Mohon tunggu...
Agung Hermanus Riwu
Agung Hermanus Riwu Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik

Guru SMP Katolik Giovanni Kupang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran Matematika yang Berpihak Pada Anak

14 Juli 2024   23:28 Diperbarui: 14 Juli 2024   23:33 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agung Hermanus Riwu, Guru SMP Katolik Giovanni Kupang (Sumber Foto : Pribadi)

"Pembelajaran yang berpihak pada anak merupakan cara pandang bahwa setiap anak memiliki keunikan, potensi dan kebutuhan yang berbeda-beda. Inilah yang mendorong saya selalu berupaya menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan dan membahagiakan bagi setiap anak."

Penulis : AGUNG HERMANUS RIWU,S.Pd.

Kurang lebih 14 tahun, saya mengabdikan diri sebagai guru matematika di SMP Katolik Giovanni Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Beragam tantangan sering saya temukan ketika menyajikan pembelajaran di kelas. Salah satunya, pandangan negatif terhadap matematika sebagai ilmu yang sulit dipelajari.

Karakteristiknya yang berupa angka, simbol, garis dan rumus, menjadi alasan bagi sebagian besar anak enggan untuk mendalaminya. Situasinya akan semakin parah jika mereka mempunyai pengalaman mengikuti pembelajaran matematika yang disajikan dengan metode yang konvensional, monoton dan kurang menarik. Pada akhirnya, seluruh pandangan dan pengalaman yang buram terkadang menghablur menjadi suatu ketakutan terhadap matematika.

Zenius Education pernah melakukan survei terhadap 1.340 anak di seluruh Indonesia untuk mengungkap tren mata pelajaran yang digemari. Hasilnya, matematika menjadi mata pelajaran kedua yang paling tidak disukai setelah fisika. Alasan yang mendominasi ketidaksukaan terhadap matematika yaitu pelajaran sulit karena banyak rumusnya.

Baru-baru ini, dalam kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) saya turut melakukan survei terhadap 140 peserta didik baru tentang pandangan mereka terhadap pembelajaran matematika. Hanya 24,2 persen atau sebanyak 34 anak yang menyatakan matematika menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupan. Data tersebut menunjukan masih kurangnya ketertarikan sebagian besar anak terhadap matematika.

Jika data rendahnya minat terhadap matematika disandingkan dengan hasil penelitian PISA pada tahun 2022, maka kita akan melihat suatu korelasi yang selaras. Indonesia berada pada peringkat 68 dari total 81 negara partisipan. Adapun rincian skor PISA untuk matematika yaitu 366 atau berada pada kategori rendah.

Refleksi dan Mandiri Belajar

Dalam sebuah refleksi, saya mendeteksi adanya faktor internal dan eksternal yang menyebabkan munculnya rasa takut dalam diri anak terhadap pembelajaran matematika. Faktor internal terdiri dari kemampuan berpikir anak yang beragam, motivasi belajar yang belum terarah, kesiapan fisik yang belum optimal ketika mengikuti pembelajaran terutama masalah pada ketajaman indera. Sedangkan faktor eksternal meliputi kurangnya inovasi pembelajaran, penggunaan media pembelajaran yang terbatas serta lingkungan keluarga yang belum sepenuhnya mendukung proses pembelajaran.

Refleksi tersebut mendorong saya secara mandiri untuk belajar mengembangkan kompetensi dan melakukan inovasi pembelajaran yang benar-benar berpihak pada peserta didik. Dari berbagai literatur, saya berusaha menambah pemahaman saya sebagai guru untuk memahami bagaimana cara anak-anak berpikir, seperti apa kebutuhan dasar mereka dan bagaimana tahapan perkembangan belajar anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun