ketika orang memperlakukan AI seolah-olah ia memiliki kesadaran dan intuisi seperti manusia. Karena itu, disarankan agar kita tetap memperlakukan AI sebagai alat bantu yang bertujuan untuk mendukung keputusan manusia, bukan menggantikan mereka sepenuhnya.

AI dapat membantu menyaring data, mengidentifikasi tren, dan memberikan rekomendasi, tetapi pada akhirnya, manusia tetap yang memiliki kontrol atas keputusan akhir. Pemisahan yang jelas antara peran manusia dan mesin ini penting untuk menjaga kolaborasi tetap sehat dan seimbang.

5. Membangun Kepercayaan untuk Bekerja Sama dengan Mesin: Manusia-Agen Bekerja Sama

Membangun kepercayaan antara manusia dan mesin adalah elemen krusial dalam kolaborasi digital. Tanpa kepercayaan, interaksi antara keduanya tidak akan optimal. Kepercayaan itu sendiri dapat terbentuk melalui transparansi. Ketika AI bekerja, sangat penting bagi mesin untuk menjelaskan bagaimana ia mencapai suatu kesimpulan. Hal ini dapat membantu manusia lebih memahami, sehingga membangun kepercayaan terhadap hasil yang diberikan oleh mesin.

Kepercayaan ini harus dijalin dua arah: manusia harus mempercayai AI untuk melakukan tugasnya, sementara AI harus disetel untuk terus belajar dan beradaptasi dari masukan yang diberikan manusia. Karena itu, kita perlu menekankan pentingnya komunikasi yang jelas antara manusia dan mesin untuk menciptakan kerja sama yang efisien dan produktif.

6. Mencapai 30%: Tingkat Kompetensi dalam Pola Pikir Digital

Paul Leonardi dan Tsedal Neeley dalam The Digital Mindset menyatakan bahwa untuk bisa beradaptasi dengan baik di era digital, seseorang tidak perlu menjadi ahli teknologi, tetapi setidaknya harus memiliki pemahaman dasar yang cukup - sekitar 30% - dalam setiap kategori atau bidang terkait digitalisasi. Angka ini mencerminkan tingkat kompetensi minimal yang diperlukan untuk berpartisipasi aktif dan efektif dalam lingkungan kerja berbasis digital. Dengan memiliki pemahaman 30% tentang bagaimana teknologi bekerja, individu dapat lebih mudah berkolaborasi dengan mesin serta mengintegrasikan teknologi ke dalam tugas-tugas sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun