Kebakaran hebat yang terjadi di Depo Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang, Koja, Jakarta Utara milik PT Pertamina (Persero) pada tanggal 4 Maret 2023 menimbulkan kekhawatiran serius bagi masyarakat. Masyarakat juga dibikin geram. Pasalnya keadian kabakaran depo Pertamina ini berulang kali terjadi. Di Cilacap 6 kali, di Cepu, di Balongan (dua kali), di Balikpapan, dan di Plumpang dua kali, yaitu tahun 2009 dan tahun 2023 ini.
Dalam ledakan kebakaran depo bahan bakar minyak yang mengakibatkan banyak korban meninggal, luka bakar berat dan ringan, banyak rumah dan kendaraan terbakar, dan bentuk kerugian lainnya. Pasca terjadinya kebakaran hebat Depo atau Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM), Plumpang, Koja, Jakarta Utara milik PT Pertamina (Persero), menyisakan dua pertanyaan serius : Pertama, siapa yang harus bertanggungjawab. Kedua, bagaimana bentuk pertanggungjawabannya secara profesional ?
Jawaban atas dua pertanyaan itu penting, karena dampak dari insiden ini juga sangat serius. Tercatat sebanyak 19 orang meninggal dunia dan 49 warga mengalami luka-luka dalam insiden kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara (Kompas, 5 Maret 2023). Insiden ini mengakibatkan kerugian yang signifikan, seperti banyaknya rumah dan kendaraan yang terbakar. Pengungsi korban kebakaran Depo Pertamina Plumpang mencapai 1.369 jiwa & terserbar di 10 titik lokasi.
Sementara area terdampaknya juga cukup luas. Kepala Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Utara Rahmat Kristantio memastikan kebakaran yang terjadi pada area tersebut saat ini sudah berhasil dipadamkan. "Area (terbakar) sekitar 1,5 hektare, itu untuk area Plumpang," (CNN Indonesia, 4 Maret 2023).
Depo BBM Berulang Meledak: Mengidentifikasi dan Mengelola Risiko untuk Bertanggungjawab atas Insiden
Insiden kebakaran hebat di Depo atau Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang, Koja, Jakarta Utara milik PT Pertamina (Persero) telah menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian material yang signifikan. Kejadian ini memunculkan dua pertanyaan serius yang harus segera dijawab, yaitu siapa yang harus bertanggungjawab dan bagaimana bentuk pertanggungjawabannya secara profesional.
Sebagai perusahaan besar di industri minyak dan gas, PT Pertamina (Persero) diharapkan memiliki kebijakan manajemen risiko yang kuat untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko yang terkait dengan bisnisnya. Oleh karena itu, sebelum menentukan siapa yang bertanggungjawab atas insiden ini, perlu dilakukan analisis risiko yang menyeluruh untuk menentukan penyebab pasti kebakaran dan mengidentifikasi faktor risiko yang terkait.
Dalam hal ini, penyebab pasti kebakaran masih dalam penyelidikan oleh pihak berwenang. Namun, beberapa faktor risiko yang mungkin terkait dengan insiden ini dapat diidentifikasi. Seperti kegagalan sistem keamanan dan keselamatan, pengelolaan yang tidak memadai, atau kurangnya pelatihan dan keterampilan pekerja. Oleh karena itu, PT Pertamina (Persero) harus memperkuat kebijakan dan praktik manajemen risikonya untuk mengelola risiko-risiko ini dengan lebih efektif.
Selain itu, dalam hal ini juga perlu dilakukan analisis dampak yang lebih mendalam untuk mengevaluasi kerugian material yang ditimbulkan oleh insiden ini. Seperti kerusakan pada infrastruktur dan aset, serta dampak sosial dan lingkungan yang terkait. Dalam proses manajemen risiko, perusahaan harus mampu mengelola dampak risiko ini dengan tepat dan efektif. Termasuk mengidentifikasi dan menilai dampak potensial dari risiko-risiko yang terkait dengan insiden ini.
Dalam mengelola risiko, PT Pertamina (Persero) harus mengambil langkah-langkah yang memadai untuk mengurangi atau menghilangkan risiko-risiko yang terkait dengan bisnisnya. Selain itu, perusahaan harus melibatkan semua pihak terkait, seperti pekerja, kontraktor, dan komunitas lokal, dalam proses manajemen risiko ini.
Sebagai perusahaan yang bertanggungjawab dan terkemuka di industri minyak dan gas, PT Pertamina (Persero) harus mampu mengambil tindakan yang cepat dan tepat untuk mengatasi insiden ini. Juga memperkuat praktik manajemen risikonya untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan. Oleh karena itu, perusahaan harus bekerja sama dengan pihak berwenang, masyarakat, dan media untuk menyediakan informasi yang jelas dan transparan tentang insiden ini. Serta upaya yang dilakukan untuk mengelola risiko-risiko yang terkait
Meningkatkan Manajemen Risiko untuk Menghindari Insiden Berulang
Serangkaian ledakan kebakaran di beberapa depo bahan bakar minyak (BBM) milik PT Pertamina (Persero) yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Insiden ini telah menimbulkan dampak serius bagi masyarakat, termasuk korban jiwa, luka bakar, kerusakan infrastruktur dan kendaraan, dan kerugian lainnya. Dalam konteks manajemen risiko, peristiwa-peristiwa ini menunjukkan kegagalan dalam sistem keamanan dan keselamatan di lokasi yang bersangkutan.
Masyarakat pun bertanya-tanya, siapa yang bertanggung jawab atas insiden ini, dan bagaimana bentuk pertanggungjawaban secara profesional? Kedua pertanyaan tersebut harus dijawab secepatnya, karena dampak dari insiden ini sangat serius. Namun, yang lebih penting adalah tindakan preventif untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan.
Dalam perspektif manajemen risiko, pihak yang harus bertanggung jawab atas ledakan kebakaran depo bahan bakar minyak adalah pihak yang memiliki tanggung jawab atas keamanan dan keselamatan di lokasi tersebut. Misalnya, pemilik atau pengelola depo, atau pihak yang memiliki kewajiban untuk memastikan keamanan dan keselamatan masyarakat, seperti pihak pemerintah daerah. Oleh karena itu, pihak-pihak terkait harus segera mengevaluasi kembali sistem keamanan dan keselamatan di depo bahan bakar minyak dan menetapkan langkah-langkah yang tepat untuk mencegah terjadinya kejadian serupa di masa depan.
Keamanan dan Keselamatan di Depo Bahan Bakar Minyak: Mengelola Risiko dan Meningkatkan Pertanggungjawaban Profesional
Kecelakaan di depo bahan bakar minyak dapat menjadi bencana besar bagi masyarakat dan industri minyak. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, manajemen risiko harus diterapkan dengan serius dalam semua aspek operasional depo tersebut. Sebagai tanggung jawab profesional, perusahaan harus memastikan bahwa mereka bertanggung jawab atas tindakan preventif dan restoratif untuk meminimalkan risiko dan dampak yang ditimbulkan pada masyarakat.
Tindakan preventif yang tepat meliputi evaluasi sistem keamanan dan keselamatan yang ada di depo bahan bakar minyak, serta menentukan langkah-langkah untuk mencegah terjadinya kecelakaan serupa di masa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbarui sistem pengawasan dan perawatan peralatan, memberikan pelatihan dan sertifikasi kepada karyawan, serta mengadopsi teknologi canggih untuk memantau keamanan dan keselamatan di depo tersebut.
Tindakan restoratif juga harus dilakukan dengan tanggap dan efektif. Perusahaan harus memberikan bantuan medis, psikologis, dan rehabilitasi bagi korban dan keluarganya, serta memberikan kompensasi finansial yang memadai. Selain itu, perusahaan juga harus menjalin komunikasi yang terbuka dan transparan dengan pihak berwenang dan masyarakat tentang tindakan yang telah dilakukan dan langkah-langkah yang akan diambil di masa depan.
Dalam mengelola risiko di depo BBM, perusahaan harus memahami bahwa keselamatan dan keamanan merupakan prioritas utama. Manajemen risiko yang tepat akan membantu perusahaan untuk mengurangi risiko dan dampak yang ditimbulkan pada masyarakat, meningkatkan kepercayaan publik, dan mencapai keberhasilan jangka panjang dalam bisnis.
Dengan mengimplementasikan manajemen risiko yang tepat dan bertanggung jawab secara profesional, perusahaan dapat memastikan bahwa depo bahan bakar minyak tetap menjadi tempat yang aman dan dapat dipercaya bagi masyarakat
Manajemen Risiko dalam Mencegah Ledakan di Depo Bahan Bakar Minyak: Investigasi dan Tanggung Jawab Hukum
Ledakan di depo bahan bakar minyak dapat mengancam keselamatan dan kesehatan masyarakat serta mengakibatkan kerugian yang besar bagi industri minyak. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, manajemen risiko harus menjadi fokus utama dalam semua aspek operasional depo tersebut. Sebagai tanggung jawab profesional, perusahaan harus memastikan bahwa mereka bertanggung jawab atas tindakan preventif dan restoratif untuk meminimalkan risiko dan dampak yang ditimbulkan pada masyarakat.
Salah satu tindakan preventif yang penting adalah melakukan investigasi menyeluruh untuk menentukan penyebab ledakan dan menegakkan tanggung jawab hukum jika ada pelanggaran keselamatan atau kelaikan yang terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat sistem pengawasan dan perawatan peralatan, memberikan pelatihan dan sertifikasi kepada karyawan, serta mengadopsi teknologi canggih untuk memantau keamanan dan keselamatan di depo tersebut.
Dalam melihat kejadian ledakan ini, perusahaan harus mempertimbangkan berbagai faktor risiko yang terkait dengan operasi mereka. Termasuk karakteristik bahan bakar minyak yang mudah menguap, jarak depo dengan pemukinan yang terlalu dekat, adanya faktor petir, masalah teknis saat proses pengisian bahan bakar, hingga kelemahan pada monitoring alat termasuk pipa dan kabel listrik.
Manajemen risiko yang tepat juga memperhatikan tanggung jawab hukum perusahaan dan pihak terkait. Hal ini meliputi sanksi administratif, pidana, atau gugatan perdata, tergantung pada hukum dan peraturan yang berlaku di wilayah tersebut. Dengan mengimplementasikan manajemen risiko yang tepat dan bertanggung jawab secara profesional, perusahaan dapat memastikan bahwa depo bahan bakar minyak tetap menjadi tempat yang aman dan dapat dipercaya bagi masyarakat.
Dalam mengelola risiko di depo bahan bakar minyak, perusahaan harus memahami bahwa keselamatan dan keamanan merupakan prioritas utama. Manajemen risiko yang tepat akan membantu perusahaan untuk mengurangi risiko dan dampak yang ditimbulkan pada masyarakat, meningkatkan kepercayaan publik, dan mencapai keberhasilan jangka panjang dalam bisnis.
Fokus Pada Manajemen Risiko Bisnis Secara Keseluruhan
Depo BBM merupakan tempat yang penting dalam distribusi bahan bakar minyak, namun risiko keamanan dan keselamatan yang dihadapinya tidak bisa diabaikan. Selain investigasi dan penegakan hukum, perhatian harus diberikan pada kebijakan, regulasi, standar, dan SOP yang diterapkan, karyawan yang terlatih, evaluasi dan monitoring yang efektif dengan menggunakan teknologi, serta sertifikasi keamanan dan pengamanan. Pertamina juga perlu melakukan benchmark keamanan dan keselamatan pada perusahaan asing yang lebih baik, dan meningkatkan standar mutu dari waktu ke waktu.
Selain itu, manajemen risiko bisnis secara keseluruhan perlu diterapkan untuk memastikan keamanan dan keselamatan di masa depan. Jangan hanya terfokus pada stok BBM, distribusi, harga, dan risiko finansial perusahaan, namun juga harus memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan yang merupakan kunci utama dalam menjalankan bisnis depo BBM.
Kesimpulannya, perlu langkah serius, sistematis dan besar pasca kebakaran besar di depot bahan bakar di Jakarta yang telah menyebabkan kerusakan material yang signifikan dan korban jiwa. Insiden tersebut menimbulkan dua pertanyaan kunci: siapa yang bertanggung jawab dan apa tanggung jawab profesionalnya?
PT Pertamina (Persero) diharapkan memiliki kebijakan manajemen risiko yang kuat untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko terkait bisnisnya. Sebelum menentukan siapa yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut, perlu dilakukan analisis risiko yang komprehensif untuk menentukan penyebab pasti kebakaran dan mengidentifikasi faktor risiko terkait.
Selain itu, PT Pertamina (Persero) harus memperkuat kebijakan manajemen risiko untuk mengelola risiko tersebut secara lebih efektif, termasuk menilai dampak potensial terhadap infrastruktur, aset, dan masyarakat. Perusahaan perlu mengambil langkah-langkah yang memadai untuk mengurangi atau menghilangkan risiko yang terkait dengan bisnisnya dan melibatkan semua pihak terkait.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H