Duh, sedihnya masih berasa sampai sekarang.
Kalau Kesedihan Saja Bisa Dilewati Apalagi Kesenangan
Kemudian suasana pandemi mereda, perlahan tapi pasti kegiatan kembali normal. Tempat ibadah dibuka lagi, kami warga bisa beribadah ke masjid. Tak ayal, saya mulai sering ketemu si bapak. Kami ngobrol hal-hal ringan, penanda saling kenal (meski tak tahu nama).
Tetapi ada yang memantik rasa penasaran, si bapak pergi ke masjid lebih kerap terlihat sendiri. Tetapi saya masih menahan diri, untuk tidak mencari tahu lebih jauh. Hingga moment itu tiba, dan saya seperti keceplosan bertanya.
"Pak, B***l (anak si bapak) nggak pernah ikut ke masjid," tanya saya tiba-tiba.
Si Bapak tidak langsung menjawab, tetapi garis wajahnya mendadak berubah. Kejadian yang membuat saya, seketika merasa bersalah. Saya yang tidak tahu musti berbuat apa, semakin bingung melihat si bapak berusaha mengumpulkan energinya.
"Iya Pak, B***l sudah pergi sejak bulan desember di masa pandemi"
"Innalillahi wainna ilaihi rojiun, turut berduka cita, Pak. Mohon maaf saya ketinggalan informasi ini," sungguh saya merasa bersalah, mengungkit kesedihan si bapak.
---
Tahun 2023 PPKM ditiadakan, kegiatan keseharian berangsur normal. Seperti sebelum pandemi, saya sering ketemu si bapak di Masjid kampung.  Ngobrol seperti biasa, layaknya obrolan bapack-bapack --hehehe.
Wajah si bapak tidak lagi memendam sedih, pertanda sudah berdamai dengan masa lalu.Saya melihat sikapnya jauh lebih berbeda (dalam arti postif), saat menanggapi guyonan bapak lainnya di masjid.