Hanya 24,2 persen atau sebanyak 34 anak yang menyatakan matematika menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupan. Data tersebut menunjukan masih kurangnya ketertarikan sebagian besar anak terhadap matematika.
Jika data rendahnya minat terhadap matematika disandingkan dengan hasil penelitian PISA pada tahun 2022, maka kita akan melihat suatu korelasi yang selaras.
Indonesia berada pada peringkat 68 dari total 81 negara partisipan. Adapun rincian skor PISA untuk matematika yaitu 366 atau berada pada kategori rendah.
Refleksi dan Mandiri Belajar
Dalam sebuah refleksi, saya mendeteksi adanya faktor internal dan eksternal yang menyebabkan munculnya rasa takut dalam diri anak terhadap pembelajaran matematika.
Faktor internal terdiri dari kemampuan berpikir anak yang beragam, motivasi belajar yang belum terarah, kesiapan fisik yang belum optimal ketika mengikuti pembelajaran terutama masalah pada ketajaman indera.
Sedangkan faktor eksternal meliputi kurangnya inovasi pembelajaran, penggunaan media pembelajaran yang terbatas serta lingkungan keluarga yang belum sepenuhnya mendukung proses pembelajaran.
Refleksi tersebut mendorong saya secara mandiri untuk belajar mengembangkan kompetensi dan melakukan inovasi pembelajaran yang benar-benar berpihak pada peserta didik.
Dari berbagai literatur, saya berusaha menambah pemahaman saya sebagai guru untuk memahami bagaimana cara anak-anak berpikir, seperti apa kebutuhan dasar mereka dan bagaimana tahapan perkembangan belajar anak.
Cara Berpikir, Kebutuhan Dasar dan Tahapan Perkembangan
Daniel Kahneman, seorang ilmuwan berdarah campuran Israel dan Amerika yang terkenal karena pemikirannya tentang psikologi penilaian dan pengambilan keputusan, pernah menulis sebuah buku berjudul , "Thinking, Fast & Slow."