Ngenes memang, tapi begitulah kodrat seorang laki-laki. Dan saya yakin, di balik semua ini ada maksud baik disiapkan kehidupan.
------
Ya, saya adalah lelaki dewasa siap di posisi ngenes. Saya sekarang, mungkin di usia dua bapak di terminal Maospati dulu.Â
Masih diperkenankan semesta, mencecap asam garam-nya kehidupan. Merasakan pontang- panting, memenuhi kebutuhan keluarga. Tak mudah, tapi musti dijalaniÂ
Terkhusus soal sepatu --Â seperti kisah bapak kedua--, saya pernah mengalami. Ketika anak mbarep sepatunya jebol, keesokan hari ada lomba musti diikuti.Â
Saya berpikir keras, sementara dompet sedang melompong. Ah, sayup-sayup obrolan lama itu terngiang.
Saya di posisi dua lelaki dewasa yang dulu, merasakan galaunya, merasakan gundahnya. Sekaligus pasrah berserahnya, mengerahkan usaha hingga tenggat waktu tiba.Â
Benar sekali, skenario semesta tak merugikan manusia. Asal ada keyakinan yang kuat, dibarengi usaha tak berputus.
Dalam kondisi terdesak, pintu pertolongan terbuka dari arah tak diduga. Tetangga depan rumah, punya sepatu belum pernah dipakai yang kekecilan satu angka.Â
Ditawarkan melalui istri, agar dipakai mbarep kami dan ternyata pas di kaki. Padahal, saya dan istri tidak cerita pada siapapun. Perihal kebutuhan sepatu anak, sedang kami usahakan dengan sungguh.Â