Keberpihakan ibu kepada saya sangat jelas, ketika ada saudara (bulek/ paklik/ sepupu/ saudara jauh) mengusik kesendirian anak ragilnya. Seketika beliau maju memasang badan, menangkis nyinyiran itu dengan kalimat tak kalah menohok.
"Doain ya, biar segera dapat jodoh. Nanti kamu kebagian nyewa tenda yo,"
Balasan ibu langsung membuat mingkem, si tukang nyinyir ini menyingkir teratur. Tetapi kalau hanya berdua, suasana dirasa aman dari penganggu.
Maka ibu kembali cerewet, meminta saya lebih keras berusaha dan menekan ego. Bahwa sesuatu yang berasal dari hati, tentu akan sampai dan dirasakan di hati. Maka maksud ibu untuk anaknya, adalah definisi ketulusan yang sesungguhnya.
Saya sangat meyakini, bahwa pertemuan dengan calon istri tujuh belas tahun lalu. Tak lepas dari peran dan doa ibu yang tak henti, serta suntikan semangat diberikan.
Kalau Tidak Ingin Rusak Pertemanan, Stop Bertanya "Kapan Nikah"Â
Anehnya, meski pertanyaannya sama (yang diucapkan ibu), tapi mendadak terdengar berbeda dan membuat panas telinga.
Ketika disampaikan saudara jauh, di tengah keluarga besar yang sedang berkumpul. Kejadian yang sulit saya lupakan, sampai sekarang masih membekas di benak. Kemungkinan muka saya merah padam, antara marah dan malu tetapi tidak bisa membalasnya.
Saudara jauh mengungkit kesendirian saya, di saat dan waktu yang tidak tepat. Sejak detik itu, rasa hormat ini (kepada saudara) lenyap tak bersisa dan hubungan menjadi renggang.
Setiap kali ada acara keluarga, saya memastikan apakah saudara yang satu ini ada. Kalau terpaksa datang, saya sangat menghindari bertemu atau berkomunikasi. Itu dengan saudara sendiri, bagaimana kalau yang usil adalah sekedar teman.
-------