Iswadi Suheri, anak seorang petani di Kuningan Jawa Barat. Semasa sekolah tergolong pintar, mendapat nilai bagus di raportnya.
Selepas SMA tidak ingin melanjutkan kuliah, karena ketiadaan biaya. Tetapi beruntung, takdir membawa Kang Didi kuliah dengan beasiswa. Dan dengan beasiswa juga---dari Badan Pusat Statistik -, S2, S3 diselesaikan di UGM dan Australia.
Karir di BPS cukup mulus, seiring dengan tawaran dari pihak luar. Kang Didi yang sebagai Kanit, rela melepaskan jabatan untuk mengejar passionnya. Setelah meninggalkan BPS, bekerja untuk FAO -- lembaga pangan dunia---di Roma Itali.
Di Roma Kang Didi sempat naik Haji ke Mekkah, bertemu jamaah asal Indonesia yang menginap di Hotel dekat Masjidil Haram. Konon jamaah ini memakai kuota Haji Furoda, dan tidak sendiri yaitu bersama keluarga.
Mengingat mahalnya Haji Furoda, Kang Didi penasaran dengan pekerjaan jamaah tersebut. Konon beliau seorang wiraswasta, yang kemudian berbagi ilmu bisnis. Bahwa dengan usaha sendiri, punya kesempatan berpenghasilan tak terbatas.
Setelah selesai masa kontrak di Itali, Kang Didi kembali ke Indonesia dan ingin berwiraswasta. Saya ingat awal kepulangannya, sempat berjualan nasi ayam bakar. Ketika itu kegiatan Ketapels berbagi, pernah disupport usaha jualan Kang Didi.
Lepas dari kerja kantoran, kang Didi mengekplorasi kebisaannya. Mulai dari menulis, yang sempat menerbitkan novel "Cintaku Setengah Agama". Kemudian menangani salah satu program Kemenag, tahun lalu saya pernah diundang untuk AKMI.
Kini memproduksi sepatu, yang diberi label Benshet -- Ben Sehat--. Produk sepatu dijual secara online, dengan memanfaatkan platform media sosial. Kang Didi tidak malu, berjualan di Tiktok. Untuk menyamarkan wajahnya, memakai topeng kaca mata dan kumis.
Benshet masih harus banyak berjuang, agar diterima konsumen. Maka dibuatlah diferensiasi, yaitu memanfaatkan kertas pembungkus dikreasikan sedemikian rupa. Yaitu dibuat tahapan meraih sukses, berdasarkan pengalaman ownernya.