Kali pertama saya mendengar istilah diet kenyang, yakni setelah mengikuti vlog di channel Youtube milik Dewi Hughes. Kala itu memang terdengar aneh, masak diet kok kenyang.
Kata diet di kepala saya (mungkin juga sebagian besar orang), identik dengan menahan diri dari makan dan minum keseringan. Diet tidak bisa dilepaskan, dari kepala pusing, badan lemas tidak bergairah, karena kurang asupan gula dan garam, sehingga berpengaruh pada muka pucat (hal ini bisa saja benar tapi tidak sepenuhnya benar).
Setelah menyimak satu persatu episode di vlog Hughes, saya jadi paham apa yang dimaksud diet kenyang. Orang yang sedang diet tetap bisa tetap mengonsumsi makanan, hanya jenis asupan dan minuman dikonsumsi musti dipilih dan dipilah dengan baik. Kemudian juga diatur bagaimana pola konsumsinya, sehingga perut tetap kenyang tapi juga tetap diet.
Bahwa di awal diet akan mengalami kliyengan, hal tersebut tidak bisa dipungkiri (karena saya pernah mengalami), tetapi percayalah keadaan ini semacam proses adaptasi tubuh kita.
Persis seperti kalau kita berpuasa (ramadan atau sunnah), pada pagi hari (sekira jam 9-10) perut akan berbunyi kriuk-kriuk-kriuk (bahasa Jawanya ngelih), tapi kalau dicuekin sebenarnya juga tidak masalah.
-------
dr Grace Judio-Kahl. MSc. MH. CHt dalam sebuah seminar menyampaikan, "Tubuh manusia ibarat motor, mesinnya terus nyala selama 24 jam. Meskipun manusia sedang tidur, jantung, paru- paru tetap bekerja. Bahan bakar atau bensin tubuh, didapat dari makanan yang masuk ke dalam tubuh".
Menyoal obesitas, tidak selalu dialami orang kaya yang notabene banyak duit (mungkin kalangan ini dianggap bisa membeli makanan apa saja kapanpun). Saya (mungkin Anda juga) kerap melihat di kehidupan sehari-hari, banyak orang di kelas menengah bawah dengan perut buncitnya.
Mulai tukang sapu jalanan, tukang becak, pemulung, pengamen, yang tinggal di kolong jembatan, bahkan (maaf --maaf ya, saya pernah lihat) pengemis juga ada loh yang gemuk.
"Inti diet adalah, apa yang dimakan harus lebih sedikit daripada yang keluar, sebaiknya pilih makanan yang besar, namun kalorinya kecil," ujar dr. Grace
Menurut survei Lighthouse Indonesia, 99% orang tahu tentang diet tetapi tidak bisa (tepatnya enggan) melakukannya. Hal ini disebabkan pola pikir yang salah dan kurang motivasi, sehingga membuat orang susah merubah habit.
Saya sepakat dengan survei ini. Banyak teman saya yang sudah gemuk, tapi mereka tetap saja makan banyak dan terkesan tidak pilih dan pilah jenis asupan --hehehe.
Makan sedikit tapi sering, atau makan banyak tapi sekali?
Saya suka penjelasan dr Garce pada bagian ini, yaitu menyarankan sekaligus memberi alasan, mengapa sebaiknya makan sedikit tapi sering dibanding makan banyak tapi sekali. Menurut dokter lulusan Jerman ini, dengan sedikit makan, kemudian berhenti, artinya memberi kesempatan tubuh menyerap saripati makanan yang masuk ke dalamnya.
Makan sedikit ada tekniknya, yaitu ketika perut sudah berbunyi kriuk-kriuk baru kita makan secukupnya sampai sinyal lapar di perut itu hilang dan setelah itu berhenti (ingat ya BERHENTI setelah kriuk hilang).
Biasanya, hal ini akan terulang pada dua jam berikutnya, bunyi kriuk itu datang silakan makan lagi dengan cara yang sama, yaitu makan sedikit sampai bunyi kriuk hilang dan seterusnya. "Anggap saja kita kaya, jadi punya banyak stok makanan," imbuh dr. Grace.
Benak saya otomatis bekerja, ketika menerapkan pola makan sedikit tapi sering, berati kita tidak bisa sembarang memilih jenis asupan (misalnya) soto ayam, gulai kambing, sate kelinci, ketupat sayur, bubur ayam dan lain sebagainya, makanan yang berkuah dan dicampur aneka toping.
Bayangkan, baru makan dua tiga sendok soto ayam bunyi kriuk hilang, kemudian soto ayam masih dua pertiga mangkok ditinggal untuk dua jam. Bagaimana nasib makanan ini, pas dimakan lagi? Dijamin sudah keburu basi.
Terkait diet kenyang yang diterapkan Hughes, ternyata strategi diterapkan persis seperti penjelasan dr. Garce, yaitu makan sedikit tapi sering. Orang yang sedang diet kenyang, sebaiknya rajin membawa bekal praktis. Kalau saya, biasanya membawa buah potong atau umbi-umbian direbus.
So, makan sedikit tapi sering, ternyata tidak seribet dibayangkan.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H