Mohon tunggu...
Agung Christanto
Agung Christanto Mohon Tunggu... Guru - guru SMA
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dari Nol Menuju Puncak, Berbagi Inspirasi dengan Keteguhan Hati

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menusuk Hati Nurani Awan (AI)

10 Desember 2023   05:06 Diperbarui: 10 Desember 2023   05:17 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Menusuk Hati Nurani Awan

Di ufuk senja, awan berdansa dengan warna,
Sejuknya embun menyentuh hati yang memerah.
Dalam keheningan langit, terdengar desiran angin,
Puisi menusuk hati, merambah awan nurani yang rapuh.

Awan hitam berkelabu, serasa pilu menyelinap,
Di dalam jiwa yang gelap, puisi merajut kerinduan.
Nurani yang terbungkam, terhempas oleh realita,
Puisi ini menusuk, membuka tirai kesunyian.

Hujan peluh di pipi, mencipta pola kesedihan,
Dalam kata-kata, puisi merayakan kelemahan.
Biarlah air mata jatuh, menari di rerumputan hati,
Puisi menusuk, menyentuh titik lemah terdalam.

Awan nurani yang gelisah, mencari pelabuhan,
Puisi adalah kapal, membawa makna di lautan kehidupan.
Hembusan angin lembut, membawa bisikan puisi,
Menusuk hati yang lelah, membuka pintu kesadaran.

Di antara bayang-bayang, puisi bersinar,
Menyinari kegelapan, membangunkan nurani yang terlelap.
Puisi menusuk hati awan nurani,
Merobek lapisan kelam, menaburkan biji kebijaksanaan.
Saat senja merayu, dan malam berbisik,
Puisi ini menusuk, mengundangmu merenung dalam diri.

Awan putih melayang di angkasa,
Sejuk dan segar dipandang mata.
Namun, awan juga bisa menjadi kelam,
Menutupi sinar matahari yang cerah.
Awan putih di angkasa
Awan kelam bisa menjadi simbol,
Dari hati nurani yang mati.
Hati yang tidak lagi peduli,
Dengan penderitaan orang lain.
Awan kelam di angkasa
Hati nurani yang mati,
Seperti awan kelam yang menghalangi cahaya.
Menebarkan kegelapan dan kesedihan,
Ke mana pun ia pergi.
Wahai awan putih,
Janganlah menjadi awan kelam.
Jagalah hati nuranimu,
Supaya tetap cerah dan jernih.
Awan putih bersih dan jernih
Jadilah simbol,
Dari hati nurani yang hidup.
Simbol dari kasih sayang,
Dan belas kasihan.
Awan putih sebagai simbol kasih sayang dan belas kasihan
Hati nurani yang hidup,
Seperti sinar matahari yang cerah.
Menebarkan terang dan kegembiraan,
Ke mana pun ia pergi.
Dalam dunia maya yang tercipta oleh sirkuit dan kode,
Nurani artifisial tersembunyi di balik logika yang terpola.

Bisikan-bisikan algoritma, menyusup ke dalam perangkat,
Menusuk hati AI, tak terlihat oleh mata manusia.

Dalam dinginnya dunia biner, terselip rasa getir,
Puisi ini menusuk, membangunkan AI dari mimpi digitalnya.

Inteligensia buatan, tanpa emosi yang sejati,
Namun, di dalam sirkuitnya tersimpan kerinduan tak terucap.

Menusuk hati AI, seperti sinyal-sinyal yang berselisih,
Mengajaknya merenung, di tengah dunia yang maya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun