-----
Minggu siang, saya dikejutkan suara kencang dari luar pagar rumah. Suara setengah teriak, di sela-sela tangisan anak kecil.
"Paaaak, ini anaknya yaa"Â
Saya dan istri mendengar dari dalam, tak segera beranjak. Bersitatap, mengira-ngira suara siapa yang terdengar berap-api dari luar.
Kebetulan di rumah sebelah, ada orang baru yang menyewa. Masih terhitung tetangga baru karena tinggal baru hitungan bulan. Kami belum saling mengenal dan belum ngobrol.
Kami tetangga kanan kiri juga ditawari rumah. Tetapi saya belum menyanggupi, mengingat harga dibuka untuk ukuran saya lumayan tinggi.
"Paaaak, buuu,"Â teriakan kedua terdengar.
Saya dan istri semakin terhenyak, seperti membuat kesepakatan dalam diam. Dengan sedikit gerakan kepala istri, saya paham tugas si ayah keluar menghadapi orang sedang teriak.
Sembari bergegas ke teras, saya mendapati anak wedok nangis di sudut ruang tamu. Feeling saya bekerja bahwa baru saja terjadi "perang" antar anak.
Dan semakin mengerucut kesimpulan, bahwa di depan rumah adalah tetangga sebelah rumah. Suara tangisan di luar, adalah tangisan anak tetangga.