Mohon tunggu...
A. Firmandika
A. Firmandika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang suka menonton film, mendengarkan musik, dan membaca komik.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Analisis Kijing Pada Makam K.R.T. Sasmintadipura Menggunakan Teori 5 Sila Estetika Desain

11 Desember 2024   04:50 Diperbarui: 11 Desember 2024   04:50 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 5. Relief  kijing berbentuk tanaman hias (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif dimana data yang disajikan disampaikan secara deskriptif berdasarkan dari fakta dan fenomena yang didapatkan dari hasil pengumpulan data. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme digunakan atau interpretif, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, data yang diperoleh cenderung data kualitatif, analisis data bersifat induktif atau kualitatif dan hasil penelitian kualitatif bersifat untuk memahami makna, memahami keunikan, mengkonstruksi fenomena, dan menemukan hipotesis (Sugiyono, 2017). Metode deskriptif adalah penelitian menggambarkan, yang melukiskan, atau memaparkan keadaan objek yang diteliti sebagai apa adanya, sesuai dengan situasi dan kondisi ketika penelitian tersebut dilakukan (Sugiyono, 2017).

Teknik pengolahan data dilakukan melalui observasi, wawancara, serta kajian pustaka. Observasi dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 2 November 2024 pada lokasi subjek penelitian yaitu Makam Seniman Giri Sapto. Selain observasi, peneliti juga melakukan wawancara dengan narasumber setempat yaitu juru kunci makam tersebut yang sudah diberi wewenang untuk menjaga makam Giri Sapto semenjak tahun 1996. Pengolahan data melalui kajian pustaka dilakukan dari mengumpulkan data dari buku dan jurnal yang relevan dengan objek penelitian. Selama pengumpulan data, teknik yang digunakan adalah dokumentasi dan pencatatan data. 

 Penelitian ini juga menggunakan teori semiotika Roland Barthes yang mencakup denotasi, konotasi, dan mitos. Makna denotasi menjelaskan hubungan antara penanda dan pertanda sehingga menghasilkan makna secara langsung atau sebenarnya. Makna konotasi yakni menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan emosi serta nilai-nilai dari pengalaman struktural. Kemudian dalam proses penandaan juga dapat dilihat dari mitos yang menandai suatu masyarakat (Rohmaniah, 2021). 

HASIL DANPEMBAHASAN 

K.R.T. Sasmintadipura Sebagai Tokoh Seniman Tari Di Keraton Yogyakarta (Biografi) 

K.R.T. Sasmintadipura, akrab dipanggil Rama Sas, lahir dengan nama Soemardjono pada tanggal 9 April 1929. Beliau merupakan anak dari pasangan Raden Bekel Mangoen Soerowibowo seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta dengan Suyatimah. Namanya sudah tidak asing di telinga seniman tari maupun masyarakat Yogyakarta pada umumnya. K.R.T. Sasmintadipura dikenal sebagai penari, koreografer, guru tari, bahkan disebut sebagai Mpu Tari pada masa sekarang karena tekad dan perannya dalam mengembangkan tari adat Gaya Keraton Yogyakarta. Beliau Sekolah Dasar menyelesaikan Kanisius di Mangkukusuman pada tahun 1941, kemudian beliau melanjutkan pendidikan hingga SMP Nasional namun tidak beliau selesaikan karena kesibukannya saat berlatih tari di Kraton.

Awal mula beliau memulai tari adalah berkat atas perintah ibunya. Beliau sudah mengenal dunia seni tari dari usia yang masih sangat belia, yaitu dari usia 7 tahun. Orang pertama yang mengajari beliau menari adalah teman akrabnya, yaitu Suyadi. Pada tahun 1942, di usia 13 tahun, K.R.T Sasmintadipura duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama Nasional. Pada usia ini, beliau mulai mengikuti magang dan mempelajari tari klasik gaya Yogyakarta secara mendalam di Kraton. Beliau dibimbing secara intensif oleh R. Atmasemedi, GBPH Pujakusuma, dan K.R.T. Purbaningrat.

Penampilan perdananya dipentaskan di Kraton Yogyakarta sebagai penari putri dalam Wayang Wong. Perangainya yang tampan, memiliki warna kulit kuning langsat, dan berpostur ramping membuat gurunya mengarahkannya sebagai penari putri. Beliau tidak diajarkan tari putra gagah dan tari putra alus oleh gurunya karena agar beliau fokus mendalami karakter tari putri. Keuletan dan dedikasinya dalam berlatih menari di Kraton Yogyakarta sejak memulai menari, membuatnya memiliki peran penting dalam waktu yang singkat hingga mementaskan Wayang Wong, antara lain sebagai Dewi Mustikawati, Dewi Kunti, Dewi Suprabawati, dan Dewi Srikandi. Bahkan, K.R.T. Sasmintadipura terpilih untuk menarikan tari ciptaan Sri Sultan dengan peran Dewi Sirtupelaeli, dimana beliau juga diperintahkan mentransformasikan untuk gerakan Wayang Golek ke gerakan-gerakan tari.  

Pada tahun 1946, Sultan Hamengku Buwana IX menganugerahinya pangkat sebagai Abdi Dalem Jajar dengan nama Prajaka Mardawa. Kemudian di tahun 1955, pangkatnya menjadi Raden Bekel dengan nama Sasminta Mardawa. Pada tahun 1977, ia menerima pangkat Raden Lurah. Pangkat Raden Wedana diterima pada tahun 1984, kemudian menerima pangkat Raden Riyo pada tahun 1989 dengan nama sama. Terakhir, pangkat Kangjeng Raden Tumenggung diterima pada tahun 1994 dengan nama Sasmintadipura. 

Selain sebagai seorang penari, K.R.T. Sasmintadipura juga dikenal sebagai pencipta tari. Karya tari pertamanya adalah Tari Golek Cluntang. Berkat kemampuan, kreativitas, dan dedikasinya, beliau kemudian diangkat menjadi guru tari di Bebadan Among Beksa Keraton Yogyakarta pada tahun 1956. Bebadan Among Beksa adalah organisasi tari yang didirikan pada tahun 1950 di luar tembok kraton, tepatnya di Dalem Purwadiningratan, yang berada di bawah pengawasan Kawadenan Hageng Punakawan Kridha Mardawa Kraton Yogyakarta. Di sini, K.R.T. Sasmintadipura memiliki kebebasan untuk mengembangkan tari putra alus, yang memberi ruang lebih luas baginya untuk mengeksplorasi seni tari tanpa harus memerankan peran putri. Selama menjadi penari di sini. K.R.T. Sasmintadipura telah memainkan berbagai peran penting, seperti Prabu Jungkung Mardeya, Prabu Hendragupita, Bathara Wisnu, dan Bathara Guru.

K.R.T Sasmintadipura pernah memimpin organisasi budaya bernama Perkumpulan Tari Klasik Mardawa Budaya dan Pamulangan Beksa Ngayogyakarta. Kedua organisasi yang beliau pimpin bertujuan agar Tari Adat Gaya Kraton Yogyakarta tetap terus dilestarikan dan dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan zamannya. Berkat tekad dan wawasannya untuk melestarikan warisan budaya masa lalu, beliau mampu mengolah format tari yang kemudian ia kembangkan dan wariskan ke generasi baru melalui organisasi budaya yang ia pimpin tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun