Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutuskan dan memerintahkan penundaan Pemilu 2024 (Kamis, 2/3/2022). Atas keputusan hakim itu, KPU akan menempuh upaya hukum banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut. Komisioner KPU Idham Holik menyatakan dengan tegas pihaknya menolak putusan PN Jakpus.
Penundaan pemilu 2024 itu hal aneh, sensasional, berbahaya dan tidak masuk akal sehat. Karena selain dapat mengganggu tatanan hukum di Indonesia, juga bisa menimbulkan 10 potensi risiko yang sangat besar dan berbahaya. Dalam kacamata risk management, penundaan pemilu 20024 ini sangat berpotensi menimbulkan setidaknya 10 risiko yang sangat besar dan berbahaya.
Potensi risiko itu adalah risiko ketidakpastian politik, risiko mengganggu jadwal pembangunan, risiko menghambat partisipasi masyarakat, risiko biaya tambahan, risiko kecurangan, risiko merusak citra internasional, risiko menimbulkan konflik sosial, risiko meningkatkan ketidakpercayaan terhadap lembaga pemerintah, risiko meningkatkan risiko korupsi, dan risiko merusak stabilitas ekonomi.
Dari kaca mata hukum kenegaraan, keputusan itu sungguh sangat serius sudah mengganggu stabilitas tatanan hukum tata negara, dan berpotensi merusak tatanan hukum dan demokrasi.
Majelis hakim perlu memahami masalah itu ada di domain mana. Sengketa pemilu seperti masalah verifikasi peserta pemilu adalah kompotensi peradilan sendiri, yaitu Bawaslu dan PTUN, atau mengenai sengketa hasil di MK.Â
Dengan kata lain, sengketa administrasi pemilu merupakan kewenangan Badan Pengawas Pemilu dan Peradilan Tata Usaha Negara. Sementara untuk sengketa hasil Pemilu merupakan kewenangan MK. Nah ini, keputusan hingga adanya penundaan pemilu itu sudah diluar kewenangan PN Jakarata Pusat.
Karena keputusan ini, kompetansi Hakim dipertanyakan berkait keputusan penundaan Pemilu tersebut, oleh PN Jakarta Pusat. Dari perspektif hukum negara maka perlu dipertanyakan pemahaman dan kompotensi hakim PN dalam memutuskan perkara tersebut yang terkesan ini sebuah keputusan sensasional karena menimbulkan kegaduhan, memancing kontroversi yang tidak produktif, dan dapat mengganggu konsentrasi persiapan pemilu 2024
Perlu dipertanyakan dasar hukum yang digunakan oleh hakim PN Jakarta Pusat untuk memutuskan penundaan Pemilu 2024. Hal ini karena penundaan Pemilu merupakan kewenangan KPU dan tidak menjadi kewenangan hakim PN.
Seharusnya hakim PN Jakarta Pusat mempertimbangkan implikasi besar dari keputusan mereka dalam hal ini, dan juga mempertimbangkan dampak yang dapat ditimbulkan pada stabilitas politik dan ekonomi negara.
Seharusnya hakim PN Jakarta Pusat menahan diri dari membuat keputusan yang terkesan sensasional dan kontroversial, serta menyerahkan kewenangan penyelesaian sengketa pemilu kepada badan yang berwenang, yaitu Bawaslu dan PTUN untuk sengketa administrasi pemilu atau MK untuk sengketa hasil pemilu.