Kekerasan hati dan sikap kasar, laksana menanam benih kelak menumbuhkan pohon kedukaan bagi diri. Keangkuhan kesemena-menaan, seperti boomerang yang mengenai diri sendiri.
Perempuan berwajah memendam lara, tetap bersetia meski nelangsa.
Kini suami enam puluh tahun, raganya melemah dihinggapi sakit ini dan sakit itu. Otot kekar dan tenaga super itu, perlahan sirna seiring berjalannya waktu.
Tetapi garis muka dan perangi kasar, pandangan dan sorot mata tak bersahabat, masihlah membekas dan lekat di parasnya.
Istri yang disakiti dengan telaten mengurus, tak ubahnya mengurus kanak-kanak. Istri yang diabaikan dari sikap ramah, bertahan mendampingi dan mengabdi di saat raga suami mulai melemah.
Anak-anak beranjak dewasa dan sudah berumah tangga, menjadi saksi kebesaran hati sang ibu. Cucu-cucu dipersembahkan, begitu menyayangi sang nenek.
---
Para suami yang budiman, jangan tunda nanti dan nanti hingga penyesalan datang. Rengkuh pasangan jiwamu sedari sekarang, dengan menampilkan perlakuan dan sikap terbaik.
Kelak ketika raga mulai kepayahan, niscaya sikap terbaik istri pula menjadi hadiahnya. Suatu saat ketika tiba mata ini menutup selamanya, biarkan namamu bersemayam di sanubari istri, anak-anak, cucu dan keturunanmu.
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H