Di era Nabi Musa Alahis Salam, Firaun yang berhasil mencapai puncak kejayaannya bukan lagi menganggap dirinya sebagai penguasa tetapi juga mengaku sebagai Tuhan. Ia menjadi pembuat keputusan dan hukuman. Ia bisa menentukan siapa yang boleh hidup dan siapa yang harus mati. Karena itu semua titah dari Firaun menjadi sabda alias undang-undang Kerajaan Mesir yang tidak bisa dibantah.
Rakyat Mesir ketika itu sengsara. Hingga akhirnya Musa - yang sempat dibesarkan dan dirawat di istana Firaun - menerima wahyu dari Allah untuk menjadi Nabi dan Rasul untuk memperingatkan Firaun. Di era Firaun tersebut, tidak hanya Musa saja yang diutus, Allah juga mengutus Nabi Harun, saudara sepupu Nabi Musa, untuk memperingatkan Firaun.
Singkat cerita, Firaun yang enggan menerima peringatan dari Nabi Musa dan Nabi Harun pun murka. Allah lantas memerintahkan Nabi Musa membawa Bani Israel hijrah dari Mesir ke Yerusalem dengan cara menyeberangi laut merah. Saat itu atas kuasa Allah, Nabi Musa membelah laut merah dengan tongkat, sampai Bani Israel selamat. Sementara Firuan dan bala tentaranya yang menyusul menyeberangi laut merah ditenggelamkan Allah.
Firaun dalam sejarah Mesir kuno membunuh bayi laki-laki yang lahir. Firaun-firaun Mesir kuno menganggap diri mereka sebagai dewa dan memiliki otoritas mutlak dalam menentukan nasib rakyatnya. Salah satu cara mereka menjaga kekuasaan adalah dengan membunuh bayi laki-laki yang lahir dari keluarga rakyat biasa. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pemberontakan dan menjaga stabilitas negara. Firaun juga menganggap bayi laki-laki sebagai ancaman potensial terhadap kekuasaannya, sehingga membunuh mereka sebagai cara untuk menghilangkan ancaman tersebut.
Firaun dalam Al Qur'an
Firaun ditampilkan dalam Al-Quran sebagai sosok yang sombong, kejam, dan tiran. Dalam Al-Quran, Firaun diperlihatkan sebagai pemimpin yang tidak takut akan Tuhan dan tidak peduli dengan kondisi rakyatnya. Dia dianggap sebagai orang yang tidak bertanggung jawab dan hanya ingin mempertahankan kekuasaannya dengan cara apapun. Ia dianggap sebagai contoh dari pemimpin yang tidak baik dan tidak diinginkan oleh masyarakat.
Surah Al-Baqarah (2): 49-56 menceritakan tentang Firaun sebagai orang yang menentang Musa dan kaumnya, tidak meyakini Musa dan memperlakukan Bani Israil dengan buruk, yang akan dikalahkan oleh Allah dan dihukum pada hari kiamat. Sementara surah Yunus (10): 75-92, Al-Qasas (28): 4-48, Al-Anbiya (21): 49-79, Al-Isra (17): 101-104, dan Al-Muminun (23): 45-49 mengisahkan Firaun sebagai penguasa yang zalim, ingkar, menganiaya, meragukan kebenaran Musa dan ditimpa azab dari Allah.
"Sungguh, Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil), dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh, dia (Fir'aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-Qasas Ayat 4)
Beberapa pemimpin negara yang dikenal sebagai pelanggar hak asasi manusia (HAM) dan punya kepemimpinan buruk di dunia, antara lain : Idi Amin dari Uganda (1971-1979), Adolf Hitler dari Jerman (1933-1945), Joseph Stalin dari Uni Soviet (1922-1953), Pol Pot dari Kamboja (1975-1979), dan Mao Zedong dari China (1949-1976). Namun, perlu diingat bahwa setiap pemimpin negara memiliki konteks yang unik dan faktor yang mempengaruhi tindakan mereka, dan tidak dapat ditarik kesimpulan yang pasti tanpa analisis yang mendalam tentang situasi tersebut.
Dari Firaun di masa lampau hingga kepemimpinan zalim di dunia modern, satu hal yang pasti : kesalahan yang sama terus diulang, sehingga kita harus belajar dari sejarah untuk menghindari kesalahan yang sama dalam kepemimpinan saat ini. Dimana pun, di dunia ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H