SAAT AKU MEMBERESKAN tumpukan-tumpukan buku di gudang belakang rumah, tiba-tiba aku teringat dengan kawan lamaku. Ini karena aku tak sengaja menemukan buku yang ia berikan sebelum aku keluar dari pekerjaan pertamaku. Sudah cukup lama aku mencari buku ini. Bahkan, aku sempat berpikir bahwa buku ini mungkin saja menjadi satu dari sekian banyak buku yang pernah kupinjamkan dan tak pernah kembali.
Sudah sangat lusuh dan berdebu. Aku bisa mencium aroma debu dan mungkin sedikit bau lembab bercampur kertas tua. Ini bukan buku cetakan pertama, namun rasanya akan cukup sulit sekali untuk menemukan edisi cetakan buku ini. Yang terbaru banyak dijual, tapi yang lama, Kau harus menunggu keberuntungan untuk mendapatkannya.
Kusapu debu-debu yang menempel dengan tangan kananku. Bukan hanya debu, aroma ingatan menempel erat dalam buku itu. Tidak seperti sampul buku baru, tak ada cetak timbul maupun gambar menawan. Bagiku, ini lebih menawan, meski hanya ilustrasi sulur bunga yang tak lagi tampak dan tulisan judul buku yang makin kabur karena usia.
Di halaman judul, nama pemilik pertama tertulis beserta tanggal buku itu dibeli. Lalu, di sebelah nama pemilik pertama, kawanku menuliskan namanya, tanggal dan tempat ia membeli, serta sekalimat yang---dalam hematku---menunjukkan kenapa ia harus membeli buku itu.
Milik Hamzanama. (Terminal Senen, 28/2/2012).
"Kekasihku! Inikah bunga sejati yang tiadakan layu?" -- A.H.
***
KAMI BEKERJA di salah satu perpustakaan di Ibu Kota. Letaknya tak jauh dari stasiun kereta listrik dan dalam satu kompleks taman kesenian Ibu Kota. Aku mendapatkan pekerjaan ini di tahun terakhirku menjalani perkuliahan.
Kata dosen pembimbingku, perpustakaan itu membutuhkan satu tenaga lepas. "Pekerjaan itu cocok untukmu," katanya ketika kami sedang membicarakan tugas akhirku, "Tapi, jangan mengharapkan honor. Jika kau di sana, kau bisa dengan tenang menyelesaikan tugas akhir sembari bekerja."
Aku menuruti sarannya. Ia memberiku nomor telepon pengurus perpustakaan itu kepadaku. Malamnya, dosenku mengirim pesan agar lusa datang pukul sembilan pagi di perpustakaan.
Lima menit sebelum pukul sembilan, aku sudah sampai di perpustakaan itu. Aku pernah mengunjungi tempat itu ketika masih berstatus mahasiswa baru. Jadi, aku tak terlalu asing dan juga tak harus tersesat menuju ke sana.