Berikut adalah beberapa langkah praktis yang dapat diterapkan orang tua untuk mengembangkan empati dan memahami perspektif remaja mereka:
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian. berikan fokus sepenuhnya pada apa yang dikatakan oleh anak tanpa ada interupsi. ketika anak berbicara, berikan perhatian penuh dan tunjukkan minat yang tulus terhadap cerita atau masalah yang mereka sampaikan. hindari menyela pembicaraan mereka, karena hal ini bisa membuat anak merasa tidak dihargai dan kurang dimengerti.
2. Menanyakan pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka membantu anak merasa lebih bebas dalam mengekspresikan perasaan dan pikiran mereka. Misalnya, Anda bisa bertanya, "Bagaimana perasaanmu tentang kejadian tadi di sekolah?" Pertanyaan seperti ini memberikan ruang bagi anak untuk berbicara lebih luas dan mendalam tentang apa yang mereka rasakan dan pikirkan.
3. Mencerminkan perasaan anak. Ketika anak mengungkapkan perasaan mereka, cobalah untuk mencerminkannya dengan kata-kata yang menunjukkan bahwa Anda memahami perasaan tersebut. Misalnya, Anda bisa mengatakan, "Sepertinya kamu merasa sangat kecewa." Dengan cara ini, anak akan merasa bahwa perasaan mereka diakui dan dipahami, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kepercayaan mereka kepada Anda.
4. Menghargai perspektif anak. Akui dan hargai perasaan serta pandangan anak, meskipun mungkin berbeda dengan pandangan Anda. Menghargai perspektif mereka berarti menunjukkan bahwa Anda mengakui validitas perasaan dan pendapat mereka, yang dapat membantu anak merasa lebih dihargai dan diterima.
5. Menggunakan bahasa tubuh yang positif. Jaga kontak mata, anggukkan kepala, dan gunakan ekspresi wajah yang menunjukkan bahwa Anda benar-benar mendengarkan dan memahami. Bahasa tubuh yang positif dapat memperkuat pesan empatik yang ingin Anda sampaikan dan membantu membangun hubungan yang lebih kuat dan lebih saling menghormati dengan anak remaja Anda.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini, orang tua dapat mengembangkan empati yang lebih dalam terhadap anak remaja mereka, memahami perspektif mereka, dan menciptakan lingkungan keluarga yang lebih harmonis dan suportif.
Studi Kasus: Penerapan Empati dalam Kehidupan Sehari-Hari
Untuk memahami lebih dalam bagaimana empati dapat diterapkan, mari kita lihat studi kasus terkait "Konflik tentang Waktu Layar." Saat seorang remaja sering menghabiskan banyak waktu di depan layar, baik untuk belajar maupun bersosialisasi dengan teman-temannya, ini perlu disikapi dengan tepat. Wajar, bila orang tua menjadi merasa khawatir dengan dampak negatif dari waktu layar yang berlebihan. Rasanya ingin mencoba membatasi waktu layar anak remajanya.
Disini, orang tua bisa mengambil langkah empati sebagai berikut :
Pertama, dengarkan alasannya. Orang tua mendengarkan alasan anak remajanya: mengapa ia menghabiskan banyak waktu di depan layar. Mungkin karena tekanan akademis, atau kebutuhan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya. Mungkin juga ia kesal, karena ibunya lelah mengurus pekerjaan rumah, dan ayahnya sibuk dengan pekerjaan dan karirnya. Apa pun itu, dengarkanlah dengan sabar, lengkap, dan jangan menginterupsi. Tabu juga menyalahkan, mengomeli dan mengkritiknya. Anak, senyatanya butuh diterima, dan difahami sepenuhnya.