Kemudian lebaran dihimbau untuk tidak mudik, silaturahmi dengan orangtua dilakukan melalui sambungan telepon atau video call.
Entahlah, jaman apa ini namanya.
Perubahan terjadi terasa sedemikian drastis dan tiba-tiba, mengharuskan kita semua, menyesuaikan diri tanpa alasan ini dan itu.
Kita dipaksa (atau terpaksa) menyikapi semua kondisi, dan berusaha untuk tetap bertahan sembari mencari jalan keluar sampai keadaan pulih seperti sedia kala.
Menyambut Ramadan dengan Perspektif Baru
Kompasianer, saya yakin Ramadan tahun ini akan sungguh berbeda. Kita semua berada dalam kondisi prihatin, dan musti mengencangkan ikat pinggang.
Kita semua diajak melakukan introspeksi diri, kemudian mengais hikmah yang terkandung di sepanjang ujian lahir dan batin ini.
Suka tidak suka, siap tidak siap, kita musti menghadapi semua keadaan dengan lapang dada. Sembari meyakini, semua terjadi pasti terbaik menurut kehendak-NYA.
Kalaupun, terkesan menyiksa dan tidak mengenakkan. Tandanya  kita musti lebih banyak belajar, lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Sang Pencipta semesta.
Ya, kejadian sekarang (seharusnya) menyadarkan diri, bahwa apa yang kita tahu hanya setitik, diantara samudra pengetahuan luas terhampar di jagad raya.
Ramadan tahun ini, sangat mungkin kita berbuka dengan menu yang dipunyai saja. Keuntungan kita dapati, adalah tidak usah bingung memilih jenis masakan, dan atau tidak usah ribet mencari resep demi membuat takjil favorit.