Kompasianer's, ada yang mengalami hal serupa dengan saya?
Yaitu kalau membuka aplikasi, sering muncul iklan pinjaman online (pinjol). Mau tak mau, saya musti menunggu sekitar satu menit. Mau diskip tidak bisa, seolah dipaksa menyimak pesan di iklan tersebut.
Endingnya, biasanya diminta untuk klik tombol download. Jujurly, saya tidak pernah mau menuruti. Sampai akhirnya keluar tanda silang (x) untuk ditutup, saya bisa menuju aplikasi dibuka sebelumnya.
Etapi, kebayang sih, orang-orang awam kemudian tergiur iklan pinjol. Mereka yang sedang butuh uang, terbujuk dan mengikuti ajakan meminjam uang melalui pinjol. Diming-imingi proses yang mudah, uang lekas cair, dengan limit yang besar.
Bagi saya, utang tetaplah utang dan ada kewajiban membayar. Mau prosesnya cepat, tanpa agunan, limitnya besar, bunganya hanya sekian persen. Toh kewajiban mengembalikan, tak bisa diabaikan.
Sebaiknya, hindari utang. Kecuali kepepet, itupun pastikan ada sumber dana untuk mengembalikan. Syukur-syukur bisa segera lunas, setelahnya jangan utang lagi.
Pinjol sangat menjebak, bahkan orang yang tidak tahu menahu. Misalnya tiba-tiba mendapat transfer, tanpa tahu dari siapa pengirimnya. Maka jangan langsung menarik dana, sebaiknya pergi ke bank menanyakan kejelasan transfer tersebut.
Kalau terindikasi pinjol, minta kepada bank untuk memblokir. Hal ini dilakukan, demi keamanan diri sendiri.
-----
Soal bahaya pinjol, saya beruntung bisa bergabung di acara Sosialisasi Otoritas Jasa Keuangan dan Komisi XI DPR RI. Mengetengahkan tema "Bahaya Pinjaman Online", menghadirkan narasumber Agung Budi Prasetio, S.T, M. Eng, Ph.D, dari Institut Tekhnologi Tangerang Selatan.
Menurut narsum, bahwa era digital ibarat dua sisi mata uang. Selain punya dampak baik, yaitu memudahkan mencari informasi. Di sisi lain, tak dipungkiri memiliki sisi buruk. Salah satunya maraknya pinjol, apalagi pinjol illegal.
Korban pinjol illegal, telah lintas strata ekonomi, lintas pendidikan, bisa mengenai semua kelas sosial. Menurut data OJK, profesi guru adalah paling banyak terjerat pinjol illegal. Menyusul korban PHK, Ibu rumah tangga, karyawan, pedagang, pelajar, tukang pangkas rambut, pengemudi ojek online, dan lain-lain.
Mereka yang terjerat pinjol illegal, disebabkan tidak paham lembaga keuangan ; tidak punya akses ke lembaga keuangan ; tidak sadar bahaya pinjol ; serta black list BI checking. Bagi saya pribadi, pinjol legal tetap ada punya resiko dipengembalian dana, beserta biaya admin dan bunganya. Apalagi pinjol illegal, yang prosedur-nya tidak transparan.
Yang kerap kita dengar dan lihat, adalah teror mental oleh debt collector. Teror tidak mengenai pengutang saja, sangat mungkin orang terdekat terkena. Bahkan teman di phone book peminjam, juga diteror penagih.
Narsum memberi saran, agar data pribadi kita tidak tersebar (tanpa kita merasa menyebar). Yaitu jangan medsosholic, apa-apa dishare di medsos. Mulai plesiran, belanja ini dan itu, pencapaian dan hal-hal yang terkait keluarga. Kebiasaan ini, sangat mengundang hacker melacak data diri dengan mudah.
Kemudian hati-hati mengunakan wifi publik, yang biasanya ada di tempat atau fasilitas umum. Baik itu di taman, di halte atau stasiun, di Mall, Hotel, Perpustakaan dan sebagainya. Gunakan wifi publik seperlunya, jangan untuk membuka m-banking atau transaksi dengan memasukan kata sandi.
Hindari Bahaya Pinjol dengan Waspada Menggunakan Wifi Publik
Please, Kompasianer's, jangan mudah tergiur pinjol, apalagi ipinjol llegal. Sebenarnya sangat mudah, menandai perusahaan pinjol illegal yang tidak diawasi OJK.
Ciri- ciri pinjol ilegal ; tidak transparan dan menaikan biaya atau denda sangat besar ; Menagih dengan cara kasar, tidak manusiawi, dan melanggar hukum ; Syaratnya mudah nyaris tanpa prosedur  ; Biasanya tidak menanggapi aduan pengguna ; Minta akses data pribadi dalam handphone, karena prosesnya online.
Terkait penggunaan wifi publik, sebaiknya digunakan seperlunya saja. Misalnya membuka portal, membaca info terkait layanan di lokasi tersebut. Sangat disarankan, tidak membuka aplikasi yang membutuhkan paswood. Misalnya m-banking, yang membutuhkan kata sandi.
Kita sangat buta, pengelola atau admin di balik wifi publik. Kalau sampai ada kode kode tertentu yang rahasia, kemudian datanya bisa dilacak orang lain. Tentu sangat bahaya, dan kita sendiri yang rugi.
Tau-tau mendapat transferan dana, yang tidak jelas pengirimnya. Kemudian tanpa sengaja, kita menarik dan atau menggunakan dana tersebut.
"Seratus ribu saja dana itu ditarik, itu artinya kita sudah menyetujui pinjol itu," jelas Agung Prasetya.
-----
Kompasianer's, belakangan berseliweran kabar tak sedap. Korban pinjol yang kena mental karena teror, sehingga bertengkar hebat bahkan berpisah dengan pasangan. Ada yang ditinggal keluarga besar, karena tak mau ikut menanggung beban. Dan yang paling miris, korban pinjol nekad mengakhiri hidup (bunuh diri).
So, kalau terlanjur terjerat pinjol (apalagi yang illegal). Please, segera lunasi ; laporkan satgas waspada investasi dan Kepolisian ; Jika tidak sanggup membayar ajukan keringanan (penpanjangan waktu, penurunan bunga, dsb) ; Jangan mencari pinjol baru untuk membayar yang lama ; Jika dintimidasi segera blokir, beritahu orang terdekat untuk memblokir nomor tsb, kalau perlu lapor polisi.
Semoga kita semua, terhindar dari pinjol, baik legal aapalagi pinjol ollegal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H