Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Cara Saya Mengatasi Kecemasan Saat Merawat Orang Sakit

10 Juli 2021   17:45 Diperbarui: 10 Juli 2021   19:27 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan di beranda media sosial, status pilu bertebaran bergantian saban waktu. Tidak peduli tua tak peduli muda, tak pandang status sosial dan ekonomi. Sakit atau virus tidak memilih memilah, hinggap di golongan atau strata mana.

Kabar sedih beredar, mula mula dari teman jauh (sekedar tahu atau sekedar berteman di medsos). Kemudian status serupa dari teman kenal di medsos, tetapi belum pernah  ketemu darat.

Berikutnya saudara teman yang kita juga kenal, teman yang sama-sama mengenal baik, teman satu WA group, begitu seterusnya.

Semakin hari kesedihan datang di lingkaran dekat, dari orang- orang yang tak jauh dari jangkauan tangan. Entah di lingkungan RT, tetangga sebelah rumah, di keluarga besar, keluarga sendiri.

Duh, sedih.  Nyaris setiap hari satu persatu orang dikenal tinggal nama. Tidak hanya di kota tempat merantau, kabar duka datang dari kampung halaman.

Ibu saya yang sudah sepuh, semakin hati hati menjaga diri. Sekaligus mewanti-wanti anak, cucu, dan cicit, selalu menjaga kesehatan, rajin mengonsumsi vitamin dan seterusnya.

Di masa sekarang, kesehatan benar-benar harta tak ternilai. Di saat seperti ini, Saya memaknai sehat secara lebih mendalam.

Kalau sebelumnya terkesan cuek atau sedikit abai. Maka sekarang pandangan saya jauh berbeda, apalagi yang sudah mengalami sakit atau mengurus orang sakit.

Tetapi sejatinya rasa sakit, mengantarkan hikmah tak terperi.

----

Kepada kenalan, teman, tetangga, saudara, yang sedang sakit atau mengurusi orang sakit. Sungguh saya menaruh simpati mendalam.

Saya persembahkan doa tulus, semoga yang sakit segera diangkat penyakitnya, yang menjaga juga dilimpahi kesabaran berlebih.

Yang sakit dan yang mengurusi, dua-duanya sedang diuji dan musti saling menguatkan. Saya meyakini bahwa tidak ada yang sia-sia, untuk setiap peristiwa terhampar di semesta.

Saya merasakan bagaimana capek fisik dan pikiran, mengurus orang sakit. Pengalaman itu, saya tuliskan di " Tidak Hanya yang Sakit , Saat Mendampingi Juga Harus Sehat"

Kerepotan, keribetan, kelelahan, dan segala jungkir balik mengurus orang sakit itu berlangsung sekira sepekan.

Tahapan demi tahapan dari sehat ke sakit terasa smoth. Di masa sakit sedang berlangsung, emosi seperti diaduk termasuk timbul rasa cemas.

Kemudian setelah melewati fase berat, setelahnya berangsur membaik. Ada rasa lega, syukur dan suka cita menyelimuti benak.

Sudut pandang ini berbalik 180 derajat, tentang memaknai nikmat sehat, memahami suka cita dan padangan orang lain,  serta mudah berempati kepada sesama.

Betapa sejatinya rasa sakit, mengantarkan hikmah tak terperi.

Cara  Saya Mengatasi Kecemasan  Saat Merawat Orang Sakit

Seumur- umur baru  sekali saya merasakan, bangun tidur di pagi hari badan langsung terasa capek. Pikiran tidak tenang, semua urusan dan tanggung jawab (seolah) saya pikul sendirian.

Lelah fisik dan pikiran menjadi satu, rasa cemas timbul tenggelam membuat kawatir dengan diri sendiri. Kawatir tumbang, tidak bisa mengurusi yang sedang sakit.

Tetapi semesta selalu memiliki cara, dalam moment ritual ibadah kekuatan dan rasa optimis itu bertumbuh.  Kecemasan bisa dihalau secara berangsur, saya seperti mendapatkan energi baru.

Berikut cara saya mengatasi kecemasan saat mengurus orang sakit

Dini Hari  ;

Bagi teman-teman muslim, bisa memanfaatkan waktu sepertiga malam terakhir untuk bermunajat. Ketika suasana hati sedang gundah, mengantarkan suasana khusyu untuk melangitkan harap.

Saya merasakan kesyahduan itu, setiap kata yang terangkai dalam doa terasa dalam. Kalimat terucap bibir begitu penuh harap, membuat mbrebes mili bahkan pecah tangis.

Saya disadarkan tentang ketakberdayaan diri, betapa manusia sangat lemah tiada daya.

Setelah ritual khusyu, biasanya akan diperjumpakan dengan rasa tenang. Dada seperti meluas, kekawatiran dan kegelisahan seketika sirna.

Kompasianers yang muslim, monggo dipraktekkan. Bagi yang beragama lain, silakan menjalankan menurut ritual masing-masing.

sumber gambar ; merdeka.com
sumber gambar ; merdeka.com
Lepas Subuh ;

Sembari memasak nasi, menyiapkan keperluan sarapan. Saya memutar dzikir pagi, di salah satu channel Youtube. Kebetulan ada channel rutin mengadakan live streaming.

Yang mengikuti siaran bisa berkomentar saling mendoakan, rasanya bahagia campur haru ketika mengaminkan doa orang lain pun sebaliknya.

Saya pikir, kecemasan ada di hati, maka hati yang harus disentuh dan dikuatkan.

Pagi dan Jelang Siang ;

Kerepotan mengurus orang sakit, biasanya dimulai dari jam sarapan. Sembari mengerjakan aneka pekerjaan, (lagi-lagi) saya perdengarkan murotal, kadang tausiyah, kadang ngaji atau konten sejenis.

Kalau kelelahan saya segera beristirahat, sembari rebahan memutar video lucu. Saya merasakan, bahwa tersenyum atau tertawa ternyata bisa menaikkan imun.

Kalau bosan dengan video lucu, saya mendengarkan musik, melihat konten yang ringan dan tidak menambah beban pikiran.

Terhitung dua pekan lebih, saya menghindari berita politik, berita seputar virus dan hal terkait, pun berita kehidupan artis tidak saya gubris.

Siang sampai Sore ;

Biasanya jam jam keluar rumah untuk berbagai urusan, ada di rentang jam 7 pagi sampai jelang ashar. Entah ke apotek, ke warung membeli lauk, ke minimarket dekat rumah, ke klinik dan seterusnya.

Kecapekan mendatangi beberapa apotek saya rasakan, pulang dengan tangan hampa membuat kecewa. Di sepanjang perjalanan dengan roda dua, saya menguatkan diri dengan dzikir dan doa.

Petang menuju malam ;

Seperti di pagi hari saya memutar live streaming dzikir sore, dan suasana ruangan terasa adem. Saya mengerjakan segala macam, mulai meyiapkan obat hingga makan malam.

Ketika semua beranjak tidur, rasanya plong bisa melewati hari. Lima waktu dalam sholat fardhu, tak letih menautkan harap.

Kini tiba bersiap istirahat, menyambut esok dengan segudang harapan yang baru.

sumber gambar | klinikasamlambung.com
sumber gambar | klinikasamlambung.com
----

Alhamdulillah, saat tulisan ini saya buat, yang sakit mulai membaik. Sudah bisa makan sendiri, mulai mengerjakan kebiasaan lama.  Minta diantar membeli lauk, porsi makan juga banyak, tanda badan sudah mulai enakan- Alhamdulillah ya Rabb.

Rasa bahagia dan syukur tak henti saya panjatkan. Rasa cemas, yang saya kawatirkan berdampak terhadap diri sendiri. Nyatanya bisa dilewati dan diatasi.

Karena cemas itu adanya di hati, maka hati yang harus dikuatkan. Dengan cara takluk, tunduk, berserah kepada Sang Pemilik Kehidupan.

Dan kekuatan berdamai tersebut, musti ditularkan kepada yang sakit. Agar kompak dalam rasa optimis, sehingga bisa melalui episode dengan baik---Amin

Salam sehat selalu ya Kompasianers, yang sakit semoga segera diangkat penyakit.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun