Mohon tunggu...
Agung Hidayat
Agung Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Orang pinggiran.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

De Luna Llena

16 Mei 2015   05:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:57 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Tapi aku nggak ngerasa ngejengkelin tuh :v ”. Timpal chat dariku lagi.

“Penyakit ngeless kamu masih juga dipelihara ya ,Bar ? :p ”. Ledek Luna dalam chat.

“Eh, eh skype kamu yang dulu itu masih aktif nggak,Lun ?”.

“Masih, napa ?”.

“Kangen denger suara ka...mu” rengekku dalam pesan.

“Sebentar, aku log in dulu”. jawab Luna.

“ Sampun :D”. Luna memberondong chat.

Begitu cekatan Luna membalas tiap chat yang aku kirim, teringat akan jarinya yang lentik ketika sedang mengetik diatas layar,luwes dan lincah. Berbeda dengan jari-jariku besar-besar menyebabkan kerepotan jika harus menekan huruf-huruf di layar handphone, serasa jari tangan kaki adalah jempol kaki semuanya jika harus menulis chat atau membalas pesan.
************
03.16 AM, Selasa 22 April 2014.

Aku coba mendeham dan mengatur nafas, sementara pikirku masih bingung memilih kata yang tepat untuk memulai percakapan dengan Luna, yang jelas aku begitu gugup dini hari ini, mungkin benar artikel yang sering aku baca di internet tentang apa yang terjadi dengan sistem kerja otak anak manusia ketika jatuh cinta, bagaimana reaksi otak ketika melihat orang yang kita cintai dikarena Hormon Dophamine,Testoteron dan sebagian fungsi otak yang lebih dominan menghasilkan cairan, dan itu pula – setahuku – yang menjadi alasan kenapa ketika anak manusia jatuh cinta emosinya begitu campur aduk,mudah gelisah, resah, tiba-tiba merasa bahagia tanpa alasan pasti dan sebagainya.

Percakapan di skype sebenarnya telah tersambung setengah menit lalu, aku mendengar sayup-sayup lagu yang sedang diputar Luna disana, Besame Mucho oleh Cesare Evora, salah satu lagu bahasa Spanyol favoritku.

Dan detik demi detik tetap berlalu, sementara aku belum menemukan kata yang bisa aku jadikan kalimat pembuka percakapan.
“Apa kabar, Lun ?”. Gugup sapaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun