Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Makan Sedikit tapi Sering atau Makan Banyak tapi Jarang?

12 Agustus 2019   09:03 Diperbarui: 12 Agustus 2019   19:15 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kali pertama saya mendengar istilah diet kenyang, yakni setelah mengikuti vlog di channel Youtube milik Dewi Hughes. Kala itu memang terdengar aneh, masak diet kok kenyang.

Kata diet di kepala saya (mungkin juga sebagian besar orang), identik dengan menahan diri dari makan dan minum keseringan. Diet tidak bisa dilepaskan, dari kepala pusing, badan lemas tidak bergairah, karena kurang asupan gula dan garam, sehingga berpengaruh pada muka pucat (hal ini bisa saja benar tapi tidak sepenuhnya benar).

Setelah menyimak satu persatu episode di vlog Hughes, saya jadi paham apa yang dimaksud diet kenyang. Orang yang sedang diet tetap bisa tetap mengonsumsi makanan, hanya jenis asupan dan minuman dikonsumsi musti dipilih dan dipilah dengan baik. Kemudian juga diatur bagaimana pola konsumsinya, sehingga perut tetap kenyang tapi juga tetap diet.

Bahwa di awal diet akan mengalami kliyengan, hal tersebut tidak bisa dipungkiri (karena saya pernah mengalami), tetapi percayalah keadaan ini semacam proses adaptasi tubuh kita.

Persis seperti kalau kita berpuasa (ramadan atau sunnah), pada pagi hari (sekira jam 9-10) perut akan berbunyi kriuk-kriuk-kriuk (bahasa Jawanya ngelih), tapi kalau dicuekin sebenarnya juga tidak masalah.

-------

dr Grace Judio-Kahl. MSc. MH. CHt dalam sebuah seminar menyampaikan, "Tubuh manusia ibarat motor, mesinnya terus nyala selama 24 jam. Meskipun manusia sedang tidur, jantung, paru- paru tetap bekerja. Bahan bakar atau bensin tubuh, didapat dari makanan yang masuk ke dalam tubuh".

dr Grace Judio-dokpri
dr Grace Judio-dokpri
Nah, pengaturan pola makan dan gaya hidup kurang tepat, seperti pemilihan jenis asupan, serta takaran makanan berlebih, dalam jangka panjang akan mempengaruhi kondisi tubuh kita. Sampai akhirnya, kita mengenal yang dinamakan obesitas, bisa jadi akibat kita makan tanpa pilih dan pilah serta berlebihan.

Menyoal obesitas, tidak selalu dialami orang kaya yang notabene banyak duit (mungkin kalangan ini dianggap bisa membeli makanan apa saja kapanpun). Saya (mungkin Anda juga) kerap melihat di kehidupan sehari-hari, banyak orang di kelas menengah bawah dengan perut buncitnya.

Mulai tukang sapu jalanan, tukang becak, pemulung, pengamen, yang tinggal di kolong jembatan, bahkan (maaf --maaf ya, saya pernah lihat) pengemis juga ada loh yang gemuk.

dokpri
dokpri
Banyak duit bukan patokan kondisi berpotensi obesitas, siapapun sangat bisa kegemukan tanpa pandang bulu, kuncinya adalah di pengaturan pola makan dan pemilihan jenis asupan.

"Inti diet adalah, apa yang dimakan harus lebih sedikit daripada yang keluar, sebaiknya pilih makanan yang besar, namun kalorinya kecil," ujar dr. Grace

Menurut survei Lighthouse Indonesia, 99% orang tahu tentang diet tetapi tidak bisa (tepatnya enggan) melakukannya. Hal ini disebabkan pola pikir yang salah dan kurang motivasi, sehingga membuat orang susah merubah habit.

Saya sepakat dengan survei ini. Banyak teman saya yang sudah gemuk, tapi mereka tetap saja makan banyak dan terkesan tidak pilih dan pilah jenis asupan --hehehe.

Makan sedikit tapi sering, atau makan banyak tapi sekali?

Saya suka penjelasan dr Garce pada bagian ini, yaitu menyarankan sekaligus memberi alasan, mengapa sebaiknya makan sedikit tapi sering dibanding makan banyak tapi sekali. Menurut dokter lulusan Jerman ini, dengan sedikit makan, kemudian berhenti, artinya memberi kesempatan tubuh menyerap saripati makanan yang masuk ke dalamnya.

Illustrasi-dokpri
Illustrasi-dokpri
Sementara makan sekali tapi banyak (bisa jadi sampai perut terasa begah), tidak bisa dijadikan jaminan, bahwa kalau ada ada camilan atau makanan lain, kita tidak tergoda untuk ikut makan lagi (padahal lambung belum sepenuhnya kosong)

Makan sedikit ada tekniknya, yaitu ketika perut sudah berbunyi kriuk-kriuk baru kita makan secukupnya sampai sinyal lapar di perut itu hilang dan setelah itu berhenti (ingat ya BERHENTI setelah kriuk hilang).

Biasanya, hal ini akan terulang pada dua jam berikutnya, bunyi kriuk itu datang silakan makan lagi dengan cara yang sama, yaitu makan sedikit sampai bunyi kriuk hilang dan seterusnya. "Anggap saja kita kaya, jadi punya banyak stok makanan," imbuh dr. Grace.

Benak saya otomatis bekerja, ketika menerapkan pola makan sedikit tapi sering, berati kita tidak bisa sembarang memilih jenis asupan (misalnya) soto ayam, gulai kambing, sate kelinci, ketupat sayur, bubur ayam dan lain sebagainya, makanan yang berkuah dan dicampur aneka toping.

Bayangkan, baru makan dua tiga sendok soto ayam bunyi kriuk hilang, kemudian soto ayam masih dua pertiga mangkok ditinggal untuk dua jam. Bagaimana nasib makanan ini, pas dimakan lagi? Dijamin sudah keburu basi.

illustrasi-dokpri
illustrasi-dokpri
Maka jenis asupan yang relatif aman adalah buah dan atau sayuran, atau snack yang ukurannya sedang sehingga dengan sekali atau dua kali makan tidak bersisa. Buah sudah dipotong relatif aman, setelah makan tiga empat potong bisa disimpan di kulkas. Atau kalau mau makan gado-gado sayur, sebaiknya sambalnya dipisah, jadi pas kita lapar ambil sayurannya kemudian dicocol (seperti makan rujak buah).

Terkait diet kenyang yang diterapkan Hughes, ternyata strategi diterapkan persis seperti penjelasan dr. Garce, yaitu makan sedikit tapi sering. Orang yang sedang diet kenyang, sebaiknya rajin membawa bekal praktis. Kalau saya, biasanya membawa buah potong atau umbi-umbian direbus.

So, makan sedikit tapi sering, ternyata tidak seribet dibayangkan.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun