Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengapa Kasus Besar Sulit Diputuskan?

9 Januari 2023   10:40 Diperbarui: 9 Januari 2023   11:20 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi para pengamat hukum dan para praktisi Risk Management, banyaknya kasus besar yang menarik perhatian publik, sangat menarik untuk dijadikan studi kasus dan pelajaran. 

Kasus-kasus ini menarik untuk dijadikan bahan refleksi pada perbaikan sistem keamanan internal pada lembaga penegak hukum atau pada Divisi Risk Management di perusahaan.

Ini hanya beberapa kasus besar di Indonesia yang menarik untuk menjadi bahan studi kasus. Antara lain, yaitu : kasus Sambo, tragedy Kanjuruhan, kasus Harun Masiku, kasus pengadaan Pesawat Garuda, kasus penipuan Koperasi Simpan Pinjam Indosurya, perkara investasi bodong Binomo, hingga perkara narkoba atas tersangka Teddy Minahasa. Di masa lalu, kita juga bisa belajar banyak dari kasus BLBI, Bank Century, Asabri, Jiwasraya, Kasus E-KTP hingga Pelindo II.

Kasus besar di Indonesia sejauh ini adalah kasus yang dikonotasikan melibatkan "orang besar", seperti pejabat tinggi, skandal politik, atau mendapat perhatian publik yang besar. 

Kasus besar juga bisa dikonotasikan karena berdampak luas dan besar, atau merugikan negara atau publik dalam jumlah yang besar. Selain itu, kasus besar bisa juga mendapat terbentuk karena adanya sorotan petinggi negeri, atau mendapat sorotan serta liputan yang besar dari dunia luar. Pers internasional.  

Baik kasus besar atau pun kasus kecil, senyatanya harus tetap cepat diselesaikan. Karena bila tidak, bisa menimbulkan isu yang macam-macam, liar, gaduh dan lebih jauh ada drama-drama. 

Selain itu, bila sejak awal tidak ada ketegasan, lelet dalam proses pengungkapan, dan berlarut-larut maka akan membuat kasus kabur dan banyak menimbulkan spekulasi di masyarakat. 

Masyarakat menjadi bingung yang kemudian muncul sejumlah spekulasi liar terkait peristiwa yang menyita perhatian publik. Lebih jauh, trust publik terhadap kepada Lembaga penegak hukum bisa menurun. Sebuah ganjaran atau pelajaran yang sangat mahal dan tidak boleh terjadi.

Sangatlah mudah difahami, bila untuk kasus tertentu masyarakat jadi tak sabar menanti. Kasus besar jadi terkesan lama, berlarut-larut dan berbelit-belit. Padahal proses hukum harus ditaati. Mulai dari pembuktian, mendengarkan saksi, menanti penuntutan, menyempaikan pembelaan, hingga eksekusi putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kasus pidana menjadi lama untuk diputuskan, di antaranya:

1. Kasus kejahatannya terencana dengan apik, sistemik, dan cukup detail.

2. Aktor intelektual adalah orang yang memahami hukum, atau proses penyelidikan dan penyidikan, atau keduanya sehingga terus bermain-main dengan fakta, bukti dan logika hukum.

3. Tersangka utama masih memiliki power karena banyak memiliki rahasianya polisi atau perwira-perwira tinggi yang nakal. Kondisi dan situasi ini membuka peluang terjadinya perlawanan dalam bentuk tawar-menawar dalam penanganan kasus ini. Lalu, sebagian tersangka atau pasangan tersangka yang seharusnya ditahan namun tidak ditahan. Kemudian isu yang "relevan" tetap dipertahankan untuk meringankan tersangka utama nanti dalam persidangan.

Orang-orang yang berada di sekitaran tersangka utama telah menguasai tubuh organisasi, sehingga kuasa dari orang-orang di sekitaran actor intelektual itu menjadi penghambat dalam proses pengungkapan kasus. Jadi ada semacam hambatan-hambatan di dalam organisasi secara struktural.

Penyidik takut saat akan memeriksa eks atasannya atau pimpinannya. Bisa karena adanya ketakutan akan berpengaruh pada karir dan jabatannya, namun bisa jadi karena alasan lain yang lebih dikhawatirkan atau lebih dikhawatirkan oleh para penyidik yang mungkin saja tidak diketahui oleh publik. Tidak menutup kemungkinan, tersangka bisa jadi juga memegang kartu truf para penyidik.

4. Dalam beberapa kasus, tersangka utama buron dan masuk daftar pencarian orang.

5. Banyaknya jumlah tersangka. Semakin banyak jumlah tersangka yang terlibat dalam suatu kasus, maka akan semakin rumit dan lama proses penyelesaiannya.

6. Banyaknya saksi. Jika terdapat banyak saksi yang harus diinterogasi, maka akan memakan waktu lebih lama untuk mengumpulkan semua bukti yang diperlukan.

7. Keterangan saksi-saksi mahkota yang tidak disampaikan secara jujur.

8. Banyaknya barang bukti. Jika terdapat banyak barang bukti yang harus diperiksa, maka akan memakan waktu lebih lama untuk mengumpulkan semua bukti yang diperlukan.

9. Sulitnya menemukan alat bukti. Dalam beberapa kasus, alat bukti yang diperlukan untuk membuktikan kejahatan mungkin sulit ditemukan, yang dapat memperlambat proses penyelesaian kasus.

10. Kasus yang kompleks. Beberapa kasus pidana mungkin memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi, seperti kasus-kasus korupsi atau kejahatan terorganisir, yang memerlukan waktu lebih lama untuk dipelajari dan diproses.

11. Gangguan proses hukum. Gangguan seperti pemogokan hakim atau keberatan terhadap putusan dapat memperlambat proses penyelesaian suatu kasus.

12. Sistem hukum yang sibuk. Sistem hukum yang sibuk dengan jumlah kasus yang tinggi juga dapat memperlambat proses penyelesaian suatu kasus.

13. Banding atau kasasi. Jika salah satu pihak tidak puas dengan putusan yang dikeluarkan, ia dapat mengajukan banding atau kasasi ke pengadilan yang lebih tinggi, yang dapat memperlambat proses penyelesaian kasus.

14. Perubahan hakim atau jaksa. Jika terjadi perubahan hakim atau jaksa yang menangani kasus, maka proses penyelesaian kasus mungkin harus dimulai dari awal, yang dapat memperlambat prosesnya.

15. Penangguhan karena alasan lain. Penangguhan karena alasan seperti sakit hakim atau tersangka, atau karena masalah keamanan, juga dapat memperlambat proses penyelesaian suatu kasus.

16. Proses hukum yang lambat. Di beberapa negara, proses hukum mungkin lambat karena faktor-faktor seperti kurangnya hakim atau jaksa yang tersedia, atau karena sistem hukum yang tidak efisien.

17. Adanya upaya-upaya menghalangi penyidikan berupa penghilangan dan perusakan barang bukti membuat proses penyidikan membutuhkan waktu lebih lama. Menghalangi penyidikan atau obstruction of justice yang dilakukan pertama oleh orang-orang tertentu di grupnya actor intelektual.

18. TKP tak terjaga dengan baik, bahkan ada yang hilang, dihilangkan atau sengaja dirusak atau dihapus. TKP jadi kehilangan keasliannya. Penyidik sidik jari hingga laboratorium forensik akan sulit mendapatkan fakta yang sebenarnya bila TKP sudah direkayasa oleh pelaku atau kelompoknya.

19. Kurangnya anggaran penanganan perkara, kurangnya tenaga SDM yang terlatih dalam mendukung penanganan perkara, kurangnya sarana prasarana, serta terdapatnya kendala yang sifatnya teknis. Baik pada proses penyidikan, penuntutan dan eksekusi maupun ekstaminasi dalam upaya hukum luar biasa

20. Kurangnya komitmen dari aparat penegak hukum dan lembaga negara penegak hukum untuk menyelesaikan kasus yang mendapat sorotan publik.

Lalu, bagaimana solusinya?

Pertama, dibutuhkan kualitas SDM yang berkualifikasi tinggi. Hakim dan jaksanya harus hakim dan jaksa yang bagus, berani, berintegritas, dan bersih track record-nya. Apa pun kasusnya, harus tertangani dengan baik, transparan, dibuka seterang-terangnya, dan tuntas. Penyidik harus profesional, independen dan "people trained".

Kedua, adanya kepemimpinan yang kuat di tubuh kepolisian dan kejaksaan. Secara teknis, untuk kasus-kasus tertentu justice collaborator akan jadi kunci, landasan dan sekaligus jalan untuk menetapkan kasus ini sehingga tidak terkesan berlarut-larut dan berbelit-belit.

Ketiga, perlu ada perhatian, dorongan dan pelibatan konstruktir dari masyarakat penegak hukum untuk mengawal kasus-kasus besar, dan memastikan tidak ada preseden negative yang dapat menurunkan kepercayaan publik.

Keempat, daya dukung sistem yang kuat, sistemik dan persisten. Yaitu sistem, kontrol, kebijakan, prasarana dan review yang benar, jelas dan trasnparan.

Sulit, bukan berarti tidak bisa. Selama dilandasi niat baik, tak adanya vested interest, dan persisten untuk cepat menyelesaikan kasus, maka kasus apa pun tak ada yang sulit.

"Dalam masalah kebenaran dan keadilan, tidak ada perbedaan antara masalah besar dan kecil, karena perihal perlakuan terhadap orang semuanya sama." -- Albert Einstein

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun