Stop, Cerita Kesedihan pada Orangtua!
Kompasianer's, setiap manusia hidup dengan jalan takdir sendiri-sendiri. Pasti ada tantangan, pasti ada gejolaknya, demikian hukum kehidupan berlaku. Tetapi bukankah pelaut handal, akan lahir dari ombak yang gemuruh. Yakinlah, bahwa tantangan itulah yang akan menjadikan manusia kuat bak pelaut handal.
Ujian setiap orang berbeda, mari hadapi jalan takdir masing-masing. Tak perlu membanding-bandingkan, tak usah adu nasib dengan orang lain. Karena ujian buat diri, hanya diri sendiri yang sanggup menghadapi.
Pun orangtua kita, juga hidup dengan ujiannya. Semasa mudanya, telah mendidik dan membesarkan kita. Telah banyak pengorbanan dilakukan, untuk anak-anaknya. Bahkan setelah sepuh, mereka dengan ujian badan yang mulai melemah.Â
Jadi, jangalah ujian anak dibebankan ke orangtua.
-----
Kembali ke kisah ibu sepuh, tetangga sebelah rumah di kampung halaman. Setelah ditelusuri, usut punya usut akhirnya diketahui sumber masalah.
Bermula dari suatu siang, satu anak (ibu sepuh) yang merantau di luar pulau bertukar kabar via phone. Bahwa dirinya kesulitan keuangan, untuk membayar sekolah anak (berarti cucu ibu sepuh). Kemudian masih ada kebutuhan lain, membuat si anak makin kerepotan.
Sehari setelahnya, si ibu tampak murung. Sampai anak yang merawat, tak sengaja mendapati ibunya menangis. Setelah ditanya sebabnya, nama anak di perantauan (kakak dari anak yang merawat) disebutkan.
Keesokan harinya (dua hari setelah telepon), anak yang di rumah kalang kabut. Kondisi ibu sepuh drop, setelah diperiksa dokter tensinya naik. Badan ibu sepuh lemas, untuk berpindah tempat dibantu kursi roda.
Melihat video yang sampai di gadget, saya sangat-sangat prihatin. Ibu sepuh, yang seharusnya tidak perlu memikir hal-hal berat. Kini terkena imbas, dari cerita sedih yang dialami anak dikasihi.