*back-to-topik -- Kebetulan, Istri saya memilih menjadi IRT, dan saya mendukung keputusan itu, meski dulunya sempat menyayangkan.Â
Pernah terbersit di benak, apa gunanya ijasah kuliah dengan nilai bagus diraih, kalau akhirnya tersimpan di lemari tidak digunakan (seperti omelan Bapak di atas).
Seiring berjalan waktu, keraguan itu perlahan-lahan berhasil saya tepiskan (tentu dengan proses yang tidak instan), sembari sama-sama berbenah dan saling mengoreksi diri sendiri.
Saya membuktikan sendiri, bahwa menjadi IRT (sebenarnya) bukan hal mudah (pun menjadi wanita pekerja).
IRT mempunyai keleluasaan untuk mengatur waktu sendiri, kapan saatnya mengatur rumah, kapan mengurus anak-anak atau kapan berjualan.
Tapi dibalik keenakan-keenakan yang tampak dan dibahas dalam perdebatan dii berbagai Group WA, sejatinya banyak tantangan dihadapi untuk menjadi IRT.
Demikian pula yang memilih menjadi perempuan pekerja, pasti ada keenakan dan ketidakenakannya (semoga di artikel selanjutanya saya bisa ulas).
Kehidupan memang menyediakan pilihan, manusia diberi kebebasan memilih sesuai keyakinan dan kemampuan masing-masing dan hasilnya akan dirasakan sendiri.
-----
Hidup tak selalu sejalan, dengan apa yang kita inginkan, tapi kita manusia diberi ruang belajar untuk mensyukuri apa yang didapatkan.Â