Mohon tunggu...
Agung Ismail
Agung Ismail Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Digital Bandung

ceria di manapun

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kearifan Lokal Bordir Tasikmalaya dalam Mempertahankan Budaya Masyarakat

9 Agustus 2023   14:56 Diperbarui: 9 Agustus 2023   14:58 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kearifan Lokal Bordir Tasikmalaya dalam Mempertahankan Karakter Bangsa di Kalangan Masyarakat

Agung Ismail

10122283

S1-Management  Universitas Teknologi Digital Bandung

Kota Bandung, Indonesia

  • ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan menelaah tentang kearifan lokal bordir Tasikmalaya dalam mempertahankan karakter bangsa di kalangan masyarakat. Kearifan lokal juga harus terimplementasikan dalam kebijakan negara, misalnya dengan menerapkan kebijakan ekonomi yang berasaskan gotongroyong dan kekeluargaan sebagai salah satu wujud kearifan lokal kita. Menggali dan melestarikan berbagai unsur kearifan lokal, tradisi dan pranata lokal, termasuk norma dan adat istiadat yang bermanfaat, dapat berfungsi secara efektif dalam mempertahankan karakter bangsa di kalangan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan merupakan studi literatur, penelitian kualitiatif dan observasi, dengan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan dan juga menelusuri sumber-sumber tulisan yang pernah dibuat sebelumnya. Lalu dengan metode observasi dengan adanya observasi secara langsung ke tempat bordir tersebut. Hasil penelitian; bahwa kerajinan bordir Tasikmalaya, pada awalnya sebagai keterampilan wanita pengisi waktu senggang, kini berubah menjadi kearifan lokal yang bercorak ekonomi kreatif yang adaptif terhadap perkembangan zaman modern. Kerajinan bordir menjadi pilihan komoditas ekonomi unggulan yang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi rakyat Tasikmalaya. Kelembagaan tata niaga kerajinan bordir cukup unik dan sulit ditiru oleh masyarakat luar, karena terjadi bersamaan dengan pendidikan indigenus pada keluarga dan masyarakat pengrajin yang turun menurun.

Kata kunci: Kerajinan Bordir, Kearifan Lokal, Karakter Bangsa

Pendahuluan

Pada zaman sekarang, karakter bangsa masyarakat Indonesia semakin melemah. Karakter bangsa Indonesia yang dikenal dengan sopan santun, suka menolong, ramah dan lainnya semakin terkikis habis. Perlu adanya upaya untuk dapat mempertahankan karakter bangsa masyarakat Indonesia. Salah satu upayanya adalah dengan mempertahankan kearifan lokal yang ada di Indonesia sebagai contoh yaitu kearifan lokal bordir tasikmalaya.

Kearifan lokal sendiri merupakan suatu konsep mengenai gambaran masyarakat yang berasal dari nilai-nilai luhur yang telah membudaya. Dapat diartikan juga sebagai hasil dari proses adaptasi turun temurun dalam waktu yang lama terhadap suatu lingkungan alam tempat tinggal mereka dan menjadi tata nilai kehidupan yang terwarisi antar generasi. Kearifan lokal tercermin dalam setiap aktivitas masyarakat seperti religi, budaya, maupun adat istiadat.

Kenyatan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa masyarakat kota Tasikmalaya kebanyakan hidup dari kerajinan. Bordir atau sulaman adalah salah satu kerajinan hiasan yang dibuat di atas kain atau bahan-bahan lain dengan jarum jahit dan benang. Selain benang, hiasan untuk sulaman atau bordir dapat menggunakan bahan-bahan seperti potongan logam, mutiara, manik-manik, bulu burung, dan payet.

Menurut sumber yang kami kaji, kerajinan bordir di Tasikmalaya pertama kali muncul pada tahun 1925 di Desa Tanjung, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya. Perintisnya adalah seorang wanita bernama Hj. Umayah, yang pernah bekerja di perusahaan luar negeri.

Setelah mempelajari bidang bordir saat bekerja di luar negeri, ia memutuskan keluar dan kembali ke kampung halamannya dan membuka usaha bordir. Ia juga membagikan ilmu tentang bordir yang ia miliki kepada tetangga dan keluarganya.

Kerajinan bordir diwariskan secara turun-temurun. Perkembangan alat bordir pun semakin berkembang. Jika awalnya peralatan yang digunakan untuk membordir adalah pamidangan dan mesin jahit tradisional yang digerakkan dengan bantuan kaki.

Seiring perkembangan teknologi yang semakin canggih, sekarang para perajin bordir sudah banyak yang menggunakan mesin bordir yang menggunakan teknologi komputer sehingga memudahkan proses produksi.

Seni bordir, dalam kaitannya dengan aspek  historis  dan  kultural,  baru-baru  ini mesti  diteliti  lebih  mendalam  dari  aspek identitas  kultural  dalam  ranah  estetik belum  cukup  membahas  seni  bordir dengan  mengaitkannya  pada  aspek transformasi  kultural  secara  sinkronik-diakronik  dan  mendalam.  Itu  artinya, masih ada rumpang kosong yang bisa diisi untuk  mengangkat  kembali  pembahasan mengenai  seni  bordir,  khususnya  di Tasikmalaya, dengan mengaitkannya pada aspek yang dimaksudkan  tadi. Tulisan  ini pada prinsipnya mengangkat permasalahan aspek  identitas  dalam  ranah  estetik  dari seni  bordir  Tasikmalaya,  yang  bertolak dari  berbagai  bentuk  perjalanan  historis perkembangan  kesenian  tersebut  hingga konteks  kekinian  yang  terjadi  dalam konstelasi estetik dan identitasnya.

Pandangan  semacam  ini  berpijak pada  kondisi  faktual  yang  menyertai perkembangan historis  dari seni  bordir di Tasikmalaya  dengan  berbagai  pengaruh kemodernan  yang  melanda  dunia perbordiran. Pengaruh tersebut menyentuh hampir setiap ranah yang berkaitan dengan dunia perbordiran, mulai dari  ragam hias, tema, warna, komposisi, teknik, penamaan, hingga karakteristik daerah produksi bordir masing-masing  daerah.  Dalam  konteks kultural,  seni  bordir  Tasikmalaya  juga telah  bercampur  baur  dengan  berbagai identitas  kebudayaan  –  karena  pengaruh kemodernan – yang jika ditelususri secara mendalam dan tuntas, akan terlihat adanya degradasi  identitas  kultural  dalam  seni bordir  tersebut.  Jika  kita  amati  lebih mendalam  tentang  muncul  dan berkembangnya  seni  bordir  Tasikmalaya, akan  terlihat  adanya  refleksi  estetik  dan identitas  kultural  masyarakat  Priangan pada  umumnya,  dan  masyarakat Tasikmalaya pada khususnya. Akan tetapi, nilai estetik dan identitas yang terkandung di  seni  bordir  Tasikmalaya  telah mengalami  transformasi  kultural  secara diakronik-sinkronik, seiring dengan adanya proses  asimilasi,  akulturasi,  enkulturasi, negasi,  sekaligus  adopsi  dengan  berbagai kebudayaan  baru  yang  dianggap  lebih modern dan kekinian. 

Berdasarkan  uraian  di atas,  industri kreatif  seni  bordir  sangat  menarik  untuk diteliti  karena  dalam  seni  bordir  ini mencerminkan  keunikan-keunikan  khas Tasikmalaya  sehingga  menjadi  identitas masyarakat  berupa  corak/motif  yang terdapat pada  seni bordir.  Seni  bordir ini perlu  diteliti  karena  memiliki  tiga  unsur penting,  yaitu  identitas,  perlunya regenarasi  dan  pencatatan (pendokumentasian) yang akan diwariskan pada  generasi  berikutnya.  Adapun  pokok masalah yang diteliti  dalam penelitian  ini adalah (i) regenerasi seni dari generasi tua ke  generasi  muda,  (ii)  penyebaran  atau promosi  produk  seni  budaya  bordir,  (iii) pelestarian  budaya  trasidional  khas  seni bordir Tasikmalaya.

Pembuatan kerancang atau pola seni bordir  memerlukan tingkat  kesabaran dan ketelatenan  yang  sangat  tinggi,  karena pembuatannya masih  menggunakan mesin kejek,  yaitu  mesin  konvesional  yang dioperasikan  secara  manual  dan digerakkan  dengan  menggunakan  kaki sehingga membutuhkan  waktu yang  lebih lama karena prosesnya  yang sangat  rumit dan  mendetail.  Hasil  akhir  dari pengguanan mesin kejek  yaitu seni  bordir tampak sangat  halus,  rekat, cantik,  detail, dan  memuaskan.  Akibatnya,  seni  bordir yang menggunakan  mesin kejek  harganya lebih  mahal  daripada  yang  menggunakan mesin modern (mesin nonkejek). 

Dalam  kaitannya  dengan  proses pewarisan  keterampilan  berbasis  kearifan lokal  yang  ada  di  Tasikmalaya,  hampir seluruhnya  didapatkan  dari  proses regenerasi turun-temurun dari generasi tua kepada  generasi  muda.  Selain  itu, keterampilan  ini  didapatkan  juga  dari proses transfer pengetahuan dari tetangga, keluarga, dan/atau dari masyarakat melalui pendidikan  informal,  yaitu  pendidikan yang tidak terlembagakan – dalam konteks kultural  sering  dipahami  sebagai  proses transfer  pengetahuan  melalui  pendidikan indeginius.  Proses  ini  berlangsung  sudah sangat  lama,  bahkan  berlangsung  sejak kearifan  lokal  ini  lahir  dan  berkembang. Praktis,  jika kita  amati,  peran pendidikan formal  atau  pendidikan  terlembagakan hampir  tidak  ada  sama  sekali.  Dalam realitanya, pendidikan formal semacam itu biasanya hanya mengajarkan keterampilan berbasis  modern,  seperti  keterampilan mengoperasikan  piranti  komputer, keterampilan  menjahit,  tata  rias, keterampilan  membuat  kue,  dan keterampilan-keterampilan  lainnya  yang ada  pada  jurusan  di  sekolah-sekolah menengah kejuruan. 

Proses regenerasi melalui pendidikan indeginius  ini  menjadi  penting  dalam proses penjagaan dan pelestarian kekayaan intelektual  berbasis  kearifan  lokal  di wilayah mana pun (Irwan, 2006). Kondisi ini akan menjadi dilema jika dalam proses regenerasinya,  minim  sumbangsih  dari pihak-pihak  terkait,  seperti  praktisi kerajinan  berbasis  kearifan  lokal,  para perajin,  pemerintah  daerah,  dan sebagainya.  Minimnya  kesadaran  kultural dari para praktisi kerajinan, misalnya, tentu akan  berdampak  pada  kurangnya  proses regenerasi  dari  generasi  tua  kepada generasi  muda.  Oleh  sebab  itu,  posisi kesadaran  kultural  dan  kepekaan  nalar untuk  menjaga dan  melestarikan  kearifan lokal menjadi penting adanya. Apabila hal itu  diabaikan,  maka  proses  pelestarian keterampilan berbasis  kearifan lokal  akan terhambat. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan  Gunardi (2014:  330)  bahwa pada  saat  ini  pemertahanan  kehidupan budaya  dan  tradisi  masyarakat  Sunda sedikit demi sedikit mulai termarginalkan. Dalam  kondisi  demikian,  peran  peneliti budaya pun  tidak kalah  pentingnya dalam proses  pelestarian  dan  pendokumentasian budaya  lokal  yang  ada  di  suatu  wilayah tertentu. Hal ini seperti yang  disampaikan Wikandia  (2016:  59)  bahwa  penelitian secara  tidak  langsung  telah  membantu pelestarian budaya lokal.

Dalam  tinjauan  historis,  sebetulnya proses  regenerasi  melalui  pendidikan indeginius sudah  berlangsung sejak  lama, dan  menjadi  keunggulan  masyarakat kultural  yang  sudah  melembaga.  Sebagai contoh,  dalam  praktik  ekonomi  berbasis kearifan  lokal,  sudah  ada  praktik manajemen  dalam  pengelolaan  produk, mulai dari  manejeman produksi oleh para perajin,  manajemen  distribusi  oleh  para pengedar  atau  pengepul,  manajeman pemasaran  produk,  baik  melalui  sentra maupun  melalui  pasar  lokal,  nasional, bahkan ekspor ke mancanegara. Meskipun demikian,  praktik  manajemen  yang  ada masih sederhana dan realtif mengandalkan potensi  yang  ada  di  antara  mereka.  Jika praktik manajemen  ekonomi ini  diseriusi, akan berdampak pada peningkatan kualitas dan kuantitas produk.

Berdasarkan hal  tersebut, berkenaan dengan  bordir  Tasikmalaya  dalam konstelasi  dunia  perbordiran  sebagai konsekuensi  logis  dari  adanya persinggungan  budaya  dalam  ranah kesenian,  maka  kesenian  dalam  hal  ini dipahami sebagai  bagian yang  terintegrasi secara  fungsional  dan  kejiwaan  dalam kebudayaan  yang  didukung  oleh masyarakat  tertentu,  dalam  hal  ini masyarakat Sunda (Rohidi, 2000: 2). Oleh karena  itu,  dapat  dipahami  pula  bahwa setiap  masyarakat  tertentu  baik  sadar maupun  tidak,  menempatkan  kesenian sebagai  ungkapan  dan  pernyataan  rasa estetik  yang  sejalan  dengan  pandangan, aspirasi, kebutuhan, gagasan-gagasan yang mendominasinya.

Atas  dasar  tersebut,  mesti  adanya penelitian  yang  mendalam,  terintegrasi, dan  komprehensif  tentang  seni  bordir Tasikmalaya dilihat dari aspek estetik dan identitas,  guna  memosisikan  keberadaan budaya  Sunda  di  dalam  historiografi kultural, khususnya dalam konstelasi dunia perbordiran. Identitas kultural  Sunda, jika ditinjau  dari  terminologi  dan  estetik, diharapkan  mampu  termanifestasi  dalam seni bordir Tasikmalaya sebagai konstelasi estetik  dan  identitas  budaya  masyarakat Sunda di Priangan Timur pada  umumnya, dan di Tasikmalaya pada khususnya, karena bordir di Tasikmalaya ini yang paling diminati orang banyak baik lokal maupun global hingga mancanegara.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.  Penelitian  ini  bertujuan  untuk mengungkap fakta, keadaan, dan feomena-fenomena  kultural  yang  terjadi  ketika penelitian  berlangsung,  dan  fakta-fakta tersebut  disajikan  apa  adanya  sehingga penelitian  ini  juga  merupakan  penelitian kualitatif yang disajikan secara  deskriptif. Data  deskriptif  adalah  data  yang  berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dimana yang jadi acuan dalam penilitan ini berupa fenomena yang sudah kadang orang lain tidak memafaatkannya dengan baik.

Selain  itu,  penelitian  ini  juga menggunakan  pendekatan  etnografi. Dinyatakan  bahwa etnografi merupakan satu di  antara istilah yang  merujuk  pada  penelitian  kualitatif. Etnografi  diartikan  sebagai  usaha mendeskripsikan  kebudayaan  dan  aspek-aspeknya dengan mempertimbangkan latar belakang permasalahan secara menyeluruh. Etnografi  sebagai  bentuk  penelitian memiliki  beberapa  karakteristik,  yaitu sebagai berikut: 

a. selalu  menekankan  pada  penggalian alamiah fenomena sosial yang khusus;
b. memiliki  data  yang  terstruktur  dan rancangan  penelitiannya  bersifat terbuka;  
c. dalam  melakukan  penelitian,  peneliti bertindak  sebagai  instrumen  yang berupaya  menggali  data  yang dibutuhkan  terkait  dengan  fokus penelitian;
d. kasus  yang  diteliti  cenderung  sedikit atau  bahkan  hanya  satu  kasus  yang kemudian dikaji secara mendalam;  
e. analisis data tentang makna dan fungsi perilaku  manusia  ditafsirkan  secara eksplisit  dalam  bentuk  deskripsi  dan penjelasan verbal;
f. etnografi  tidak  menggunakan  analisis statistik,  tetapi  tidak  berarti  menolak data yang berupa angka-angka.

Dengan  menggunakan  metode etnografi,  dapat  diungkapkan  fakta kebudayaan  masyarakat  di  Kabupaten Tasikmalaya. Kebudayaan  yang dimaksud dalam  penelitian  ini  adalah  kesenian tradisional  kerajinan  bordir  secara mendalam.  Analisis  data  dilakukan  sejak tahap  pengumpulan  data  dan  secara bertahap  terus  dilakukan  hingga  akhir penelitian.  Akhir  penelitian  ditentukan sepenuhnya  oleh  peneliti.  Hal  ini disebabkan oleh penelitian etnografi dapat mengungkapkan  hasil  penelitian kebudayaan  yang  sempurna  dan komprehensif.

Teknik  pengumpulan  data  dilakukan dengan  observasi  dan  depth  interview. Hasil  penelitian  berupa  sekumpulan informasi  dan  temuan  yang  disusun berdasarkan  fokus  penelitian, dikelompokkan,  dihubungkan  antara informasi  yang  satu  dengan  informasi lainnya, kemudian diberi pemaknaan.   Lokasi penelitian yaitu Tasikmalaya, khususnya  di  sentra-sentra  kerajinan bordir. Data dijaring menggunakan metode observasi,  yaitu  dengan  melakukan pengamatan  secara  langsung  ke  objek penelitian  untuk  melihat  dan  mengamati dari  dekat  kegiatan  dan  praktik  kultural. Selain  itu,  data  juga dijaring dengan cara melakukan pencatatan secara teliti, dan langsung datang ke lokasi penelitian yang  berkenaan dengan  produk kerajinan bordir di Tasikmalaya. Observasi juga  dilakukan  dengan mendatangi lokasi yang  menjadi  tempat  penelitian  dan mencari  sumber,  yaitu  untuk  mengetahui latar belakang keberadaan kerajinan bordir di  Tasikmalaya,  proses  pembuatannya, mengetahui tentang motif dan jenis, warna dan  produk  kerajinan  bordir  di Tasikmalaya.

Metode yang kami gunakan selanjutnya adalah metode studi literatur, yaitu metode dengan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan dan juga menelusuri sumber-sumber tulisan yang pernah dibuat sebelumnya. Dengan kata lain, istilah Studi Literatur ini juga sangat familiar dengan sebutan studi pustaka. Dalam sebuah penelitian yang akan dijalankan, tentunya seorang peneliti harus memiliki wawasan yang luas terkait objek yang akan diteliti. Jika tidak, maka dapat dipastikan dalam presentasi yang besar bahwa penelitian tersebut akan gagal.

Hasil dan Bahasan

Apa itu Bordir Tasikmalaya?

Bordir atau sulaman adalah hiasan yang dibuat di atas kain atau bahan-bahan lain dengan jarum jahit dan benang. Selain benang, hiasan untuk sulaman atau bordir dapat menggunakan bahan-bahan seperti potongan logam, mutiara, manik-manik, bulu burung, payet hingga ke sutra paris.

Menurut salah satu sumber, kerajinan bordir di Tasikmalaya pertama kali muncul pada tahun 1925 di Desa Tanjung, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya. Perintisnya adalah seorang wanita bernama Hj. Umayah binti H. Musa yang pada tahun sebelumnya bekerja di perusahaan kebangsaan Amerika, Singer. Hj. Umayah, setelah menguasai bidang bordiran saat di Singer, ia keluar dan kembali ke Desa Tanjung, dan membuka usaha kecil-kecilan dengan menerima pesanan bordiran baik dari Tasikmalaya maupun daerah lain seperti Jakarta.

Setelah mempelajari bidang bordir saat bekerja di luar negeri, ia memutuskan keluar dan kembali ke kampung halamannya dan membuka usaha bordir. Ia juga membagikan ilmu tentang bordir yang ia miliki kepada tetangga dan keluarganya. Karena dinilai punya prospek yangmenjanjikan, setelah Hj. Umayah wafat, usaha ini diteruskan keluarganya antara lain, Rosad, H. Sarbeni, dan H. Zarkasie. Dari situlah ,usaha bordir berkembang cepat tidak hanya di Desa Kawalu saja, taetapi juga menyebar ke daerah lain, seperti Sukaraja, Tanjungjaya, Singaparna, Sukarame, Cibalong, Cikatomas, dan daerah lainnya. Setelah menyebar, perajin bordir tidak hanya menerima pesanan barang saja, tapi juga dikembangkan dengan cara dijual langsung diwilayah luar Tasikmalaya, seperti di Tanah Abang Jakarta, Tegal Gubuk, Cirebon, dan Solo serta Surabaya. Melalui para pengusaha itulah, nama bordir Tasik semakin terkenal. Apalagi setelah bordir merajai Pasar Tanah Abang.

Kerajinan bordir diwariskan secara turun-temurun. Perkembangan alat bordir pun semakin berkembang. Jika awalnya peralatan yang digunakan untuk membordir adalah pamidangan dan mesin jahit tradisional yang digerakkan dengan bantuan kaki yang harus di desain terlebih dahulu menggunakan desain tinta hitam atau putih supaya bisa melakukan bordiran dengan hasil yang bagus dan sempurna hingga bantuan mesin bordir yang hanya mendesain dan menunggu sesuai dengan waktu desainnya.

Seiring perkembangan teknologi yang semakin canggih, sekarang para perajin bordir sudah banyak yang menggunakan mesin bordir yang menggunakan teknologi komputer sehingga memudahkan proses produksi. Bukan lagi perajin bordir sekarang menggunakan tangan sendiri melainkan mendesain dalam mesin bordir yang sudah ada di zaman sekarang, orang-orang sering menyebutnya dengan mesin komputeran.

Kabupaten  Tasikmalaya  merupakan satu  di  antara  kabupaten  yang  berada  di wilayah Priangan Timur Jawa Barat  yang masyarakatnya  masih  menjaga  kesenian tradisional yang ada  di daerahnya  beserta nilai-nilai  yang  terkandung  di  dalamnya diantaranya bordir. Kabupaten  Tasikmalaya  berbatasan langsung  dengan  Kabupaten  Majalengka dan  Kota  Tasikmalaya  di  sebelah  utara, Samudera  Hindia  di  sebelah  selatan, Kabupaten  Ciamis  dan  Kabupaten Pangandaran  di  sebelah  timur,  dan Kabupaten Garut di sebelah barat. Terletak di  sebelah  tenggara di  wilayah  Priangan, Kabupaten  Tasikmalaya  dinilai  sebagai kabupaten  paling  besar  dan  sangat berperan  dalam  mengembangkan  potensi kesenian  yang  ada  di  Priangan  Timur. Sebagian  besar  wilayah  kabupaten  ini merupakan  daerah  hijau,  terutama pertanian  dan  kehutanan  sehingga  petani menjadi penduduk mayoritas di kabupaten tersebut. Lokasinya yang berada di bagian Jawa Barat, Kabupaten Tasikmalaya masih menjaga  nilai-nilai  kesundaan  yang terkandung  di  dalam  bahasa  dan budayanya.  Satu  di  antara  yang  menjadi titik  perhatian  dari  Tasikmalaya  adalah kesenian  kerajinan.  Tingkat  kreativitas masyarakat  Tasikmalaya  yang  dinilai cukup  tinggi  menjadikan  kabupaten  ini menjadi  satu  di  antara  daerah  penghasil kerajinan terbesar di wilayah Jawa Barat. Anak muda dari awal mula adanya pengrajin bordir sampai saat ini masih menekuni sebagian besar dari leluhur dahulu hingga saat ini.

Tasikmalaya  merupakan  satu  di antara  wilayah  yang  terus  maju  dan berkembang  melakukan  serangkaian pembangunan dari masa ke masa, sehingga banyak  investor  yang  ingin  membangun Tasikmalaya karena potensi yang ada dan orang-orangnya sangat tekun pada pekerjaannya pada wilayah  tersebut.  Dalam  konteks perekonomian  masyarakat,  Tasikmalaya menjadi satu di antara wilayah Jawa Barat, khususnya  Priangan  Timur,  yang mengalami  perkembangan  yang  sangat pesat. Namun, di sisi yang lain, maraknya pembangunan  kawasan  perdagangan  dan industri,  serta  fasilitas  perumahan  yang terus  berlanjut  telah memberikan  dampak yang  cukup  signifikan  terhadap berkurangnya lahan hijau di Tasikmalaya.

Dalam konteks  kesenian tradisional, masyarakat  di  Kabupaten  Tasikmalaya masih  menjaga  kesenian-kesenian tradisional  beserta  nilai-nilai  yang terkandung di dalamnya. Kondisi ini secara tidak langsung  telah menyebabkan  proses regenerasi pengetahuan seputar kesenian di kabupaten  ini masih  terjaga  dengan baik dengan kuutuhan karya yang sangat bagus dan sempurna. Adanya  regenerasi  pengetahuan  dari generasi  tua  ke  generasi  muda  menjadi faktor  penentu  eksistensi  kesenian  di Kabupaten  Tasikmalaya.  Jika  dipetakan, terdapat  banyak  kesenian  yang  ada  di Kabupaten  Tasikmalaya  yang  tersebar  di kecamatan-kecamatan  yang  ada  di kabupaten  ini.  Kesenian  yang  paling menonjol  dari  Tasikmalaya  adalah kesenian yang  berkaitan dengan  kerajinan tangan  tradisional.  Akan  tetapi,  pada penelitian  ini  akan  dibatasi  hanya  pada kesenian  yang  ikonik  di  Kabupaten Tasikmalaya,  yaitu  kerajinan  tangan tradisional bordir. Kesenian ini setidaknya akan mewakili eksistensi seni tradisional di Kabupaten Tasikmalaya. Hingga saat ini pengrajin bordir sudah meluas menyebar hingga ke kota-kota diantaranya Jakarta.

Kecamatan  Karangnunggal  merupakan satu  di  antara  kecamatan  yang  ada  di Kabupaten Tasikmalaya  yang  memiliki  karakteristik tersendiri  yang  berbeda  dengan  wilayah dan  daerah  lainnya,  khususnya  pada keragaman  dan  pola  persebaran  kultural dan  kerajinan  tangan  yang  ada  di dalamnya.  Berdasarkan  pada  pengamatan awal  peneliti,  di  Kecamatan  Karangnunggal terdapat  berbagai  macam  kesenian tradisional  ikonik  yang  tersebar  dan memusat di hampir seluruh desa yang ada di  kecamatan  tersebut.  Keberadaan kesenian-kesenian tersebut merupakan satu di  antara  kekayaan  intelektual  kultural yang  mesti  terus  dijaga  dan  dilestarikan keberadaannya.  Atas  berbagai  kondisi tersebut,  perlu  kiranya  memaparkan  dan menjelaskan  secara  komprehensif  satu  di antara kesenian tradisional ikonik yang ada di  Kecamatan  Karangnunggal, Tasikmalaya  yaitu  kesenian tradisional kerajinan tangan bordir Tasikmalaya baik yang manual dengan menggunakan pahatan dihiasi solder maupun yang modern dengan mesin bordir dan komputer.

Seni Bordir Tasikmalaya dalam Tinjauan Historis

 

Faktor umum terjadinya perubahan kerajinan tangan di Tasikmalaya adalah adanya perubahan pola pikir dan pola sikap kultural yang ada pada masyarakat pendukungnya.  Perubahan pola pikir dan pola sikap kultural ini  secara  tidak langsung  telah  memengaruhi perkembangan  kerajinan  tradisional  yang ada  di  Tasikmalaya.  Dewasa  ini, masyarakat  daerah,  pasca-adanya  silang kultural dan komunikasi antarbudaya, telah menyebabkan adanya perubahan pola pikir masyarakat  daerah  tersebut.  Selain  itu, ditambah dengan adanya gempuran budaya  dari  luar  yang  sedikit-banyaknya memengaruhi juga resistensi kultural yang ada  pada  masyarakat  di  suatu  wilayah tersebut.

Faktor umum yang ada ini kemudian menjadi penyebab juga  adanya perubahan yang ada pada internal kesenian tradisional itu  sendiri.  Faktor  umum  ini  tidak  bisa dilepaskan  dengan  faktor  khusus,  berupa perubahan  pada  kerajinan  tradisional  itu sendiri  yang  pada  masanya  nanti perubahan-perubahan  tersebut menimbulkan  adanya  kreativitas  baru untuk  menghasilkan  bentuk-bentuk  baru dari kerajinan tradisional tersebut.

Dalam  konteks  historis, Asal mula sulaman dapat berasal dari zaman Cro-Magnon atau 30.000 SM. Selama penemuan arkeologi baru-baru ini, ditemukan sisa-sisa fosil dari pakaian, sepatu bot, dan topi yang dijahit dengan tangan dan dihias. Selama tahun 1100-an, mutiara biji yang lebih kecil dijahit di atas vellum untuk menghias benda-benda religius dan dari tahun 1200-an sampai manik-manik 1300 disulam ke pakaian. Pada 1500 A.D., sulaman menjadi lebih mewah di Eropa, serta wilayah lain di dunia. Dari periode ini hingga tahun 1700-an, sulaman benang dan manik-manik yang rumit mendapatkan popularitas. Bordir manik-manik dapat ditemukan di keranjang layette, gaun pengadilan, perabot rumah tangga, dan banyak item lainnya.  Proses yang digunakan untuk menjahit, menambal, memperbaiki dan memperkuat kain kemudian mendorong perkembangan teknik menjahit, dan kemungkinan dekoratif menjahit mengarah pada seni menyulam. Sulaman benang jahitan tangan yang rumit mulai menyusut seiring dengan era mesin 1800-an ketika seni menjahit dan karya wol Berlin muncul di tempat itu. Pekerjaan wol Berlin, sulaman benang kanvas, populer hingga tahun 1870-an hanya untuk digantikan dalam popularitas dengan jahitan silang yang dihitung pada tahun 1880-an, menggunakan kanvas bertautan persegi dengan desain benang jahitan demi jahitan. Dengan diperkenalkannya pola cetak dalam warna, kebutuhan untuk menghitung setiap tusukan telah terlewati dalam banyak kasus. Meskipun sulaman benang tangan yang rumit mulai memudar dalam popularitas, sulaman manik-manik mulai masa jayanya bersama dengan jahitan sulaman baru di tahun 1800-an. Kain dan benang yang digunakan dalam sulaman tradisional berbeda-beda di setiap tempat. Wol, linen, dan sutra telah digunakan selama ribuan tahun untuk kain dan benang. Saat ini, benang bordir diproduksi dari katun, rayon, dan benang baru serta wol tradisional, linen, dan sutra. Sulaman pita menggunakan pita sempit dari sutra atau pita sutra / organza campuran, paling sering untuk membuat motif bunga.

Produk bordir  Tasikmalaya  sudah  sejak  lama dikenal. Sasaran pasar bordir Tasikmalaya tidak  hanya  lingkup  nasional,  melainkan juga  sudah  sampai  ke  lingkup mancanegara.  Bidang  usaha  bordir  di Tasikmalaya tercatat dapat menyerap tidak kurang  dari  31.325  orang  yang  tersebar pada  2.728  unit  usaha.  Bordir  memang sudah  menjadi  komoditas  industri perdagangan  ternama  di  Tasikmalaya, bahkan  jika  dikaitkan  dengan  potensi pariwisata,  bordir  Tasikmalaya  sudah layak  menjadi  satu  di  antara  daya  tarik  wisata. Itulah sebabnya  mengapa  pasar  bordir  di  era sekarang  sudah  begitu  terbuka,  bahkan cakupannya  sudah  sampai  ke mancanegara.

Seiring  dengan  perkembangannya, dan  semakin  besarnya  perhatian pemerintah  daerah  Tasikmalaya  untuk memberdayakan  dan  mengembangkan industri kerajinan bordir, pada saat itu pula industri  yang dihimpun  oleh Hj.  Umayah mulai  mengalami  perkembangan  yang cukup pesat dan signifikan. Faktor penentu dari  kemajuan  industri  ini  tidak  bisa dilepaskan  dari aspek  kebijakan  ekonomi harga dengan tetap memperhatikan kualitas produk dan melihat generasi ke generasi selanjutnya yang sampai saat ini terus di lestarikan. Saat ini bordir yang dihimpun oleh Hj. Umayah itu berkembang hingga mancanegara bahkan di Tanah Abang sudah terkenal bordir Tasikmalaya.

Kerajinan Bordir Tasikmalaya dalam Konstelasi Estetik dan Identitas Kultural   

Kain  bordir  Tasik  adalah  serapan dari  kebudayaan  Cina.  Namun  berkat tangan  terampil  dan  ulet,  terciptalah produk berupa kerudung, kebaya, mukena, tunik, selendang, blus, rok,  sprei, kebaya, sarung  bantal,  taplak  meja,  baju  gamis, baju  koko,  kopiah  haji,  hingga  busana sehari-hari  dihiasi  dengan  bordir  yang menarik. Bordir  itu  sendiri  secara etimologis bermakna hiasan rajutan benang yang  bermediakan  kain.  Oleh  sebab  itu, medium  utama  dalam  kerajinan  bordir adalah kain dan benang rajutan.

 

Berbagai macam kain bordir dari awal sampai sekarang mulai dari sisa-sisa fosil hingga bordir menggunakan mesin komputer yang berbentuk persegi panjang, mulanya kain dengan berbagai macam perkembangan yang ada. Ada dari kain katun, rayon, sutra, plisket, bali, paris, dan yang lainnya.

Latar belakang kultural Tasikmalaya yang identik dengan nuansa religi, sedikit-banyaknya  telah  berpengaruh  terhadap pembuatan motif dan jenis bordir. Kondisi ini  tidak  heran,  karena  secara  kultural, Tasikmalaya dikenal dengan sebutan Kota Santri,  sehingga  nilai-nilai  religiositas masih  terjaga  dengan  baik,  bahkan memengaruhi  aspek  kultural  lainnya, seperti  kesenian,  kerajinan  tangan,  dan sebagainya. 

Meskipun  demikian,  masyarakat Tasikmalaya,  khususnya  para  praktisi kerajinan bordir, menyadari ada pengaruh kultural lainnya yang identik dengan aspek ekonomis,  yaitu  permintaan  pasar  yang begitu tinggi akan penyediaan bordir. Oleh karena  itu,  selain  memproduksi  barang-barang yang identik dengan nuansa  religi, para  perajin  bordir  Tasikmalaya  juga memproduksi bordir berupa kebaya, tunik, selendang, blus, rok,  sprei, sarung  bantal, dan taplak meja hingga ke mukena yang dominan masyarakat Indonesia beragama Islam, barang-barang yang di bordir tadi tidak hanya di produksi di Tasikmalaya tapi sekarang sudah di produksi di kota- kota terbesar yang ada di Indonesia.

Dari fakta kultural tersebut, terlihat jelas  latar  belakang  kultural  yang memengaruhi  lahir  dan  berkembangnya kerajinan  bordir  di  Tasikmalaya,  yaitu kondisi  kultural  yang  identik  dengan nuansa religi. Hal  itu pun  yang  terjadi  pada  kerajinan  bordir Tasikmalaya,  yaitu  adanya  perubahan identitas  kultural  dari  kultur  yang bernuansa  religi  menuju  kultur  yang bersifat  global  dan  umum.  Inilah  yang dimaksud,  bahwa  hampir  di  setiap perubahan  zaman  dan  era,  akan  selalu disertai  dengan  perubahan  identitas kultural,  baik  perubahan  yang  parsial maupun perubahan yang komprehensif dan komunal.

Sejarah pun membuktikan, selalu  ada tarik  ulur antara tradisional  dan  modernisasi.  Gejala dualisme  kerangka  pikir  ini  pun  terjadi pada kerajinan bordir Tasikmalaya dengan adanya  pembauran  identitas  estetik  yang menggabungkan  estetik  tradisional  dan estetik modern.

                         

        

mukena-hijau-64d3446e4addee0ddc62ba04.jpg
mukena-hijau-64d3446e4addee0ddc62ba04.jpg
                

Kain yang di bordir diatas ini merupakan hasil dari bordiran pakai tangan dan kaki dimulai dari gambar pertama hingga gampar ke empat, gambar pertama itu kabaya yang di anyam dengan bordiran dan di estetikannya dengan solderan di desain yang tertentu sehingga memunculkan estetika yang bagus dan sempurna, gambar yang kedua menggambarkan kerudung yang di depannya di desain dengan bordiran yang dianyam dengan mesin bordir bantuan kaki dan tangan, gambar yang ketiga menggambarkan peci yang di desain sisinya menyerupai bintik-bintik batik hingga di bordir dengan bantuan kaki dan tangan, peci ini di balut biasanya dengan spone supaya bisa dipakai sesuai dengan ukuran orang yang akan memakainya, yang terakhir ke empat menggambarkan mukena yang di bordir di bagian bawahan dan atasan, mukena ini dari awal adanya pengrajin mukena sampai saat ini membludak sampai ratusan kodi yang ke order baik dari warga Indonesia maupun luar negeri. Mukena dengan berbagai macam bentuk dan motif berawal dari motif dengan kain katun, rayon, plisket hingga paris bali dengan di hiasi renda-renda yang unik.

 

Upaya Pelestarian Seni Bordir Tasikmalaya 

 

Sesuai dengan keputusan Walikota Tasikmalaya menuturkan Peraturan Walikota tentang Pelestarian, Perlindungan dan Pengembangan Seni Budaya di Kota Tasikmalaya; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4117). Sebagai satu di antara kerajinan tangan tradisional ikonik  Kabupaten Tasikmalaya,  seni  bordir  Tasikmalaya harus  terus  dijaga  dan  dilestarikan. Keberadannya  sebagai  aset  intelektual yang  berhubungan  dengan  pengetahuan tradisional,  kerajinan  tangan  ini  sedikit-banyaknya telah  memberikan sumbangsih kultural  dalam  meningkatkan  daya  tarik wisata  (khususnya  dalam  hal  penyediaan suvenir),  ekonomis,  dan  kultural  di Kabupaten Tasikmalaya.

Akan tetapi, fakta di lapangan terungkap bahwa regenerasi perajin seni bordir Tasikmalaya mengalami kendala.  Hal ini tampak bahwa generasi penerus (putra-putri  dari  perajin) tidak/kurang tertarik untuk mengikuti jejak orang  tuanya sebagai  perajin  seni  bordir. Lain halnya dengan pengusaha seni bordir yang  pada  umumnya  putra-putrinya (generasi  penerus)  sangat  berminat  untuk melanjutkan perusahaan orang tuanya.

Seni  kerajinan  tangan  bordir Tasikmalaya  merupakan  bentuk-bentuk manifestasi  dari  kebudayaan,  maka keberadaannya  dituntut  untuk  senantiasa berubah,  berkembang,  dan  menyesuaikan dengan  perkembangan  pola  pikir  atau pandangan  masyarakat  pendukunganya. Dalam  kaitannya  dengan  hal  ini,  para praktisi,  baik  itu  pada  perajin,  pemasar, dan penikmat  seni menjadi fondasi utama dalam penjagaan  dan pelestarian  kesenian bordir yang ada di Tasikmalaya.

Oleh  karena  itu,  seni  bordir dapat dilestarikan dengan cara,  yaitu  sebagai berikut: 

(a)  adanya  pembinaan  sedini mungkin  (usia  SD) memperkenalkan seni leluhur  ini  kepada  generasi  penerus; 

(b) adanya  peran  pemerintah  berupa peningkatan  fasilitas  (peningkatan kesejahteraan untuk  perajin, mendapatkan peluang  modal  yang  mudah,  adanya pelatihan  dan  workshop,  dan  membantu memasarkan).

Dalam  konteks  pembinaan  sedini mungkin,  mesti  ada  upaya  serius  dari berbagai  pihak,  khususnya  para  praktisi yang  berkecimpung  di  dunia  kerajinan tangan  untuk berlapang  hati mengajarkan kompetensi  pembuatan  seni  bordir Tasikmalaya  kepada  generasi-generasi muda di lingkungan  Tasikmalaya. Pembinaan ini muncul dari berbagai karakter mulanya dari orang yang turun temurun keluarganya hingga ada yang kursus untuk melakukan bordiran tersebut.

Hal ini menjadi vital adanya, karena pemertahanan seni  dan pelestarian  seni mesti  dilakukan dengan adanya pewarisan kompetensi dari generasi tua kepada generasi muda. Selain itu,  bukan  hanya  mengajarkannya,  tetapi mesti  ada  upaya  motivasi  yang  bersifat kultural  kepada  generasi  muda  agar  mau mempelajari kompetensi kultural tersebut.

Kesimpulan

Atas  dasar  uraian  lengkap  di  atas, simpulan  yang  didapat  adalah  sebagai berikut: (a) Latar kultural yang mengawali lahir  dan  berkembangan  kerajinan  bordir Tasikmalaya  adalah  kondisi  kultural Tasikmalaya  yang  identik  dengan  aspek religi,  meskipun  seiring  perkembangan zaman  terdapat  perubahan  identitas kultural  yang  terjadi  pada  perkembangan kerajinan bordir Tasikmalaya. Hal ini bisa dijadikan refleksi  dalam konstelasi  estetik dan  identitas  masyarakat  Tasikmalaya dengan  identitas  kultural  Sundanya.  (b) Perkembangan kerajinan bordir Tasikmalaya telah mengalami perluasan ke arah  dimensi  pemaknaan,  tujuan,  hingga pengaruh  estetika  modern,  pada masanya nanti  telah  berpengaruh  pada  adanya bauran  estetik  antara  estetika  tradisional dan estetika modern. Sudah berbeda zaman dengan yang dulu mulanya melakukan bordir dengan tangan manusia itu sendiri hingga saat ini berbeda keadaan dalam melakukan bordir bisa menggunakan mesin komputer dimana orang yang akan bordiran hanya mendesain kain yang akan di bordir lalu dibiarkan sesuai dengan desain yang di pilih.

Bordiran di Tasikmalaya dari awal Hj. Umayah binti H. Musa sampai zaman generasi Z ini sudah membludak keluar hingga jutaan produk yang sudah keluar, berkat beliau Tasikmalaya sudah menjadi khas dari daerahnya sehingga mempopulerkannya di kancah dunia, karya ini juga mendapatkan sertifikat dari kementrian pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi dengan kategori  warisan budaya takbenda (WBTb) di provinsi Jawa Barat pada tanggal 15 Desember 2021.

Perkembangan sistem pengrajin bordir dari awal mulanya di pahat dan di anyam ini sudah berkembang menjadi mesin bordir dengan bantuan kaki dan mesin komputer yang hanya mendesain motif sehigga pengrajin tidak mengeluarkan tenaga yang lebih, Alhmadulillah berkat dari Hj Umayah ini pusat bordir ada di Tasikmalaya baik di Kabupaten maupun Kota.

Acknowledge

 

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami selaku penulis dapat menyelesaikan tugas artikel yang berjudul “Kearifan Lokal Bordir Tasikmalaya dalam Mempertahankan Karakter Bangsa di Kalangan Masyarakat”.

Artikel disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Alwi Al Haddad,S.H.,M.H.  selaku dosen pengampu Mata Kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan yang telah memberika bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan artikel ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini, para penulis artikel, jurnal, serta literatur lain yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan artikel ini melalui tulisan – tulisan yang telah dibuat sebagai sumber rujukan penulisan artikel ini dibuat.

Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada teman – teman yang telah memberikan dukungan, saran, serta masukan – masukan yang dapat membangun untuk terselesaikannya artikel ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Daftar Pustaka

 

1. Jurnal

Yus Darusman. 2016. “Kearifan Lokal Kerajinan Bordir Tasikmalaya”, dalam jurnal

                           https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jne/article/view/6556/5187

Agus Nero, Kunto Sofianto, Maman Sutirman, dan Dadang Suganda. 2019. “Seni Bordir    Tasikmalaya dalam Konstelasi Estetik dan Identitas”, dalam jurnal               https://www.researchgate.net/publication/335236021_SENI_BORDIR_TASIKMALAYA_DALAM_KONSTELASI_ESTETIK_DAN_IDENTITAS

 

 

 

2. Website

Anonim, “Pengertian Kearifan Lokal”, diakses dari laman            
                 https://www.google.com/amp/s/www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/pengertian-    
                 kearifan-lokal-menurut-para-ahli-10786/amp/

Anonim, “Bordir Tasik”, diakses dari laman
                 https://www.google.com/amp/s/tasik.ayoindonesia.com/info-priangan/amp/pr-
                 33854264/Bordir-Tasik-Terus-Berkembang-Motif-BungaBunga-Jadi-Daya-Jual

Anonim, “Studi Literatur: Pengertian, Ciri-Ciri, dan Teknik Pengumpulan Datanya”, diakses
                 dari laman, https://penerbitdeepublish.com/studi-literatur/amp/

Anonim, “Pelestarian bordir di Tasikmalaya”, diakses dari laman

   disporabudpar.tasikmalayakota.go.id/wp-content/uploads/2019/01/Perwalkot-Pelestarian-  
   Perlindungan-dan-Pengembangan-Seni-Budaya-di-Kota-Tasikmalaya.pdf

                Karinding dan Bordir Tasikmalaya Dapat Sertifikasi WBTb 2021 - Koropak.co.id

Anonim, “Sejarah awal mula dari Bordir Tasikmalaya”, diakses dari laman

     Sejarah Asal Mula Bordir Ditemukan - mygardened.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun