Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

10 Potensi Risiko Destruktif Penundaan Pemilu 2024: Sudahkah Dikalkulasikan Ulang?

3 Maret 2023   21:04 Diperbarui: 3 Maret 2023   21:07 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keputusan hakim harus senantiasa dikalkulasikan ulang bagaimana dampak risiko yang ditimbulkan | Image: pixabay.com 

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutuskan dan memerintahkan penundaan Pemilu 2024 (Kamis, 2/3/2022). Atas keputusan hakim itu, KPU akan menempuh upaya hukum banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut. Komisioner KPU Idham Holik menyatakan dengan tegas pihaknya menolak putusan PN Jakpus.

Penundaan pemilu 2024 itu hal aneh, sensasional, berbahaya dan tidak masuk akal sehat. Karena selain dapat mengganggu tatanan hukum di Indonesia, juga bisa menimbulkan 10 potensi risiko yang sangat besar dan berbahaya. Dalam kacamata risk management, penundaan pemilu 20024 ini sangat berpotensi menimbulkan setidaknya 10 risiko yang sangat besar dan berbahaya.

Potensi risiko itu adalah risiko ketidakpastian politik, risiko mengganggu jadwal pembangunan, risiko menghambat partisipasi masyarakat, risiko biaya tambahan, risiko kecurangan, risiko merusak citra internasional, risiko menimbulkan konflik sosial, risiko meningkatkan ketidakpercayaan terhadap lembaga pemerintah, risiko meningkatkan risiko korupsi, dan risiko merusak stabilitas ekonomi.

Dari kaca mata hukum kenegaraan, keputusan itu sungguh sangat serius sudah mengganggu stabilitas tatanan hukum tata negara, dan berpotensi merusak tatanan hukum dan demokrasi.

Majelis hakim perlu memahami masalah itu ada di domain mana. Sengketa pemilu seperti masalah verifikasi peserta pemilu adalah kompotensi peradilan sendiri, yaitu Bawaslu dan PTUN, atau mengenai sengketa hasil di MK. 

Dengan kata lain, sengketa administrasi pemilu merupakan kewenangan Badan Pengawas Pemilu dan Peradilan Tata Usaha Negara. Sementara untuk sengketa hasil Pemilu merupakan kewenangan MK. Nah ini, keputusan hingga adanya penundaan pemilu itu sudah diluar kewenangan PN Jakarata Pusat.

Karena keputusan ini, kompetansi Hakim dipertanyakan berkait keputusan penundaan Pemilu tersebut, oleh PN Jakarta Pusat. Dari perspektif hukum negara maka perlu dipertanyakan pemahaman dan kompotensi hakim PN dalam memutuskan perkara tersebut yang terkesan ini sebuah keputusan sensasional karena menimbulkan kegaduhan, memancing kontroversi yang tidak produktif, dan dapat mengganggu konsentrasi persiapan pemilu 2024

Perlu dipertanyakan dasar hukum yang digunakan oleh hakim PN Jakarta Pusat untuk memutuskan penundaan Pemilu 2024. Hal ini karena penundaan Pemilu merupakan kewenangan KPU dan tidak menjadi kewenangan hakim PN.

Seharusnya hakim PN Jakarta Pusat mempertimbangkan implikasi besar dari keputusan mereka dalam hal ini, dan juga mempertimbangkan dampak yang dapat ditimbulkan pada stabilitas politik dan ekonomi negara.

Seharusnya hakim PN Jakarta Pusat menahan diri dari membuat keputusan yang terkesan sensasional dan kontroversial, serta menyerahkan kewenangan penyelesaian sengketa pemilu kepada badan yang berwenang, yaitu Bawaslu dan PTUN untuk sengketa administrasi pemilu atau MK untuk sengketa hasil pemilu.

Dari perspektif hukum, keputusan hakim PN Jakarta Pusat ini mempertanyakan kompetensi hakim dalam memutuskan perkara yang bukan menjadi kewenangan mereka dan dapat menimbulkan kerugian besar pada tatanan hukum dan demokrasi di Indonesia.

Saatnya Peran Penuh KY Ditunjukkan 

Dalam hal ini, sebaiknya Komisi Yudisial (KY) dan instansi terkait lainnya melakukan evaluasi terhadap putusan hakim PN Jakarta Pusat dan mengevaluasi ulang kompetensi dan pemahaman hakim terkait dengan masalah pemilu. Hal ini bertujuan untuk memastikan keputusan hakim selalu didasarkan pada hukum yang berlaku dan menjaga stabilitas hukum dan demokrasi di Indonesia.

Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia perlu memeriksa dan mendalami hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat setelah putusan kontroversial yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk menunda pemilu 20024. Apakah ada dugaan pelanggaran perilaku yang terjadi, meminta klarifikasi dari majelis hakim yang menanganinya, dan apakah ada dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang bersangkutan.

Solusi yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memastikan bahwa keputusan yang diambil selalu berdasarkan pada hukum yang berlaku dan menjaga stabilitas hukum dan demokrasi di Indonesia. Langkah ini penting, karena sejauh ini belum ada pihak yang secara independen mengkalkulasikan secara persis bagaimana dampak dari risiko penundaan Pemilu 2024.

Selain itu, KY dan instansi terkait lainnya harus melakukan evaluasi terhadap putusan hakim PN Jakarta Pusat dan mengevaluasi ulang kompetensi dan pemahaman hakim terkait dengan masalah pemilu. Hal ini diharapkan dapat memastikan bahwa hakim memiliki pemahaman yang memadai dan konsisten mengenai tata cara dan kompetensi peradilan dalam menangani sengketa pemilu yang masuk pada ranah kekuasaan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun