Perasaan ini jauh lebih lega dan ikhlas, karena sedikit uang yang saya sedekahkan setidaknya bisa dipastikan tepat sasaran. Dan lembaga pengelola dana sedekah tersebut, lazimnya rutin memberikan laporan penggunaan dana kepada donatur sebagai bentuk pertanggung jawaban.
Atau  kalau pengin sedekah secara langsung dan aman, saya lebih suka memberikan kepada orang yang dikenal, seperti memberi ke satpam di perumahan atau sekolah anak, tukang sampah yang rutin mampir setiap pagi di depan rumah, tetangga yang kita kenal dan memang kekurangan, kerabat yang kita sudah tahu keseharian.
Kegiatan bersedekah memang baik dan sangat dianjurkan agama, tetapi kalau kita salah sasaran, kemudian kita sadar, bisa-bisa niat yang semula tulus menjelma penyesalan. Sayang banget kan, niat mulia adalah panggilan hati nurani, kalau bersedekah yang seharusnya ikhlas tiba-tiba ternoda karena kondisi di luar perkiraan kita.
Kisah ibu Pemulung dan Mental PengemisÂ
Haidist Riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW Bersabda, "Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah"
Di sebuah perumahaan di daerah Tangerang Selatan, hampir setiap sore saya mendapati ibu pemulung dengan dua anak usia SD, duduk di depan rumah salah satu warga di pinggiran jalan utama. Ibu paruh baya bersebelahan tiga karung berisi barang bekas, yang dipunguti dari kotak sampah warga perumahan tersebut.
Tampaknya ibu beranak kecapekan, setelah berjalan keliling perumahan dengan memanggul beban karung berisi hasil memulung. Tiga karung tampak padat (masing-masing dibawa ibu dan dua anak) penuh muatan, teronggok di sebelah tempat dia duduk, sebelum beranjak pulang rupanya mereka ingin mengembalikan tenaga.
Si ibu duduk sambil melihat mondar-mandir kendaraan, sementara dua anak jelang usia belasan memanfaatkan waktu dengan bermain (apa saja) seadanya, di guratan wajah polos tidak tampak kesedihan. Di salah satu tangan anak, memegang seplastik es teh (saya pernah memergoki) untuk diminum berdua secara bergantian.
Kami sekeluarga cukup familiar dengan Ibu pemulung, setau kami rumahnya di kampung pinggiran dekat perumahan. Kalau kebetulan (baik saat jalan kaki atau naik motor) kami berpapasan, si ibu menyapa dengan menganggukan kepala sembari sedikit membungkukan badan dan kami membalasnya.
Kalau sedang ada rejeki, saya dan istri tidak enggan berbagi kepada ibu ini, kebetulan kami tahu dua anaknya masih bersekolah di Sekolah Dasar Negeri. Pun kalau kebetulan di rumah sedang ada hajatan, persediaan makanan sedang banyak, hati ini tidak berat membagikan makanan untuk mereka.