Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Nanti Setelah Menikah Kita Tidak Hidup dengan Fisik dan Hartanya Saja

8 Oktober 2024   23:52 Diperbarui: 9 Oktober 2024   21:05 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari zaman saya kecil sampai sekarang, kehidupan para pesohor -- sekarang disebut selebrity-- selalu menarik perhatian. Masa-masa remaja saya, koran dan majalah gemar mengabarkan artis era 80-an.

Kala itu nama artis seperti Paramitha Rusady, Onky Alexander, Meriam Bellina, Dony Damara, dan nama-nama lainnya sedang berjaya. Dan persis seperti berita di masa kini, kabar rumah tangga artis mengundang keingintahuan publik.

Saya anak pelosok kampung sangat polos, tinggal jauh dari kota besar. Membaca kabar pernikahan orang-orang terkenal, sangat kagum plus takjub. 

Membayangkan bahagianya, dua artis yang parasnya rupawan menikah. Suaminya ganteng dan istrinya cantik, pasti setiap hari senang. Anak yang dilahirkan pasti menawan, mengingat orangtuanya cakep-cakep. 

Ditambah lagi, keduanya banyak uang dan terkenal. Sebuah kehidupan rumah tangga yang ideal, menurut saya kala itu. Tapi rasa kagum itu, seketika berubah menjadi heran. 

Selang beberapa tahun, tersiar kabar pernikahan dua artis berakhir. Bahkan ada pasangan artis, usia pernikahannya tak sampai dua tahun.

Di era digital teknologi saat ini, banjir informasi sedang terjadi. Kabar keretakan rumah tangga artis, dengan cepat diendus netizen---bukan wartawan lho. Netizen bak detektif, dengan memperhatikan akun medsos artis.

Ketika suami istri yang artis, salah satu menghapus postingan pasangan. Selentingan muncul, dikait- kaitkan kejadian lain. Misalnya si suami diundang acara TV, datang tanpa pasangan. Makin santer kabar beredar, ujung-ujungnya biasanya berpisah.

Dan kini sikap saya jauh berubah, tidak seperti semasa remaja. Setelah menikah, saya telah mengalami naik turunnya kehidupan pernikahan. Bahwa pasangan ganteng dan cantik, sama sekali bukan kunci kebahagiaan. Bahwa banyaknya harta, juga bukan jaminan langgengnya pernikahan.

-----

"Nanti setelah menikah, kita tidak hidup hanya dengan wajahnya saja, sesudah kita menikah, kita tidak hidup cuma dengan hartanya saja. 

Setelah menikah kita hidup dengan perangainya, tabiatnya, kesehariannya, kita hidup dengan ambisi-ambisinya dengan adab adab dan akhlak --akhlaknya---continue. (Ustad Irfan Rizky).

Setelah ditempa banyak pengalaman kehidupan, saya sangat mengamini tausiyah Ustad Irfan Rizky. Bahwa banyak faktor, yang mempengaruhi keberlanjutan sebuah rumah tangga. Sepengalaman saya, kuncinya bukan pada hal-hal yang bersifat fisik atau bendawi.

Ustad Irfan Rizky. (Tangkapan layar dokumentasi pribadi)
Ustad Irfan Rizky. (Tangkapan layar dokumentasi pribadi)

Ganteng dan cantiknya wajah, idealnya bentuk tubuh, bersih atau glowingnya kulit, tebal dan hitamnya alis, dan seterusnya. Kemudian update soal gadget atau kendaraan roda empat, kepemilikan rumah mewah, tabungan yang uangnya tak berseri. Dalam jangka pendek mungkin menyenangkan, tapi tidak berlaku untuk jangka panjang.

Kompasianer, boleh sepakat atau tidak soal ini. Pada umumnya perempuan atau istri, bersedia menemani suami saat kesusahan atau merangkak nol. Istri akan tetap bertahan, asal suami tidak berlaku kasar, giat bekerja dan terus berusaha.

Satu yang tak kalah penting, istri akan hilang respek kalau suami mendua hati. Saat laki-laki sedang berjaya, jangan coba-coba membuka kesempatan untuk perempuan lain. 

Sakitnya hati istri, sangat susah diobati dan disembuhkan. Dan roda hidup terus berputar, setiap keadaan sejatinya adalah pergiliran semata.

Nanti Setelah Menikah Kita Tidak Hidup dengan Fisik dan Hartanya Saja

"Modal cinta di sebulan pertama itu iya, tapi di tahun-tahun berikutnya modalnya kesabaran, saling memahami, saling membimbing ke arah lebih baik, saling pengertian, saling menghormati. 

Bukan hanya sekadar saling cinta, tapi ada unsur lain, saling percaya dalam pernikahan, saling berkomitmen membawa rumah tangga ini menuju ridhonya Alloh," (Ustad Irfan Rizky)

Dulu sewaktu tinggal di kontrakan, rumah petak kami di perumahan daerah Tangerang Selatan. Lingkungannya bagus, kami bergaul berkumpul dengan warga komplek. Tak jauh dari tempat tinggal kami, ada rumah besar dan mewah.

Seingat saya di garasinya terparkir dua mobil keluaran terbaru, bersanding motor gede. Untuk sebuah keperluan saya pernah masuk ke rumah ini, melihat di bagian belakang ada taman dan gasebo. 

Saking uniknya rumah ini, pernah diliput televisi dan majalah ternama. Ulasan rumah di majalah, saya lihat dibingkai pigura dan dipajang di dinding rumah mewah ini.

illustrasi-(Dokumentasi pribadi)
illustrasi-(Dokumentasi pribadi)

Pemiliknya adalah pasangan suami istri, dengan pekerjaan yang sangat mapan. Keduanya baik dan ramah pada tetangga, sering berbagi makanan di hari-hari tertentu. 

Misalnya ulang tahun anaknya yang SMA, kami dikirimi kue. Atau saat bulan Ramadan, tetangga dibagi takjil untuk berbuka.

Suatu hari saya dibuat kaget, membaca tulisan "Rumah Dijual" yang ditempel di pagar. Bahkan semua isinya diobral, aneka perabot, gorden, mainan anak, nyaris semua didalam rumah dihabiskan. 

Tetangga yang membeli bebas menawar, istri dan ibu mertua memborong gorden dengan harga sangat miring.

Ada yang mendapatkan sepatu, baju-baju, hiasan ruang tamu, secara cuma-cuma. Setiap tetangga datang ke obral, yang tampak ibu tuan rumah saja 

Selentingan kabar tersiar, bahwa suami istri idaman ini telah resmi bercerai. Menurut cerita terdengar, suaminya mendua hati. 

Istri yang mandiri tak terima, memilih berpisah dan menjual harta bersama selama pernikahan.

Saya yang kala itu masih awal menikah, mendapat banyak sekali pelajaran. Bahwa kepemilikan harta benda, sama sekali tidak menjamin awetnya pernikahan. 

Karena yang membuat nyaman, adalah sikap yang ditunjukan pasangan. Ibu bapak saya, yang hidupnya tidak berkelebihan. Perkawinannya terbukti awet, hanya maut memisahkan.

Persis seperti isi tausiyah Ustad, yang saya cuplikan di atas. Nanti setelah menikah, kita tidak hidup dengan fisiknya saja, tidak dengan hartanya saja. Setelah menikah kita hidup, dengan peranginya, tabiatnya, kesehariannya.

Dan suami musti memegang kunci, yang membuat istri enggan berpaling. Yaitu jangan berlaku kasar, jangan mendua hati memberi tempat untuk wanita lain. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun