Kearifan Lokal Bordir Tasikmalaya dalam Mempertahankan Karakter Bangsa di Kalangan Masyarakat
Agung Ismail
10122283
S1-Management Universitas Teknologi Digital Bandung
Kota Bandung, Indonesia
- ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan menelaah tentang kearifan lokal bordir Tasikmalaya dalam mempertahankan karakter bangsa di kalangan masyarakat. Kearifan lokal juga harus terimplementasikan dalam kebijakan negara, misalnya dengan menerapkan kebijakan ekonomi yang berasaskan gotongroyong dan kekeluargaan sebagai salah satu wujud kearifan lokal kita. Menggali dan melestarikan berbagai unsur kearifan lokal, tradisi dan pranata lokal, termasuk norma dan adat istiadat yang bermanfaat, dapat berfungsi secara efektif dalam mempertahankan karakter bangsa di kalangan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan merupakan studi literatur, penelitian kualitiatif dan observasi, dengan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan dan juga menelusuri sumber-sumber tulisan yang pernah dibuat sebelumnya. Lalu dengan metode observasi dengan adanya observasi secara langsung ke tempat bordir tersebut. Hasil penelitian; bahwa kerajinan bordir Tasikmalaya, pada awalnya sebagai keterampilan wanita pengisi waktu senggang, kini berubah menjadi kearifan lokal yang bercorak ekonomi kreatif yang adaptif terhadap perkembangan zaman modern. Kerajinan bordir menjadi pilihan komoditas ekonomi unggulan yang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi rakyat Tasikmalaya. Kelembagaan tata niaga kerajinan bordir cukup unik dan sulit ditiru oleh masyarakat luar, karena terjadi bersamaan dengan pendidikan indigenus pada keluarga dan masyarakat pengrajin yang turun menurun.
Kata kunci: Kerajinan Bordir, Kearifan Lokal, Karakter Bangsa
Pendahuluan
Pada zaman sekarang, karakter bangsa masyarakat Indonesia semakin melemah. Karakter bangsa Indonesia yang dikenal dengan sopan santun, suka menolong, ramah dan lainnya semakin terkikis habis. Perlu adanya upaya untuk dapat mempertahankan karakter bangsa masyarakat Indonesia. Salah satu upayanya adalah dengan mempertahankan kearifan lokal yang ada di Indonesia sebagai contoh yaitu kearifan lokal bordir tasikmalaya.
Kearifan lokal sendiri merupakan suatu konsep mengenai gambaran masyarakat yang berasal dari nilai-nilai luhur yang telah membudaya. Dapat diartikan juga sebagai hasil dari proses adaptasi turun temurun dalam waktu yang lama terhadap suatu lingkungan alam tempat tinggal mereka dan menjadi tata nilai kehidupan yang terwarisi antar generasi. Kearifan lokal tercermin dalam setiap aktivitas masyarakat seperti religi, budaya, maupun adat istiadat.
Kenyatan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa masyarakat kota Tasikmalaya kebanyakan hidup dari kerajinan. Bordir atau sulaman adalah salah satu kerajinan hiasan yang dibuat di atas kain atau bahan-bahan lain dengan jarum jahit dan benang. Selain benang, hiasan untuk sulaman atau bordir dapat menggunakan bahan-bahan seperti potongan logam, mutiara, manik-manik, bulu burung, dan payet.
Menurut sumber yang kami kaji, kerajinan bordir di Tasikmalaya pertama kali muncul pada tahun 1925 di Desa Tanjung, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya. Perintisnya adalah seorang wanita bernama Hj. Umayah, yang pernah bekerja di perusahaan luar negeri.
Setelah mempelajari bidang bordir saat bekerja di luar negeri, ia memutuskan keluar dan kembali ke kampung halamannya dan membuka usaha bordir. Ia juga membagikan ilmu tentang bordir yang ia miliki kepada tetangga dan keluarganya.
Kerajinan bordir diwariskan secara turun-temurun. Perkembangan alat bordir pun semakin berkembang. Jika awalnya peralatan yang digunakan untuk membordir adalah pamidangan dan mesin jahit tradisional yang digerakkan dengan bantuan kaki.
Seiring perkembangan teknologi yang semakin canggih, sekarang para perajin bordir sudah banyak yang menggunakan mesin bordir yang menggunakan teknologi komputer sehingga memudahkan proses produksi.
Seni bordir, dalam kaitannya dengan aspek historis dan kultural, baru-baru ini mesti diteliti lebih mendalam dari aspek identitas kultural dalam ranah estetik belum cukup membahas seni bordir dengan mengaitkannya pada aspek transformasi kultural secara sinkronik-diakronik dan mendalam. Itu artinya, masih ada rumpang kosong yang bisa diisi untuk mengangkat kembali pembahasan mengenai seni bordir, khususnya di Tasikmalaya, dengan mengaitkannya pada aspek yang dimaksudkan tadi. Tulisan ini pada prinsipnya mengangkat permasalahan aspek identitas dalam ranah estetik dari seni bordir Tasikmalaya, yang bertolak dari berbagai bentuk perjalanan historis perkembangan kesenian tersebut hingga konteks kekinian yang terjadi dalam konstelasi estetik dan identitasnya.
Pandangan semacam ini berpijak pada kondisi faktual yang menyertai perkembangan historis dari seni bordir di Tasikmalaya dengan berbagai pengaruh kemodernan yang melanda dunia perbordiran. Pengaruh tersebut menyentuh hampir setiap ranah yang berkaitan dengan dunia perbordiran, mulai dari ragam hias, tema, warna, komposisi, teknik, penamaan, hingga karakteristik daerah produksi bordir masing-masing daerah. Dalam konteks kultural, seni bordir Tasikmalaya juga telah bercampur baur dengan berbagai identitas kebudayaan – karena pengaruh kemodernan – yang jika ditelususri secara mendalam dan tuntas, akan terlihat adanya degradasi identitas kultural dalam seni bordir tersebut. Jika kita amati lebih mendalam tentang muncul dan berkembangnya seni bordir Tasikmalaya, akan terlihat adanya refleksi estetik dan identitas kultural masyarakat Priangan pada umumnya, dan masyarakat Tasikmalaya pada khususnya. Akan tetapi, nilai estetik dan identitas yang terkandung di seni bordir Tasikmalaya telah mengalami transformasi kultural secara diakronik-sinkronik, seiring dengan adanya proses asimilasi, akulturasi, enkulturasi, negasi, sekaligus adopsi dengan berbagai kebudayaan baru yang dianggap lebih modern dan kekinian.
Berdasarkan uraian di atas, industri kreatif seni bordir sangat menarik untuk diteliti karena dalam seni bordir ini mencerminkan keunikan-keunikan khas Tasikmalaya sehingga menjadi identitas masyarakat berupa corak/motif yang terdapat pada seni bordir. Seni bordir ini perlu diteliti karena memiliki tiga unsur penting, yaitu identitas, perlunya regenarasi dan pencatatan (pendokumentasian) yang akan diwariskan pada generasi berikutnya. Adapun pokok masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah (i) regenerasi seni dari generasi tua ke generasi muda, (ii) penyebaran atau promosi produk seni budaya bordir, (iii) pelestarian budaya trasidional khas seni bordir Tasikmalaya.
Pembuatan kerancang atau pola seni bordir memerlukan tingkat kesabaran dan ketelatenan yang sangat tinggi, karena pembuatannya masih menggunakan mesin kejek, yaitu mesin konvesional yang dioperasikan secara manual dan digerakkan dengan menggunakan kaki sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama karena prosesnya yang sangat rumit dan mendetail. Hasil akhir dari pengguanan mesin kejek yaitu seni bordir tampak sangat halus, rekat, cantik, detail, dan memuaskan. Akibatnya, seni bordir yang menggunakan mesin kejek harganya lebih mahal daripada yang menggunakan mesin modern (mesin nonkejek).
Dalam kaitannya dengan proses pewarisan keterampilan berbasis kearifan lokal yang ada di Tasikmalaya, hampir seluruhnya didapatkan dari proses regenerasi turun-temurun dari generasi tua kepada generasi muda. Selain itu, keterampilan ini didapatkan juga dari proses transfer pengetahuan dari tetangga, keluarga, dan/atau dari masyarakat melalui pendidikan informal, yaitu pendidikan yang tidak terlembagakan – dalam konteks kultural sering dipahami sebagai proses transfer pengetahuan melalui pendidikan indeginius. Proses ini berlangsung sudah sangat lama, bahkan berlangsung sejak kearifan lokal ini lahir dan berkembang. Praktis, jika kita amati, peran pendidikan formal atau pendidikan terlembagakan hampir tidak ada sama sekali. Dalam realitanya, pendidikan formal semacam itu biasanya hanya mengajarkan keterampilan berbasis modern, seperti keterampilan mengoperasikan piranti komputer, keterampilan menjahit, tata rias, keterampilan membuat kue, dan keterampilan-keterampilan lainnya yang ada pada jurusan di sekolah-sekolah menengah kejuruan.
Proses regenerasi melalui pendidikan indeginius ini menjadi penting dalam proses penjagaan dan pelestarian kekayaan intelektual berbasis kearifan lokal di wilayah mana pun (Irwan, 2006). Kondisi ini akan menjadi dilema jika dalam proses regenerasinya, minim sumbangsih dari pihak-pihak terkait, seperti praktisi kerajinan berbasis kearifan lokal, para perajin, pemerintah daerah, dan sebagainya. Minimnya kesadaran kultural dari para praktisi kerajinan, misalnya, tentu akan berdampak pada kurangnya proses regenerasi dari generasi tua kepada generasi muda. Oleh sebab itu, posisi kesadaran kultural dan kepekaan nalar untuk menjaga dan melestarikan kearifan lokal menjadi penting adanya. Apabila hal itu diabaikan, maka proses pelestarian keterampilan berbasis kearifan lokal akan terhambat. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Gunardi (2014: 330) bahwa pada saat ini pemertahanan kehidupan budaya dan tradisi masyarakat Sunda sedikit demi sedikit mulai termarginalkan. Dalam kondisi demikian, peran peneliti budaya pun tidak kalah pentingnya dalam proses pelestarian dan pendokumentasian budaya lokal yang ada di suatu wilayah tertentu. Hal ini seperti yang disampaikan Wikandia (2016: 59) bahwa penelitian secara tidak langsung telah membantu pelestarian budaya lokal.
Dalam tinjauan historis, sebetulnya proses regenerasi melalui pendidikan indeginius sudah berlangsung sejak lama, dan menjadi keunggulan masyarakat kultural yang sudah melembaga. Sebagai contoh, dalam praktik ekonomi berbasis kearifan lokal, sudah ada praktik manajemen dalam pengelolaan produk, mulai dari manejeman produksi oleh para perajin, manajemen distribusi oleh para pengedar atau pengepul, manajeman pemasaran produk, baik melalui sentra maupun melalui pasar lokal, nasional, bahkan ekspor ke mancanegara. Meskipun demikian, praktik manajemen yang ada masih sederhana dan realtif mengandalkan potensi yang ada di antara mereka. Jika praktik manajemen ekonomi ini diseriusi, akan berdampak pada peningkatan kualitas dan kuantitas produk.
Berdasarkan hal tersebut, berkenaan dengan bordir Tasikmalaya dalam konstelasi dunia perbordiran sebagai konsekuensi logis dari adanya persinggungan budaya dalam ranah kesenian, maka kesenian dalam hal ini dipahami sebagai bagian yang terintegrasi secara fungsional dan kejiwaan dalam kebudayaan yang didukung oleh masyarakat tertentu, dalam hal ini masyarakat Sunda (Rohidi, 2000: 2). Oleh karena itu, dapat dipahami pula bahwa setiap masyarakat tertentu baik sadar maupun tidak, menempatkan kesenian sebagai ungkapan dan pernyataan rasa estetik yang sejalan dengan pandangan, aspirasi, kebutuhan, gagasan-gagasan yang mendominasinya.
Atas dasar tersebut, mesti adanya penelitian yang mendalam, terintegrasi, dan komprehensif tentang seni bordir Tasikmalaya dilihat dari aspek estetik dan identitas, guna memosisikan keberadaan budaya Sunda di dalam historiografi kultural, khususnya dalam konstelasi dunia perbordiran. Identitas kultural Sunda, jika ditinjau dari terminologi dan estetik, diharapkan mampu termanifestasi dalam seni bordir Tasikmalaya sebagai konstelasi estetik dan identitas budaya masyarakat Sunda di Priangan Timur pada umumnya, dan di Tasikmalaya pada khususnya, karena bordir di Tasikmalaya ini yang paling diminati orang banyak baik lokal maupun global hingga mancanegara.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fakta, keadaan, dan feomena-fenomena kultural yang terjadi ketika penelitian berlangsung, dan fakta-fakta tersebut disajikan apa adanya sehingga penelitian ini juga merupakan penelitian kualitatif yang disajikan secara deskriptif. Data deskriptif adalah data yang berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dimana yang jadi acuan dalam penilitan ini berupa fenomena yang sudah kadang orang lain tidak memafaatkannya dengan baik.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan etnografi. Dinyatakan bahwa etnografi merupakan satu di antara istilah yang merujuk pada penelitian kualitatif. Etnografi diartikan sebagai usaha mendeskripsikan kebudayaan dan aspek-aspeknya dengan mempertimbangkan latar belakang permasalahan secara menyeluruh. Etnografi sebagai bentuk penelitian memiliki beberapa karakteristik, yaitu sebagai berikut:
a. selalu menekankan pada penggalian alamiah fenomena sosial yang khusus;
b. memiliki data yang terstruktur dan rancangan penelitiannya bersifat terbuka;
c. dalam melakukan penelitian, peneliti bertindak sebagai instrumen yang berupaya menggali data yang dibutuhkan terkait dengan fokus penelitian;
d. kasus yang diteliti cenderung sedikit atau bahkan hanya satu kasus yang kemudian dikaji secara mendalam;
e. analisis data tentang makna dan fungsi perilaku manusia ditafsirkan secara eksplisit dalam bentuk deskripsi dan penjelasan verbal;
f. etnografi tidak menggunakan analisis statistik, tetapi tidak berarti menolak data yang berupa angka-angka.
Dengan menggunakan metode etnografi, dapat diungkapkan fakta kebudayaan masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya. Kebudayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kesenian tradisional kerajinan bordir secara mendalam. Analisis data dilakukan sejak tahap pengumpulan data dan secara bertahap terus dilakukan hingga akhir penelitian. Akhir penelitian ditentukan sepenuhnya oleh peneliti. Hal ini disebabkan oleh penelitian etnografi dapat mengungkapkan hasil penelitian kebudayaan yang sempurna dan komprehensif.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan depth interview. Hasil penelitian berupa sekumpulan informasi dan temuan yang disusun berdasarkan fokus penelitian, dikelompokkan, dihubungkan antara informasi yang satu dengan informasi lainnya, kemudian diberi pemaknaan. Lokasi penelitian yaitu Tasikmalaya, khususnya di sentra-sentra kerajinan bordir. Data dijaring menggunakan metode observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dan mengamati dari dekat kegiatan dan praktik kultural. Selain itu, data juga dijaring dengan cara melakukan pencatatan secara teliti, dan langsung datang ke lokasi penelitian yang berkenaan dengan produk kerajinan bordir di Tasikmalaya. Observasi juga dilakukan dengan mendatangi lokasi yang menjadi tempat penelitian dan mencari sumber, yaitu untuk mengetahui latar belakang keberadaan kerajinan bordir di Tasikmalaya, proses pembuatannya, mengetahui tentang motif dan jenis, warna dan produk kerajinan bordir di Tasikmalaya.
Metode yang kami gunakan selanjutnya adalah metode studi literatur, yaitu metode dengan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan dan juga menelusuri sumber-sumber tulisan yang pernah dibuat sebelumnya. Dengan kata lain, istilah Studi Literatur ini juga sangat familiar dengan sebutan studi pustaka. Dalam sebuah penelitian yang akan dijalankan, tentunya seorang peneliti harus memiliki wawasan yang luas terkait objek yang akan diteliti. Jika tidak, maka dapat dipastikan dalam presentasi yang besar bahwa penelitian tersebut akan gagal.
Hasil dan Bahasan
Apa itu Bordir Tasikmalaya?
Bordir atau sulaman adalah hiasan yang dibuat di atas kain atau bahan-bahan lain dengan jarum jahit dan benang. Selain benang, hiasan untuk sulaman atau bordir dapat menggunakan bahan-bahan seperti potongan logam, mutiara, manik-manik, bulu burung, payet hingga ke sutra paris.
Menurut salah satu sumber, kerajinan bordir di Tasikmalaya pertama kali muncul pada tahun 1925 di Desa Tanjung, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya. Perintisnya adalah seorang wanita bernama Hj. Umayah binti H. Musa yang pada tahun sebelumnya bekerja di perusahaan kebangsaan Amerika, Singer. Hj. Umayah, setelah menguasai bidang bordiran saat di Singer, ia keluar dan kembali ke Desa Tanjung, dan membuka usaha kecil-kecilan dengan menerima pesanan bordiran baik dari Tasikmalaya maupun daerah lain seperti Jakarta.
Setelah mempelajari bidang bordir saat bekerja di luar negeri, ia memutuskan keluar dan kembali ke kampung halamannya dan membuka usaha bordir. Ia juga membagikan ilmu tentang bordir yang ia miliki kepada tetangga dan keluarganya. Karena dinilai punya prospek yangmenjanjikan, setelah Hj. Umayah wafat, usaha ini diteruskan keluarganya antara lain, Rosad, H. Sarbeni, dan H. Zarkasie. Dari situlah ,usaha bordir berkembang cepat tidak hanya di Desa Kawalu saja, taetapi juga menyebar ke daerah lain, seperti Sukaraja, Tanjungjaya, Singaparna, Sukarame, Cibalong, Cikatomas, dan daerah lainnya. Setelah menyebar, perajin bordir tidak hanya menerima pesanan barang saja, tapi juga dikembangkan dengan cara dijual langsung diwilayah luar Tasikmalaya, seperti di Tanah Abang Jakarta, Tegal Gubuk, Cirebon, dan Solo serta Surabaya. Melalui para pengusaha itulah, nama bordir Tasik semakin terkenal. Apalagi setelah bordir merajai Pasar Tanah Abang.
Kerajinan bordir diwariskan secara turun-temurun. Perkembangan alat bordir pun semakin berkembang. Jika awalnya peralatan yang digunakan untuk membordir adalah pamidangan dan mesin jahit tradisional yang digerakkan dengan bantuan kaki yang harus di desain terlebih dahulu menggunakan desain tinta hitam atau putih supaya bisa melakukan bordiran dengan hasil yang bagus dan sempurna hingga bantuan mesin bordir yang hanya mendesain dan menunggu sesuai dengan waktu desainnya.
Seiring perkembangan teknologi yang semakin canggih, sekarang para perajin bordir sudah banyak yang menggunakan mesin bordir yang menggunakan teknologi komputer sehingga memudahkan proses produksi. Bukan lagi perajin bordir sekarang menggunakan tangan sendiri melainkan mendesain dalam mesin bordir yang sudah ada di zaman sekarang, orang-orang sering menyebutnya dengan mesin komputeran.
Kabupaten Tasikmalaya merupakan satu di antara kabupaten yang berada di wilayah Priangan Timur Jawa Barat yang masyarakatnya masih menjaga kesenian tradisional yang ada di daerahnya beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya diantaranya bordir. Kabupaten Tasikmalaya berbatasan langsung dengan Kabupaten Majalengka dan Kota Tasikmalaya di sebelah utara, Samudera Hindia di sebelah selatan, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Pangandaran di sebelah timur, dan Kabupaten Garut di sebelah barat. Terletak di sebelah tenggara di wilayah Priangan, Kabupaten Tasikmalaya dinilai sebagai kabupaten paling besar dan sangat berperan dalam mengembangkan potensi kesenian yang ada di Priangan Timur. Sebagian besar wilayah kabupaten ini merupakan daerah hijau, terutama pertanian dan kehutanan sehingga petani menjadi penduduk mayoritas di kabupaten tersebut. Lokasinya yang berada di bagian Jawa Barat, Kabupaten Tasikmalaya masih menjaga nilai-nilai kesundaan yang terkandung di dalam bahasa dan budayanya. Satu di antara yang menjadi titik perhatian dari Tasikmalaya adalah kesenian kerajinan. Tingkat kreativitas masyarakat Tasikmalaya yang dinilai cukup tinggi menjadikan kabupaten ini menjadi satu di antara daerah penghasil kerajinan terbesar di wilayah Jawa Barat. Anak muda dari awal mula adanya pengrajin bordir sampai saat ini masih menekuni sebagian besar dari leluhur dahulu hingga saat ini.
Tasikmalaya merupakan satu di antara wilayah yang terus maju dan berkembang melakukan serangkaian pembangunan dari masa ke masa, sehingga banyak investor yang ingin membangun Tasikmalaya karena potensi yang ada dan orang-orangnya sangat tekun pada pekerjaannya pada wilayah tersebut. Dalam konteks perekonomian masyarakat, Tasikmalaya menjadi satu di antara wilayah Jawa Barat, khususnya Priangan Timur, yang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Namun, di sisi yang lain, maraknya pembangunan kawasan perdagangan dan industri, serta fasilitas perumahan yang terus berlanjut telah memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap berkurangnya lahan hijau di Tasikmalaya.
Dalam konteks kesenian tradisional, masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya masih menjaga kesenian-kesenian tradisional beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Kondisi ini secara tidak langsung telah menyebabkan proses regenerasi pengetahuan seputar kesenian di kabupaten ini masih terjaga dengan baik dengan kuutuhan karya yang sangat bagus dan sempurna. Adanya regenerasi pengetahuan dari generasi tua ke generasi muda menjadi faktor penentu eksistensi kesenian di Kabupaten Tasikmalaya. Jika dipetakan, terdapat banyak kesenian yang ada di Kabupaten Tasikmalaya yang tersebar di kecamatan-kecamatan yang ada di kabupaten ini. Kesenian yang paling menonjol dari Tasikmalaya adalah kesenian yang berkaitan dengan kerajinan tangan tradisional. Akan tetapi, pada penelitian ini akan dibatasi hanya pada kesenian yang ikonik di Kabupaten Tasikmalaya, yaitu kerajinan tangan tradisional bordir. Kesenian ini setidaknya akan mewakili eksistensi seni tradisional di Kabupaten Tasikmalaya. Hingga saat ini pengrajin bordir sudah meluas menyebar hingga ke kota-kota diantaranya Jakarta.
Kecamatan Karangnunggal merupakan satu di antara kecamatan yang ada di Kabupaten Tasikmalaya yang memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan wilayah dan daerah lainnya, khususnya pada keragaman dan pola persebaran kultural dan kerajinan tangan yang ada di dalamnya. Berdasarkan pada pengamatan awal peneliti, di Kecamatan Karangnunggal terdapat berbagai macam kesenian tradisional ikonik yang tersebar dan memusat di hampir seluruh desa yang ada di kecamatan tersebut. Keberadaan kesenian-kesenian tersebut merupakan satu di antara kekayaan intelektual kultural yang mesti terus dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Atas berbagai kondisi tersebut, perlu kiranya memaparkan dan menjelaskan secara komprehensif satu di antara kesenian tradisional ikonik yang ada di Kecamatan Karangnunggal, Tasikmalaya yaitu kesenian tradisional kerajinan tangan bordir Tasikmalaya baik yang manual dengan menggunakan pahatan dihiasi solder maupun yang modern dengan mesin bordir dan komputer.
Seni Bordir Tasikmalaya dalam Tinjauan Historis
Faktor umum terjadinya perubahan kerajinan tangan di Tasikmalaya adalah adanya perubahan pola pikir dan pola sikap kultural yang ada pada masyarakat pendukungnya. Perubahan pola pikir dan pola sikap kultural ini secara tidak langsung telah memengaruhi perkembangan kerajinan tradisional yang ada di Tasikmalaya. Dewasa ini, masyarakat daerah, pasca-adanya silang kultural dan komunikasi antarbudaya, telah menyebabkan adanya perubahan pola pikir masyarakat daerah tersebut. Selain itu, ditambah dengan adanya gempuran budaya dari luar yang sedikit-banyaknya memengaruhi juga resistensi kultural yang ada pada masyarakat di suatu wilayah tersebut.
Faktor umum yang ada ini kemudian menjadi penyebab juga adanya perubahan yang ada pada internal kesenian tradisional itu sendiri. Faktor umum ini tidak bisa dilepaskan dengan faktor khusus, berupa perubahan pada kerajinan tradisional itu sendiri yang pada masanya nanti perubahan-perubahan tersebut menimbulkan adanya kreativitas baru untuk menghasilkan bentuk-bentuk baru dari kerajinan tradisional tersebut.
Dalam konteks historis, Asal mula sulaman dapat berasal dari zaman Cro-Magnon atau 30.000 SM. Selama penemuan arkeologi baru-baru ini, ditemukan sisa-sisa fosil dari pakaian, sepatu bot, dan topi yang dijahit dengan tangan dan dihias. Selama tahun 1100-an, mutiara biji yang lebih kecil dijahit di atas vellum untuk menghias benda-benda religius dan dari tahun 1200-an sampai manik-manik 1300 disulam ke pakaian. Pada 1500 A.D., sulaman menjadi lebih mewah di Eropa, serta wilayah lain di dunia. Dari periode ini hingga tahun 1700-an, sulaman benang dan manik-manik yang rumit mendapatkan popularitas. Bordir manik-manik dapat ditemukan di keranjang layette, gaun pengadilan, perabot rumah tangga, dan banyak item lainnya. Proses yang digunakan untuk menjahit, menambal, memperbaiki dan memperkuat kain kemudian mendorong perkembangan teknik menjahit, dan kemungkinan dekoratif menjahit mengarah pada seni menyulam. Sulaman benang jahitan tangan yang rumit mulai menyusut seiring dengan era mesin 1800-an ketika seni menjahit dan karya wol Berlin muncul di tempat itu. Pekerjaan wol Berlin, sulaman benang kanvas, populer hingga tahun 1870-an hanya untuk digantikan dalam popularitas dengan jahitan silang yang dihitung pada tahun 1880-an, menggunakan kanvas bertautan persegi dengan desain benang jahitan demi jahitan. Dengan diperkenalkannya pola cetak dalam warna, kebutuhan untuk menghitung setiap tusukan telah terlewati dalam banyak kasus. Meskipun sulaman benang tangan yang rumit mulai memudar dalam popularitas, sulaman manik-manik mulai masa jayanya bersama dengan jahitan sulaman baru di tahun 1800-an. Kain dan benang yang digunakan dalam sulaman tradisional berbeda-beda di setiap tempat. Wol, linen, dan sutra telah digunakan selama ribuan tahun untuk kain dan benang. Saat ini, benang bordir diproduksi dari katun, rayon, dan benang baru serta wol tradisional, linen, dan sutra. Sulaman pita menggunakan pita sempit dari sutra atau pita sutra / organza campuran, paling sering untuk membuat motif bunga.
Produk bordir Tasikmalaya sudah sejak lama dikenal. Sasaran pasar bordir Tasikmalaya tidak hanya lingkup nasional, melainkan juga sudah sampai ke lingkup mancanegara. Bidang usaha bordir di Tasikmalaya tercatat dapat menyerap tidak kurang dari 31.325 orang yang tersebar pada 2.728 unit usaha. Bordir memang sudah menjadi komoditas industri perdagangan ternama di Tasikmalaya, bahkan jika dikaitkan dengan potensi pariwisata, bordir Tasikmalaya sudah layak menjadi satu di antara daya tarik wisata. Itulah sebabnya mengapa pasar bordir di era sekarang sudah begitu terbuka, bahkan cakupannya sudah sampai ke mancanegara.
Seiring dengan perkembangannya, dan semakin besarnya perhatian pemerintah daerah Tasikmalaya untuk memberdayakan dan mengembangkan industri kerajinan bordir, pada saat itu pula industri yang dihimpun oleh Hj. Umayah mulai mengalami perkembangan yang cukup pesat dan signifikan. Faktor penentu dari kemajuan industri ini tidak bisa dilepaskan dari aspek kebijakan ekonomi harga dengan tetap memperhatikan kualitas produk dan melihat generasi ke generasi selanjutnya yang sampai saat ini terus di lestarikan. Saat ini bordir yang dihimpun oleh Hj. Umayah itu berkembang hingga mancanegara bahkan di Tanah Abang sudah terkenal bordir Tasikmalaya.
Kerajinan Bordir Tasikmalaya dalam Konstelasi Estetik dan Identitas Kultural
Kain bordir Tasik adalah serapan dari kebudayaan Cina. Namun berkat tangan terampil dan ulet, terciptalah produk berupa kerudung, kebaya, mukena, tunik, selendang, blus, rok, sprei, kebaya, sarung bantal, taplak meja, baju gamis, baju koko, kopiah haji, hingga busana sehari-hari dihiasi dengan bordir yang menarik. Bordir itu sendiri secara etimologis bermakna hiasan rajutan benang yang bermediakan kain. Oleh sebab itu, medium utama dalam kerajinan bordir adalah kain dan benang rajutan.
Berbagai macam kain bordir dari awal sampai sekarang mulai dari sisa-sisa fosil hingga bordir menggunakan mesin komputer yang berbentuk persegi panjang, mulanya kain dengan berbagai macam perkembangan yang ada. Ada dari kain katun, rayon, sutra, plisket, bali, paris, dan yang lainnya.
Latar belakang kultural Tasikmalaya yang identik dengan nuansa religi, sedikit-banyaknya telah berpengaruh terhadap pembuatan motif dan jenis bordir. Kondisi ini tidak heran, karena secara kultural, Tasikmalaya dikenal dengan sebutan Kota Santri, sehingga nilai-nilai religiositas masih terjaga dengan baik, bahkan memengaruhi aspek kultural lainnya, seperti kesenian, kerajinan tangan, dan sebagainya.
Meskipun demikian, masyarakat Tasikmalaya, khususnya para praktisi kerajinan bordir, menyadari ada pengaruh kultural lainnya yang identik dengan aspek ekonomis, yaitu permintaan pasar yang begitu tinggi akan penyediaan bordir. Oleh karena itu, selain memproduksi barang-barang yang identik dengan nuansa religi, para perajin bordir Tasikmalaya juga memproduksi bordir berupa kebaya, tunik, selendang, blus, rok, sprei, sarung bantal, dan taplak meja hingga ke mukena yang dominan masyarakat Indonesia beragama Islam, barang-barang yang di bordir tadi tidak hanya di produksi di Tasikmalaya tapi sekarang sudah di produksi di kota- kota terbesar yang ada di Indonesia.
Dari fakta kultural tersebut, terlihat jelas latar belakang kultural yang memengaruhi lahir dan berkembangnya kerajinan bordir di Tasikmalaya, yaitu kondisi kultural yang identik dengan nuansa religi. Hal itu pun yang terjadi pada kerajinan bordir Tasikmalaya, yaitu adanya perubahan identitas kultural dari kultur yang bernuansa religi menuju kultur yang bersifat global dan umum. Inilah yang dimaksud, bahwa hampir di setiap perubahan zaman dan era, akan selalu disertai dengan perubahan identitas kultural, baik perubahan yang parsial maupun perubahan yang komprehensif dan komunal.
Sejarah pun membuktikan, selalu ada tarik ulur antara tradisional dan modernisasi. Gejala dualisme kerangka pikir ini pun terjadi pada kerajinan bordir Tasikmalaya dengan adanya pembauran identitas estetik yang menggabungkan estetik tradisional dan estetik modern.
Kain yang di bordir diatas ini merupakan hasil dari bordiran pakai tangan dan kaki dimulai dari gambar pertama hingga gampar ke empat, gambar pertama itu kabaya yang di anyam dengan bordiran dan di estetikannya dengan solderan di desain yang tertentu sehingga memunculkan estetika yang bagus dan sempurna, gambar yang kedua menggambarkan kerudung yang di depannya di desain dengan bordiran yang dianyam dengan mesin bordir bantuan kaki dan tangan, gambar yang ketiga menggambarkan peci yang di desain sisinya menyerupai bintik-bintik batik hingga di bordir dengan bantuan kaki dan tangan, peci ini di balut biasanya dengan spone supaya bisa dipakai sesuai dengan ukuran orang yang akan memakainya, yang terakhir ke empat menggambarkan mukena yang di bordir di bagian bawahan dan atasan, mukena ini dari awal adanya pengrajin mukena sampai saat ini membludak sampai ratusan kodi yang ke order baik dari warga Indonesia maupun luar negeri. Mukena dengan berbagai macam bentuk dan motif berawal dari motif dengan kain katun, rayon, plisket hingga paris bali dengan di hiasi renda-renda yang unik.
Upaya Pelestarian Seni Bordir Tasikmalaya
Sesuai dengan keputusan Walikota Tasikmalaya menuturkan Peraturan Walikota tentang Pelestarian, Perlindungan dan Pengembangan Seni Budaya di Kota Tasikmalaya; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4117). Sebagai satu di antara kerajinan tangan tradisional ikonik Kabupaten Tasikmalaya, seni bordir Tasikmalaya harus terus dijaga dan dilestarikan. Keberadannya sebagai aset intelektual yang berhubungan dengan pengetahuan tradisional, kerajinan tangan ini sedikit-banyaknya telah memberikan sumbangsih kultural dalam meningkatkan daya tarik wisata (khususnya dalam hal penyediaan suvenir), ekonomis, dan kultural di Kabupaten Tasikmalaya.
Akan tetapi, fakta di lapangan terungkap bahwa regenerasi perajin seni bordir Tasikmalaya mengalami kendala. Hal ini tampak bahwa generasi penerus (putra-putri dari perajin) tidak/kurang tertarik untuk mengikuti jejak orang tuanya sebagai perajin seni bordir. Lain halnya dengan pengusaha seni bordir yang pada umumnya putra-putrinya (generasi penerus) sangat berminat untuk melanjutkan perusahaan orang tuanya.
Seni kerajinan tangan bordir Tasikmalaya merupakan bentuk-bentuk manifestasi dari kebudayaan, maka keberadaannya dituntut untuk senantiasa berubah, berkembang, dan menyesuaikan dengan perkembangan pola pikir atau pandangan masyarakat pendukunganya. Dalam kaitannya dengan hal ini, para praktisi, baik itu pada perajin, pemasar, dan penikmat seni menjadi fondasi utama dalam penjagaan dan pelestarian kesenian bordir yang ada di Tasikmalaya.
Oleh karena itu, seni bordir dapat dilestarikan dengan cara, yaitu sebagai berikut:
(a) adanya pembinaan sedini mungkin (usia SD) memperkenalkan seni leluhur ini kepada generasi penerus;
(b) adanya peran pemerintah berupa peningkatan fasilitas (peningkatan kesejahteraan untuk perajin, mendapatkan peluang modal yang mudah, adanya pelatihan dan workshop, dan membantu memasarkan).
Dalam konteks pembinaan sedini mungkin, mesti ada upaya serius dari berbagai pihak, khususnya para praktisi yang berkecimpung di dunia kerajinan tangan untuk berlapang hati mengajarkan kompetensi pembuatan seni bordir Tasikmalaya kepada generasi-generasi muda di lingkungan Tasikmalaya. Pembinaan ini muncul dari berbagai karakter mulanya dari orang yang turun temurun keluarganya hingga ada yang kursus untuk melakukan bordiran tersebut.
Hal ini menjadi vital adanya, karena pemertahanan seni dan pelestarian seni mesti dilakukan dengan adanya pewarisan kompetensi dari generasi tua kepada generasi muda. Selain itu, bukan hanya mengajarkannya, tetapi mesti ada upaya motivasi yang bersifat kultural kepada generasi muda agar mau mempelajari kompetensi kultural tersebut.
Kesimpulan
Atas dasar uraian lengkap di atas, simpulan yang didapat adalah sebagai berikut: (a) Latar kultural yang mengawali lahir dan berkembangan kerajinan bordir Tasikmalaya adalah kondisi kultural Tasikmalaya yang identik dengan aspek religi, meskipun seiring perkembangan zaman terdapat perubahan identitas kultural yang terjadi pada perkembangan kerajinan bordir Tasikmalaya. Hal ini bisa dijadikan refleksi dalam konstelasi estetik dan identitas masyarakat Tasikmalaya dengan identitas kultural Sundanya. (b) Perkembangan kerajinan bordir Tasikmalaya telah mengalami perluasan ke arah dimensi pemaknaan, tujuan, hingga pengaruh estetika modern, pada masanya nanti telah berpengaruh pada adanya bauran estetik antara estetika tradisional dan estetika modern. Sudah berbeda zaman dengan yang dulu mulanya melakukan bordir dengan tangan manusia itu sendiri hingga saat ini berbeda keadaan dalam melakukan bordir bisa menggunakan mesin komputer dimana orang yang akan bordiran hanya mendesain kain yang akan di bordir lalu dibiarkan sesuai dengan desain yang di pilih.
Bordiran di Tasikmalaya dari awal Hj. Umayah binti H. Musa sampai zaman generasi Z ini sudah membludak keluar hingga jutaan produk yang sudah keluar, berkat beliau Tasikmalaya sudah menjadi khas dari daerahnya sehingga mempopulerkannya di kancah dunia, karya ini juga mendapatkan sertifikat dari kementrian pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi dengan kategori warisan budaya takbenda (WBTb) di provinsi Jawa Barat pada tanggal 15 Desember 2021.
Perkembangan sistem pengrajin bordir dari awal mulanya di pahat dan di anyam ini sudah berkembang menjadi mesin bordir dengan bantuan kaki dan mesin komputer yang hanya mendesain motif sehigga pengrajin tidak mengeluarkan tenaga yang lebih, Alhmadulillah berkat dari Hj Umayah ini pusat bordir ada di Tasikmalaya baik di Kabupaten maupun Kota.
Acknowledge
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami selaku penulis dapat menyelesaikan tugas artikel yang berjudul “Kearifan Lokal Bordir Tasikmalaya dalam Mempertahankan Karakter Bangsa di Kalangan Masyarakat”.
Artikel disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Alwi Al Haddad,S.H.,M.H. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan yang telah memberika bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan artikel ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini, para penulis artikel, jurnal, serta literatur lain yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan artikel ini melalui tulisan – tulisan yang telah dibuat sebagai sumber rujukan penulisan artikel ini dibuat.
Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada teman – teman yang telah memberikan dukungan, saran, serta masukan – masukan yang dapat membangun untuk terselesaikannya artikel ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Daftar Pustaka
1. Jurnal
Yus Darusman. 2016. “Kearifan Lokal Kerajinan Bordir Tasikmalaya”, dalam jurnal
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jne/article/view/6556/5187
Agus Nero, Kunto Sofianto, Maman Sutirman, dan Dadang Suganda. 2019. “Seni Bordir Tasikmalaya dalam Konstelasi Estetik dan Identitas”, dalam jurnal https://www.researchgate.net/publication/335236021_SENI_BORDIR_TASIKMALAYA_DALAM_KONSTELASI_ESTETIK_DAN_IDENTITAS
2. Website
Anonim, “Pengertian Kearifan Lokal”, diakses dari laman
https://www.google.com/amp/s/www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/pengertian-
kearifan-lokal-menurut-para-ahli-10786/amp/
Anonim, “Bordir Tasik”, diakses dari laman
https://www.google.com/amp/s/tasik.ayoindonesia.com/info-priangan/amp/pr-
33854264/Bordir-Tasik-Terus-Berkembang-Motif-BungaBunga-Jadi-Daya-Jual
Anonim, “Studi Literatur: Pengertian, Ciri-Ciri, dan Teknik Pengumpulan Datanya”, diakses
dari laman, https://penerbitdeepublish.com/studi-literatur/amp/
Anonim, “Pelestarian bordir di Tasikmalaya”, diakses dari laman
disporabudpar.tasikmalayakota.go.id/wp-content/uploads/2019/01/Perwalkot-Pelestarian-
Perlindungan-dan-Pengembangan-Seni-Budaya-di-Kota-Tasikmalaya.pdf
Karinding dan Bordir Tasikmalaya Dapat Sertifikasi WBTb 2021 - Koropak.co.id
Anonim, “Sejarah awal mula dari Bordir Tasikmalaya”, diakses dari laman
Sejarah Asal Mula Bordir Ditemukan - mygardened.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H