Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikah itu Tidak Memberatkan

19 November 2018   06:25 Diperbarui: 19 November 2018   06:52 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi - dokumentasi pribadi

Seorang kenalan (perempuan usia jelang 40-an) cukup dekat, garis wajahnya datar dan terkesan tidak terlalu antusias. Ketika saya mengutarakan maksud, hendak mengenalkan dengan seorang teman lain, yang tengah giat mencari pendamping hidup.

"ntar deh, gue pikir dulu ya" jawabnya singkat

Sebenarnya, saya (pastinya) sudah mempertimbangkan dengan masak, sebelum mengenalkan seseorang. Orang yang saya "tawarkan", duda dua anak (istri meninggal karena sakit). Sementara kenalan perempuan, pekerja kantoran (dari pengakuannya) belum pernah pacaran sama sekali. 

Dari sisi usia keduanya tidak terpaut jauh, pun dari segi pengalaman hidup, (saya pikir) setidaknya sama-sama sudah merasakan asam garam kehidupan.

"Gue nyari istri, bukan untuk punya anak lagi" pesan teman lelaki

Seminggu dua minggu berlalu, inisiatif memperkenalkan menguap begitu saja. Teman perempuan tidak ada keinginan menindaklanjuti, dan kawan duda mencari yang lebih serius. Sebagai perantara, (sebenarnya) saya tidak punya beban apapun. Namun, setidaknya saya punya kesimpulan jawaban, mengapa teman perempuan ini belum menikah, pada usia yang sangat cukup.

Sungguh, saya sedang tidak  menilai perihal salah dan atau benar pilihan sikap kawan perempuan.Tetapi membiarkan kesempatan lewat begitu saja, juga tidak sepenuhnya benar. Bukankah kita sendiri tidak akan pernah tahu, perjalanan hidup di masa mendatang, apalagi kalau kitanya enggan mengambil keputusan.

Sebenarnya pernikahan, (menurut pengalaman saya) bukan teori rumit dengan definisi kalimat muluk-muluk penuh retorika. Kehidupan pernikahan, tidak ubahnya seperti kehidupan keseharian yang wajar lengkap dengan pasang dan surutnya.

Sebuah pernikahan adalah untuk dijalani, kalaupun ada dinamika itu biasa, justru menjadi peluang untuk belajar lebih bijaksana sekaligus mendewasakan diri.

"Duh, punya suami dan anak, repot kali ya" ujarnya teman perempuan suatu saat.

Mendengar kalimat ini, sebenarnya saya ingin sekali mendebat. Tapi saya belum menemukan kalimat yang tepat, untuk memberikan sudut pandang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun