1. Belajar dari kejadian (incident and accident) yang pernah terjadi di perusahaan kita.
2. Kita belajar dari kejadian yang terjadi di perusahaan lain.
3. Kita belajar dari kejadian yang terjadi di industri lain yang bisa kita petik sistem peringatan dininya, pengukurannya, sistem pengawasannya dan aplikasinya.
4. Kita belajar dengan "mengasah gergaji" dari training, seminar dan workshop yang relevan dengan profesi yang sedang kita geluti.
5. Kita belajar dari para praktisi sukses yang telah melaksanakan best-practice dan diakui hasilnya.
6. Kita belajar dari informasi-informasi yang berserak di grup medsos profesi, publikasi asosiasi profesi, para pemerhati dan media massa.
7. Kita belajar dari kekuatan imajinasi yang dilandasi dengan ilmu, naluri dan pengalaman yang pernah kita miliki.
8. Kita belajar untuk belajar bagaimana belajar yang efektif untuk mengembangkan personil, sistem dan pelaksanaan program lebih baik.
Mengapa kita harus lebih banyak belajar di era digitalisasi ini? Jawabannya adalah karena ilmu Retail Risk Management adalah ilmu multidisiplinerdan lintas profesi.
Cakupan ilmu Risk Management, menurut saya juga berkait erat dan bersinggungan langsung dengan bahasan Enterprise Risk Management. Mulai yang berkaitan dengan risiko keuangan (Financial Risk), risiko pemasaran (Market Risk), teknologi dan ICT, hukum (Legal Risk), produksi (Operational & Project Risk), strategi manajemen, sumber daya manusia (HR Risk), hingga lingkugan strategis (CSR, regulasi dan otonomi daerah). Namun dalam aplikasinya, semua itu tergantung dari industri dan lingkup bisnis yang sedang dan akan dikelola perusahaan.
Meski rentang kendali Risk Manajemen itu terbatas sementara cakupan kerjanya luas, namun dalam praktik di lapangan sebenarnya tak ada yang sulit untuk diselesaikan. Kesulitan lebih banyak ditemukan pada sisi human saja. Baik dari sisi mindset, pola pikir, hingga kendala komunikasi dan kendala birokrasi.
Hanya saja, selama kita membuka hati dan pikiran kita, serta konsisten pada tujuan akhir yang harus didapat dan presisif, insya Allah kita akan senantiasa lebih baik dalam mengantisipasi, mengelola dan menanggulangi permasalahan, resiko dan krisis dalam perusahaan.
Sementara itu, berkait dengan keterbatasan sumber daya yang ada, maka kita harus sinergis & kolaboratif untuk membangun kerjasama dan bekerja sama dengan departemen lain di divisi lain. Plus juga dengan pihak ketiga diluar perusahaan kita yang juga tak jarang seringkali kita butuhkan dan kita libatkan.
Dengan kata lain, walaupun cakupan kerja risk management cukup luas, tapi dalam praktiknya tidak ada yang sulit untuk diselesaikan. Permasalahan lebih banyak ditemukan pada sisi human saja, seperti mindset, pola pikir, komunikasi, dan birokrasi.
Namun jika kita membuka hati dan pikiran kita, serta konsisten pada tujuan akhir, kita akan senantiasa lebih baik dalam mengantisipasi, mengelola, dan mengatasi permasalahan, resiko, dan krisis dalam perusahaan.
Karena itu, "dogma" pikirkan apa yang tak terpikirkan harus selalu tertanam di setiap proses pekerjaan di divisi risk management.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H