Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menjadi Traveller di Era Digital yang Bertanggung Jawab dan Peduli Keberlanjutan Plus

17 April 2023   12:00 Diperbarui: 17 April 2023   12:02 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasianer's, selamat menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan. Semoga puasa kita membawa keberkahan, berhasil memroses diri menjadi pribadi lebih baik--aamiin.

Kita semua telah melihat dan merasakan bersama, bagaimana keadaan saat pandemi berlangsung. Nyaris di semua sektor kehidupan terpuruk, roda perkonomian mendadak lesu. Banyak usaha yang gulung tikar, disusul pemutusan hubungan kerja bagi karyawannya.

Tak terkecuali sektor pariwisata, yang terdampak luar biasa hebat. Kehidupan di daerah wisata, ibarat pepatah hidup segan mati tak hendak. Bener-bener memilukan, dan menjadi keprihatinan kita bersama.

Banyak beredar video di medsos, menggambarkan kondisi di beberapa tempat wisata kenamaan. Tempat yang biasanya riuh wisatawan, berubah senyap tak bergairah. Tempat-tempat landmark di daerah tertentu, seolah tak menarik minat pengunjung.

Kondisi lesu di daerah wisata, sangat berpengaruh pada sektor terkait dengan pariwisata. Misalnya toko souvenir, rumah makan, penyedia jasa tour guide, penyewaan alat transportasi, penyedia penginapan (termasuk hotel), pelaku usaha mikro kecil menengah yang membuat oleh-oleh khas, dan lain sebagainya.

Mereka merasakan dampak secara langsung, berpengaruh pada seretnya perputaran roda perkonomian. Dan kita selaku traveler atau pengunjung, juga tidak leluasa berbuat. Mengingat terkendala larangan bepergian, pun kondisi keuangan pribadi sedang prihatin.

Masa- masa pandemi, menjadi masa kelabu untuk kita semua. Baik sebagai warga suatu negara, pun sebagai bagian dari warga dunia. Karena kondisi serupa, terjadi di (nyaris) semua tempat di seluruh dunia. Termasuk dua kota suci umat muslim (Mekkah, Madinah), yang mengalami keadaan serupa.

Saya punya teman tinggal di luar negeri, tidak bisa pulang ke Indonesia selama masa tertentu. Karena pemberlakuan PPKM di negara bersangkutan, bahwa lockdown di daerah tempatnya bermukim.

-----

Melihat kondisi belakangan, kita bisa mulai bernafas lega. Ketika keadaan perlahan mulai membaik, ketika harapan-harapan itu bermekaran. Rasanya tidak ada alasan, untuk tidak bersyukur dengan geliat menggairahkan itu.

Ketika angka (terkena virus) efek pandemi dinyatakan mereda, disusul pencabutan pemberlakuan PPKM di banyak tempat. Kemudian kunjungan ke tempat wisata mulai diperbolehkan, sehingga berdampak baik pada sektor lain dan seterusnya.

Cukuplah menjadi sebab senyum merekah, bagi semua pihak terkait dengan sektor pariwisata. Dan belajar dari situasi pandemi yang memilukan, seharusnya menjadi pemantik untuk bersikap lebih baik.

Sebagai traveller kita menjadi lebih bertanggung jawab, dan aware pada isu keberlanjutan. Kita bisa melakukan dari skala kecil, dalam lingkup individu. Misalnya membuang sampah pada tempatnya, tidak corat-coret di lokasi wisata. Kemudian mengajak pada orang terdekat, bersikap seperti yang telah kita lakukan.

dokpri
dokpri

Di satu sisi, pandemi mengajari kita melek digital. Kita 'dipaksa' akrab dengan kegiatan online, mengerjakan banyak hal dari rumah. Saya sering mengikuti event blogger melalui zoom, teman-teman yang ngantor terbiasa dengan Work From Home (WFH).

Dan sebagai traveller di era digital, kita bisa menerapkan untuk sikap peduli plus. Sikap plus bisa kita lakukan, sebagai bentuk kepedulian, serta ikut serta dalam upaya sustainable/ keberlanjutan di sektor pariwisata.

Menjadi Traveler di Era Digital yang Bertanggung Jawab dan Peduli Keberlanjutan Plus

Soal kepedulian pada lingkungan, sangat bisa kita mulai dari lingkungan terdekat. Kalau sikap baik menjadi kebiasaan keseharian, niscaya mengerjakannya bukan sebagai beban. Tetapi sudah reflek, sekaligus menjadi teladan orang lain (terutama generasi di bawah kita).

Bayangkan indahnya, ketika (sikap baik) yang dilakukan dilihat oleh anak-anak kita. Kemudian anak-anak mencontoh hal positif tersebut, sehingga sikap baik terlanggengkan. Pada point sikap baik yang dicontoh anak-anak saja, kita sudah menyentuh soal isu sustainable (keberlanjutan).

Soal kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, soal tidak corat-coret di tempat sembarangan, soal disiplin dan komitmen pada pekerjaan, soal perilaku positif lainnya. Mungkin terkesan sederhana, dan siapaun bisa melakukan. Karena sustainable dalam skala individu, bisa dimulai dari hal-hal sederhana di keseharian.

Kalau hal baik menjadi basic sikap seseorang, bukan tidak mungkin akan dibawa pada hal-hal yang lebih besar. Seperti profesional dalam bekerja, memagang amanah pekerjaan dengan sebaik-baiknya, tekun mengerjakan satu hal sampai tercapai tujuan, dan seterusnya dan seterusnya.

----

dokpri
dokpri

Kita diuntungkan dengan era digital ini, yaitu tersedia ruang berbagi informasi melalui medsos. Inilah yang saya maksud, dengan peduli keberlanjutan plus. Bahwa setiap kita bisa menjadi pewarta, setiap kita bisa menjadi corong informasi. Dan traveller yang melek digital, bisa mengambil kesempatan peduli isu keberlanjutan plus.

Sebagai travelller, kita sangat bisa memanfaatkan kebisaan dimiliki. Baik keahlian di bidang menulis, fotografi atau editing video, untuk dijadikan konten medsos. Keumungkinan akan menginfluence follower di akun medsos, dan mereka (follower) mengikuti jejak kita.

Kalau kita perhatikan, saat ini banyak foto atau video tempat nongkrong atau tempat wisata berseliweran di media sosial. Misalnya cafe dengan konsep hidden gems, lokasi wisata baru yang belum terjamah, atau lokasi wisata baru disekitar tempat tinggal.

Dan hal ini sebagai fenomena baik, memantik orang lain (yang melihat foto/ video) datang ke lokasi tersebut. Saya adalah orang yang terpengaruh, datang ke cafe di kampung di Jurangmangu Tangsel gara-gara melihat porstingan teman. Semakin viral konten kita share di medsos, semakin mengundang banyak audience berkunjung. Dan dampaknya  adalah geliat ekonomi, bagi pelaku usaha di lokasi tersebut.

Kontribusi sekecil apapun di era digital ini, sangat bisa membawa dampak yang tak dinyana. Kontribusi berupa ulasan di google map, berupa postingan tulisan di facebook atau cuitan di twitter, atau postingan video di Instagram dan atau tik-tok. Sekaligus menunjukkan, bahwa kita Bangga Berwisata di Indonesia.

Sungguh, hanya dengan memanfaatkan akun medsos yang kita buat secara gratis. Seorang traveller, bisa menjadi traveller bertanggung jawab dan peduli keberlanjutan plus. Semoga bermanfaat.

dokpri
dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun