Tidak hanya guru dengan guru, kolaborasi yang juga saya bangun adalah berkomunikasi dengan orang tua. Saya percaya, untuk membentuk perspektif positif tentang matematika dalam diri anak butuh intervensi bersama antara guru dengan orang tua sebagai komponen yang paling dekat dengan anak.
Bentuk kolaborasi yang kami sepakati yaitu di rumah orang tua ikut menanamkan bakat matematika dalam diri anak dengan membiasakan mereka terlibat dalam aktivitas matematika keluarga.
Misalnya, melibatkan secara rutin dalam proses transaksi jual beli di kios, pasar atau pusat perbelanjaan umum, termasuk melatih anak untuk mengambil keputusan yang bijak dalam memperhitungkan diskon terhadap suatu barang yang hendak dibeli.
Materi matematika yang abstrak sering memberikan tantangan berpikir bagi anak. Oleh karena itu, orang tua juga didorong untuk memberikan motivasi dan bersama-sama dengan anak menemukan solusi yang sesuai dengan kebutuhannya.
Misalnya, mengadakan bimbingan khusus matematika di rumah atau mengikutsertakan anak dalam komunitas-komunitas matematika yang dikembangkan di luar rumah.
Kesimpulan
Paulo Freire, tokoh pendidikan asal Brasil memiliki gagasan, dalam pendidikan yang berpihak pada anak, guru berperan sebagai fasilitator, memotivasi dan mendorong anak untuk mengambil tanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri.
Selaras dengan pemikiran itu, Ki Hadjar Dewantara juga berpendapat, pendidikan yang berpihak pada murid harus melibatkan murid secara aktif dalam proses pembelajaran.
Saya mengambil kesimpulan, pembelajaran yang berpihak pada anak adalah memberi kemerdekaan secara penuh kepada setiap anak untuk mengekspresikan dirinya, menggali minat dan bakatnya serta mampu mengembangkan keterampilan dan kreativitasnya.
Pembelajaran yang berpihak pada anak juga berarti menghormati keberadaan anak dengan konfigurasi berpikir dan potensi yang unik dan beragam. Selain itu, pembelajaran yang berpihak pada anak harus relevan dengan kehidupan nyata yang dialami anak.
Oleh karena itu, seorang guru harus mampu memiliki sikap reflektif yang mendalam terhadap anak dan proses pembelajaran, memiliki kemandirian untuk terus mengembangkan kompetensi, mampu berkolaborasi dengan semua elemen, selalu merasa tertantang untuk melakukan inovasi sehingga pembelajaran yang berpihak pada keunikan, potensi dan kebutuhan anak dapat terlaksana dengan baik.