Bangunkan dengan Rasa Sayang
Membangunkan anak butuh kesabaran, apalagi pada dini hari jelang sahur. Pernah pada satu ketika, -- pada hari di luar ramadhan, pagi selesai subuh -- saya membangunkan anak dengan rasa jengkel, mengingat sedang terburu-buru dan waktunya mepet.
Anak tetap bangun, tapi  dengan menahan isak karena takut ayahnya marah. Alhasil suasana hatinya rusak, saat itu sarapan tidak dihabiskan.
Ada rasa bersalah hinggap di benak, saya bertekad tidak mengulangi hal serupa untuk membangunkan anak. Apalagi saat mengajak sahur, notabene mengandung nilai ibadah, sudah semestinya -- orang tua -- menciptakan suasana gembira.
Agar anak bersemangat bangun dan makan sahur, lancar menjalankan puasa bisa tuntas selama tigapuluh hari.
Bujuk dengan hal kesukaan
Makanan favorit, bisa dijadikan strategi menyemangati anak bangun dan makan sahur. Tak jarang, istri sengaja menyetok lauk pauk kegemaran anak-anak.
"Adik, bangun yuk, itu sudah disiapin sosis bakar buat sahur." Coba ucapkan dengan suara lembut, agar anak nyaman saat bangun, kemudian disambut makanan kesukaan.
Acara televisi saat sahur, juga bisa dijadikan untuk mengurangi keengganan beranjak dari kasur. Anak-anak -- biasanya -- senang nonton film kartun, kalau memang ada televisi menyiarkan, tidak ada salahnya memutarkan acara tersebut buat anak-anak.Â
Anak banyak yang belum paham, mengapa harus menjalankan ibadah puasa. Â Tentu menyimpan tanya, mengapa tidak boleh makan dan minum, dalam rentang waktu relatif panjang --menurut ukuran anak. Mengapa harus menanggung haus dan lapar, padahal ada makanan dan minuman di meja makan.