Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menengok Kesiapan Danau Toba Menjadi "New Bali"

15 November 2018   04:09 Diperbarui: 15 November 2018   05:21 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kira-kira sepuluh tahun silam, kali pertama saya menjejakkan kaki di Pulau Dewata. Kala itu saya datang sendiri untuk urusan pekerjaan, dari kantor dipesankan penjemputan dari hotel tempat saya menginap.  Sampai di terminal kedatangan Bandara Ngurah Rai, saya celingukan mencari petugas penjemput.

Namun perasaan ini ada yang agak janggal, -- ini sungguh kejadian, alias bukan hoax, hehehe--- saya seperti berada di luar negeri. Pasalnya tengok kanan dan kiri berpapasan bule, sesaat merasa terasing karena  dengan rambut hitam (yang lain pirang)dan kulit sawo matang (mereka putih kemerahan) saya  -- hehehe

Hingga akhirnya membaca kertas bertulis nama saya, sementara si pemegang kertas memandang pintu keluar. Tangan ini  melambai, dan si bapak melihat lalu tersenyum dan melangkah mendekati saya. 

Jumat, 9 November 2018, Langit cemerlang melingkupi alam Toba, warnanya biru bersih disapu serpihan putih bak kapas menabur di angkasa. Cahaya matahari terang, menyatu dengan pesona alam mayapada. Rasanya kalimat ini tidak bakalan sanggup, mewakili panorama sempurna tiada tara. 

Siang itu, saya tergabung dalam "media Visit Danau Toba"  Biro Komunikasi Publik Kementrian PUPR, sedang berada di lingkar luar Samosir, tepatnya di jalur Panguluran- Ambarita- Tano - Onan runggu. Jalur ini memiliki panjang 76,9 KM, akan dilebarkan (dari 4,5 meter) menjadi 14 meter.

Dengan menyulap jalan berstandart nasional, niscaya jalur ini sanggup menunjang kelancaran lalu lintas kendaraan besar (bus), menuju kawasan wisata di seputaran Danau Toba. 

Dan akhirnya, saya berpapasan dengan seorang bule pria (usia sekitar tigapuluh-an) sedang asyik jogging di jalan tempat saya berdiri. Kami nyeletuk menyapa, si bule membalas dengan lambain tangan sambil tersenyum.

Tiba-tiba harapan saya membuncah, nanti pada lima dan atau sepuluh tahun mendatang, semakin banyak bule jogging dan berseliweran di sekitar Toba.

 

Lingkar luar Samosir. Gambar oleh RG
Lingkar luar Samosir. Gambar oleh RG
Bisa jadi suatu saat (smoga saya bisa kembali), saya merasakan dejavu. Pada saat berada di lingkar samosir, tapi dilingkupi perasaan sama seperti saat petama kali di Bandara Bali -- Amin.

Doa besar saya, sekaligus mengharapkan kerjakeras pemerintah melalui KemenPUPR, lancar dan bisa menjadikan Danau Toba sebagai tujuan wisata andalan---Amin.

***

Upaya pemerintah menyulap Danau Toba menjadi "New Bali", diwujudkan dengan salah satunya pelebaran Alur Tano Ponggol di danau Toba kabupaten Samosir.

Tano Ponggol artinya tanah yang dipenggal, dulunya Samosir dan Sumatera menjadi satu kesatuan. Sehingga akses Belanda masuk ke wilayah ini, harus memutari Pulau Samosir. Pada tahun 1907 Belanda menggali alur Tano Panggol, untuk memudahkan jalur transportasi, terutama untuk kepentingan militer.

Sumber: Materi dari Biro Komunikasi Publik KemenPUPR
Sumber: Materi dari Biro Komunikasi Publik KemenPUPR
Saat ini danau Tano Ponggol existing selebar 25 meter, akan dilebarkan menjadi 80 meter, dengan panjang alur 1,5 KM. Pada kanan dan kiri danau, akan dibangun pedestrian pendukung wisata.

Menurut Krisno Yuwono, Kabag Humas Biro Komunikasi Publik KemenPUPR, Akses menuju Samosir saat ini hanya satu, yaitu Tano Ponggol yang sudah semakin menyempit. Agar memenuhi prasayarat Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), maka nantinya kapal besar bisa melewati.

Perahu kecil di Tano Ponggol. Gambar oleh: RG
Perahu kecil di Tano Ponggol. Gambar oleh: RG
Kapal berkapasitas tipe 200 DWT (dead weight tonnage), setelah proyek selesai bisa melintas di alur Tano Ponggol. Hal ini otomatis akan meningkatkan aksesibilitas transportasi barang dan jasa, kemudian berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat sekitar.

"kita lakukan adalah memberikan akses yang cukup luas kepada masyarakat atau wisatawan," ujar Krisno.

(Mendengar penjelasan ini, kok imajinasi saya terbang, membayangkan kapal besar yang melintasi sungai Bosporus di dekat istambul)

Pada kesempatan yang sama, hadir juga Marwansyah. ST, M.Eng, selaku Kepala Satuan Kerja Pembangunan Bendungan BWS Sumatera II. Dalam keterangannya, Marwan menyampaikan,  bahwa pengerjaan Tano Ponggol terdiri dari penggalian 670.000 meter kubik tanah, dikeluarkan dari alur di bawa ke lokasi disposal. Kemudian pemasangan sheet pile type OZ (type khusus) dengan kedalaman bervariasi 10 -- 24 meter, diatasnya dilakukan penataan tanggul dan pedestrian.

Krisno Yuwono (berkacamata) dan Marwansyah (baju batik) sedang menjelaskan seputar Tano Ponggol. Dokpri
Krisno Yuwono (berkacamata) dan Marwansyah (baju batik) sedang menjelaskan seputar Tano Ponggol. Dokpri
"Posisi sampai saat ini pekerjaan ini sudah  mencapai 45% dari progres sesuai rencana," jelas Marwan.

Sementara untuk kendala, diantaranya pembongkaran aset di sekitar Tano Ponggol yang dimiliki oleh Kementrian Perhubungan (saat ini proses pengalihan status).

Selain itu koordinasi dengan binamarga, untuk pembongkaran jembatan yang sudah ada dari tahun 1980. Nanti jembatan akan dikembangkan bina marga, dengan bentang 200 meter.

Hal tidak bisa dihindarkan adalah dampak sosial terhadap warga sekita, lazimnya terkait pembayaran pembebasan tanah, ada warga yang masih bertahan.

Jembatan lama Tano Ponggol-dokpri
Jembatan lama Tano Ponggol-dokpri
Kegiatan pelebaran Tano Ponggol-dokpri
Kegiatan pelebaran Tano Ponggol-dokpri
"Untuk kelancaran kegiatan ini kita sangat dibantu dan didukung sekali oleh pemerintah Kabupaten Samosir terutama masalah-masalah sosial di lapangan," imbuh Marwan.

Target penyelesaian seluruh pekerjaan (tersisa) 55%, akan rampung hingga bulan Desember 2019 (pekerjaan sudah dimulai desember 2017).

Dari Embung Pea Parsinagaan Kemudian Menari Sigalegale  

Dari Tano ponggol, masih ada waktu sebelum kami menunaikan sholat jumat. Dan Embung Pea Parsianagaan, menjadi tujuan perjalanan kami selanjutnya.

Melihat pembangungan Embung Pea Parsingaan, yang merupakan pengembangan untuk areal pertanian, digunakan pengairan sawah dan tanaman palawija seperti jagung, kacang dan sayuran.

Melalui pemeliharaan irigasi yang terjaga, sesuai kebutuhan pola tanam. Niscaya akan meningkatkan produksi dan ketahanan tanaman pangan, di kab Tapanuli Utara khususnya dan Sumatera Utara pada  umumnya.

EMbung Serbaguna Parsinagaan-dokpri
EMbung Serbaguna Parsinagaan-dokpri
Embung Serbaguna Pea Parsinagaan, memiliki luas genangan33.09 Ha, rencana tinggi pelimpah 2,50 meter, dengan volume tampungan 486,10 meter kubik. Nantinya dapat mengairi sekitar 200 hekater sawah, memenuhi kebutuhan baku 124.83 meter kubik di Desa Parsinagaan Kec, Ronggur Ni Huta.

Kami tidak terlalu lama di embung, agar tidak tertinggal ibadah sholat jumat di masjid tepian Pulau Samosir. Selepas beribadah, kami menuju Desa Wisata Tomok Parsaroan, Simanindo Samosir.

Saya hanyut dalam tarian sigalegale, sebuah tarian diilhami dari kisah raja yang sangat sayang pada anaknya. Jiwa keayahan saya menyeruak, terpesona mendengar kisah yang dituturkan oleh pemandu tarian. Tari Sigalegale, kala itu sebagai tarian penghiburan bagi raja yang ditinggal wafat anaknya (karena perang untuk memperluas kekuasaan raja). 

Saking sedihnya sang Raja nyaris kehilangan akal, hingga dipanggil dukun untuk mengadakan ritual memanggil arwah si anak. Melalui perantara patung ukir dari kayu, akhirnya arwah anak masuk ke patung kayu dan bergerak dengan halus dan lemah gemulai selama tujuh hari tujuh malam, Sang raja terhibur hingga pulih kembali.

"Sigalegale artinya lemah gemulai" ujar pemandu tarian

Tarian Sigalegale di desa Tomok. Gambar oleh Mia
Tarian Sigalegale di desa Tomok. Gambar oleh Mia
***

Perjalanan seharian rasanya komplit, dari Tano ponggol, lingkar luar samosir, Embung Parsinagaan dan jelang senja kami sampai di desa wisata Tomok.

Sepanjang penyebrangan di atas kapal Fery dari pelabuhan Parapat, saya mencoba mengeja dan memahami kembali kalimat "Hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha." Tugas kita manusia, sebatas berusaha semaksimal usaha, sementara hasil lazimnya akan mengikuti seberapa sungguh usaha manusia -- Wallahu'alam.

Dari jendela tampak langit Samosir semakin legam, suara ketipung dan tepukan tangan berpadu dengan suara pengamen cilik, hadir disela lelah.

"ayolah bang, dua ribu saja" rengek pengamen kecil. Saya menuruti permintaan, selesai lagu diperdengarkan, senyum itu terkulum dan langkahnya menjauh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun