Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Sumber Kebahagiaan Pernikahan Itu Sangat Unik

2 Januari 2025   17:21 Diperbarui: 5 Januari 2025   12:06 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
acara pernikahan adat Jawa - Sumber: dokpri

Kompasianer, suasana tahun baru masih belum hilang. Mungkin rasa capeknya, euforianya, kemeriahannya, belum sepenuhnya luntur di benak.

So, bagaimana cara kalian, melewati malam pergantian tahun?

Saya pribadi, semakin berumur rasa antusias itu perlahan menurun. Kalau dulu di rentang umur 30 -- 40-an, saya, istri dan anak --di bawah 10 tahun--- suka keliling kota. Berhenti di beberapa titik keramaian, melihat kembang api dan atau larut dalam suasana.

Kini sudah berbeda, cenderung tidak ingin pergi kemana-mana. Mengingat situasi di pusat keramaian, pastilah crowded dan tak ada ruang lega. Untuk usia setengah abad---seperti saya-, tak lagi antusias ikut berdesak- desakan.

Kalaupun tidak tinggal di rumah, paling kami pergi ke rumah ibu mertua. Kumpul bareng kakak Ipar, yang menunggui rumah setelah dua orangtua tiada.

Kemudian anak mbarep yang sudah dewasa, memilih berkegiatan dengan teman sepantaran. Patungan membeli bahan, untuk bakar-bakaran mengolah sate ayam.

Tetapi hanya dengan begitu saja, di hati ini mengalir tenang dan bahagia. Padahal kami cuma ngobrol, sembari ngariung di karpet. Tidak dengan sengaja masak-masak, cukup makan yang ada di rumah. Kalaupun membeli, palingan pecel lele warung tenda di depan rumah.

Yes, sebegitu saja. Tak mau neko-neko, tapi tenang dan membuat bahagia. Sungguh, sumber kebahagiaan pernikahan itu sangat unik.

-----

Saya sama sekali tidak menyangkal, bahwa punya rumah, mobil atau barang mewah bisa membahagiakan. Saya tidak pernah menolak ide, makan di resto hotel bintang lima memantik kebahagiaan. 

Kalau memang jalan takdir, mengantarkan pada situasi demikian. Tidak ada larangan, menikmati kesenangan dunia. 

Meski sebaiknya tetap ada batasan, dan jangan sampai berlebih-lebihan. Karena fakta kepemilikan bendawi, bukan seratus persen jaminan bahagia.

Sewaktu tinggal di rumah kontrakan, kami berseberangan agak serong dengan rumah megah. Pemiliknya suami istri yang sangat baik, dengan pekerjaan yang keren. Dari selera desain rumah dan gaya hidup, saya bisa menakar seberapa berada-nya mereka..

Suami istri dengan perawakan good looking, rumahnya di posisi hook. Kerap kali terdengar, acara rame-rame di kebun belakang rumah. Kami yang berdekatan, kerap kebagian hantaran makanan.

maket rumah minimalis- dokumentasi pribadi
maket rumah minimalis- dokumentasi pribadi

Rumah tangga yang -- di mata saya---sempurna, diisi pasangan suami istri yang ideal. Anak-anaknya cantik dan ganteng, apapun yang dipakai sangatlah menawan.

Hingga suatu hari saya dibuat kaget, mendengar pasangan ini hendak berpisah. Rumah dan segala perabot dijual, bahkan sampai diobral-obral. Lagi-lagi kami -- para tetangga- kebagian aneka perabot masih bagus, dilepas dengan harga sangat miring.

Penyebabnya terkuak, bahwa si suami hendak menikah lagi. Konon istri mudanya, adalah bawahan di kantor sang istri. Sejak berita itu tersiar, gemebyar rumah mewah perlahan redup. Aura suka cita dan kebiasaan pesta, tak terdengar suaranya.

Satu persatu barang dijual, bahkan hingga rumah dan seisinya dilepaskan. Istri pertama bertekad, menghapus segala hal tentang lelaki yang pernah dicintai.

Saya dan istri sangat menyayangkan, seharusnya mereka tidak berpisah. Toh, segala harta benda -- yang diidamkan banyak orang---sudah ada di tangan. Pekerjaan mentereng dan status sosial, telah ada digenggaman.

Tetapi bukti berkata lain, semua kepemilikan itu tak menjamin kebahagiaan. Ada hal lain yang lebih esensi, adalah kesetiaan, adalah sikap saling memiliki dan menghargai.

Sumber Kebahagiaan Pernikahan Itu Sangat Unik

suasana hendak ijab kabul - dokumentasi pribadi
suasana hendak ijab kabul - dokumentasi pribadi

Saya pernah menyimak sebuah podcast, mendatangkan narasumber Fairuz A Rafiq dan Sonny Septian. Kedua nama itu adalah bintang televisi, yang mungkin sudah tidak asing di ranah publik.

Fairus putri penyanyi dangdut senior -- alm A Rafiq--, di pernikahan pertama-nya bersuamikan bintang sinetron. Sonny Septian kini aktif menjadi presenter, menerima Fairuz setelah sekian tahun perceraian dengan suami pertama.

Suatu saat Sonny terserang sakit payah, Fairuz sangat telaten mengurusi. Bahkan sempat terucap di podcast, kalau suami tak ada umur maka tak ada keinginan menikah lagi. Sebegitu sayangnya, istri pada suaminya.

"Meski kami tidak kaya raya, tetapi apa yang saya cari ada di Sonny," demikian lebih kurang disampaikan.

Saya sangat yakin, kalimat itu keluar tidak tiba-tiba. Tetapi setelah proses kehidpan, belajar dari dua kali pernikahan. Perlakuan suami pertama tak membuatnya nyaman, telah didapatkan di suami kedua. Dan kebahagiaan itu Fairus raih, akibat dari kesetiaan dan perhatian suami.

-----

Dari dua kisah luar biasa di atas, saya mendapatkan banyak hikmah dan pelajaran. Bahwa sumber kebahagiaan pernikahan itu sangat unik, karena muasalnya adalah ketulusan.

Saya dan istri bukan pasangan baru, sebentar lagi sudah dua dasawarsa. Kami cukup memahami, yang disampaikan narsum di podcast. Benar adanya, yang membuat pasangan erat gandeng tangan, tidak diukur dari materi. Yang membuat pasangan patuh, bukan seberapa banyak materi diberi.

Adalah keteguhan memegang komitmen, di hati tidak mendua itu saja sangat cukup. Selebihnya tentang ujian ekonomi, tentang ujian kehidupan, bisa dihadapi bersama dicarikan jalan keluarnya.

Yes, karena sumber kebahagiaan pernikahan itu sangat unik. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun