Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Matur Suwun Yo Le, Senenge Ibuk Wis Mentok"

29 Desember 2020   08:10 Diperbarui: 29 Desember 2020   08:19 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

saat manasik umroh- dokpri
saat manasik umroh- dokpri
Tiga hari menjelang keberangkatan, kebahagiaan ibu semakin bertambah dan jelas mengemuka. Terpancar dari bahasa tubuh, maupun kalimat yang dilontarkan. Setiap malam tiba, jaket, mukena,  seragam umroh dipantas di depan kaca. Koper ditata sedemikian rupa, termasuk sudah menukarkan rupiah menjadi Riyal Saudi. Sebagian besar waktunya tak lepas dari buku saku berisi doa, sesekali pandangannya menerawang menatap langit-langit teras.

Saya sendiri tak  kalah  bahagia, perasaan yang belum saya rasakan sebelumnya. Ketika melihat wajah ibu selalu berseri, tampak begitu semangat sepanjang waktu. Sungguh saya mensyukuri hal ini, keputusan bersama istri dirasa sangat tepat.  Memberi dampak sangat baik, bahkan tidak kami bayangkan sebelumnya.

dokpri
dokpri
Hari dinanti tiba, kami sekeluarga mengantarkan ibu ke Bandara. Kepada kenalan sekali lagi saya menitipkan ibu, sekiranya bisa dibantu selama di tanah suci. Setelah briefing sebentar dengan pihak travel, Ibu bergabung bersama rombongan menuju check in area. Sementara saya dan pengantar yang lain tertahan di public area, dari kejauhan hanya memandangi ibu dari balik kaca.

Saya sangat beruntung, teman yang dititipi ibu sangat memegang amanah. Keesokan hari melalui chating, saya dikirim foto-foto ketika ibu baru tiba di Bandara King Abdul Azis. Kemudian saat perjalanan dengan bus, dari Jedah menuju Madinah dan masuk loby hotel. Dari pihak travel sangat mengerti, kamar ibu dijadikan satu dengan teman saya.

Hari kedua sampai hari ke sembilan, saban hari saya dikirimi gambar ibu dengan background lokasi ikonik yang berbeda. Ada yang di pelataran masjid Nabawi, pemakaman baqi, pasar pagi di sekitar masjid, masjid di daerah Thaif untuk mengambil miqot dan seterusnya. Pun ketika rombongan berpindah ke Mekah, ibu berfoto dengan latar kabah, ada yang di depan Masjidil Haram, di pabrik percetakan Al Quran, Perkebunan Kurma, Peternakan onta, lokasi perjanjian Hudaibiyah dan sudut sudut kota suci lainnya.  

Kalau saya perhatikan di setiap foto, ada satu yang tak berubah dari ibu adalah  wajah sumringahnya. Air muka yang sama sudah saya dapati, sejak beberapa hari menjelang hari keberangkatan. Meskipun mulai terlihat kelelahan, tetapi tak bisa menutupi aura kebahagiaan yang terpancar. Lagi-lagi seperti ada energi menelusup di benak, tiba-tiba saya merasakan kebahagiaan luar biasa.

dokpri
dokpri

Matur Suwun Yo Le, Senenge Ibuk Wis Mentok

Tepat di hari kesepuluh, saya mendapat kabar rombongan siap-siap bertolak ke Jakarta dari Jedah. Saya dikirimi beberapa gambar, ketika ibu berfoto dengan latar laut merah dan masjid apungnya yang terkenal. Diperkirakan keesokan hari rombongan sampai Bandara Soetta, menurut pihak Travel pesawat landing sekira jam 14.00 wib.

dokpri
dokpri
Pada hari kepulangan, saya sudah siap di Bandara satu jam lebih cepat dari jadwal kedatangan. Waktu terasa berjalan sangat lambat, padangan ini seolah tak mau lepas dari pintu kedatangan. Hingga kabar pesawat sudah mendarat disampaikan, saya dibuat semakin tidak sabar. Tak berselang lama, rombongan dengan jaket yang familiar mulai bermunculan. Pandangan ini menyisir satu persatu orang yang keluar, sampai akhirnya sosok ibu muncul dengan mata yang sembab. Saya segera menghampiri ibu, sembari mengambil alih koper yang ada di tangannya. Setelah serah terima jamaah ke keluarga penjemput, kami pamit dan pulang dengan mengendarai taksi.

Sepanjang perjalanan ibu lebih banyak diam, sesekali dua kelopak matanya terpejam seperti ada yang dibayangkan. Saya membiarkan hal demikian berlangsung, memberi keleluasaan ibu menata hati. Dan tiba-tiba dengan perlahan ibu meraih tangan ragilnya, meski sempat kaget tetapi saya tidak bereaksi. Tak berselang lama, erdengar suara parau dengan kalimat terbata berucap, "Matur suwun yo le, senenge ibuk wis mentok" 

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun