Dari Anas bin Malik Radhiyallahu'anhu beliau berkata, Nabi Shallallaahi 'alaihi wa sallam bersabda, "Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam makanan sahur terdapat barakah" (Muttafaqun'alaih)
Saya masih ingat, tahun lalu -kali pertama- bungsu di rumah mulai puasa sehari penuh. Membangunkan untuk makan sahur adalah tantangan tersendiri. Gadis mungil terbiasa bangun beberapa saat setelah adzan subuh, itupun --kadang masih merem-- ayahnya musti menggendong dan merayu. Setelah diangkat dari kasur, dibawa ke kamar mandi --untuk wudhu-- baru matanya terbuka karena tersapu air.
Sementara bangun pada waktu sahur --biar tidak terlalu lama dengan imsya-- kami atur waktu satu jam sebelum subuh. Tugas membangunkan anak bagian saya, menjadi pekerjaan lumayan menantang. Moment membangunkan sahur ini saya yakin kelak dikenang anak kesayangan.
"Adiiiik, sahur yuk," Sekali ajakan belum berhasil, badan mungilnya bergeming. "Yuk Sahur, kan hari ini puasa," badan itu belum bergerak juga, si ayah membalikkan posisi tidur menjadi terlentang.
Meraih tubunya dan menggendong --meski bobotnya sudah mulai berat-- mengangkat ke luar kamar, dan mendudukan di kursi. Televisi dimyalakan, dipilih program anak-anak.
Prosesi membangunkan --seolah-- menjadi bagian terberat pada dini hari itu. Namun justru di sini letak perjuangan mengajarkan anak berpuasa.
Bahwa makan sahur mengandung keberkahan, saya merasakan kebenaran hadist ini --ada di awal artikel. Dengan bersantap sahur, kandungan nutrisi di dalam makanan, siap men-supply kebutuhan tubuh sampai adzan maghrib.
Kalau pernah kita dengar orang meninggal karena kelaparan --sejauh saya dengar dan lihat-- belum ada kasus orang meninggal karena lapar disebabkan puasa. Betapa dahsyat puasa, dengan mengucap niat berpuasa dan menggenapkan dengan sahur, maka dikuatkan menahan lapar dan haus seharian.
Hal ini tidak terjadi pada orang dewasa saja, pada anak-anak juga berlaku sama. Bukti nyata terjadi pada anak-anak saya, pada usia enam tahunan berhasil puasa sehari penuh, bahkan genap satu bulan -- pernah batal karena sakit dan sudah dibayar dengan puasa di hari lain.
Saya menikmati peran sebagai ayah, membangunkan anak saat sahur -- saya anggap -- bukan sebuah tugas membebani. Â Justru saya jadikan saat menyenangkan, demi menanamkan rasa gembira menjalani puasa. Berikut Cara Menciptakan Keseruan Puasa:
Bangunkan dengan Rasa Sayang
Membangunkan anak butuh kesabaran, apalagi pada dini hari jelang sahur. Pernah pada satu ketika, -- pada hari di luar ramadhan, pagi selesai subuh -- saya membangunkan anak dengan rasa jengkel, mengingat sedang terburu-buru dan waktunya mepet.
Anak tetap bangun, tapi  dengan menahan isak karena takut ayahnya marah. Alhasil suasana hatinya rusak, saat itu sarapan tidak dihabiskan.
Ada rasa bersalah hinggap di benak, saya bertekad tidak mengulangi hal serupa untuk membangunkan anak. Apalagi saat mengajak sahur, notabene mengandung nilai ibadah, sudah semestinya -- orang tua -- menciptakan suasana gembira.
Agar anak bersemangat bangun dan makan sahur, lancar menjalankan puasa bisa tuntas selama tigapuluh hari.
Bujuk dengan hal kesukaan
Makanan favorit, bisa dijadikan strategi menyemangati anak bangun dan makan sahur. Tak jarang, istri sengaja menyetok lauk pauk kegemaran anak-anak.
"Adik, bangun yuk, itu sudah disiapin sosis bakar buat sahur." Coba ucapkan dengan suara lembut, agar anak nyaman saat bangun, kemudian disambut makanan kesukaan.
Acara televisi saat sahur, juga bisa dijadikan untuk mengurangi keengganan beranjak dari kasur. Anak-anak -- biasanya -- senang nonton film kartun, kalau memang ada televisi menyiarkan, tidak ada salahnya memutarkan acara tersebut buat anak-anak.Â
Anak banyak yang belum paham, mengapa harus menjalankan ibadah puasa. Â Tentu menyimpan tanya, mengapa tidak boleh makan dan minum, dalam rentang waktu relatif panjang --menurut ukuran anak. Mengapa harus menanggung haus dan lapar, padahal ada makanan dan minuman di meja makan.
Waktu sahur, bisa menjadi saat orang tua menjelaskan kenikmatan diperoleh orang berpuasa -- tentu dengan bahasa yang mudah dipahami. Kisah tentang puasa, beserta keajaiban yang terjadi pada masa nabi atau jaman sesudahnya, Â dengan mudah bisa kita dapatkan melalui buku atau -- dengan cara cepat---googling dan diceritakan ulang
Sayang kan, kalau teladan dari orang orang hebat, tidak kita masukkan dalam alam bawah sadar anak-anak.
Sediakan Reward Setelah Berhasil
Perihal hadiah/ reward setelah puasa, mungkin masih ada pro dan kontra di kalangan orang tua. Tapi tidak bisa dipungkiri, anak-anak sangat suka akan hadiah. Maka -- untuk tujuan yang baik, menurut saya  -- tidak ada salahnya, membuat kesepakatan di awal bulan puasa.
Bahwa kalau genap sebulan penuh puasa, akan mendapatkan hadiah yang disepakati pula. Reward ini bisa diucapkan berulang, terlebih pda saat membangunkan anak waktu sahur. Anak kecil mana tidak giat, kalau diiming-iming dengan hadiah diujung perjuangannya menahan lapar dahaga. Sehingga bergegas bangun sahur, agar bisa menjalankan puasa dengan tuntas.
Nemun perihal janji kesepakatan memberi reward, jangan sekali-kali orang tua -- sengaja atau tidak -- mengingkari. Pengingkaran akan membawa dampak tidak baik dalam jangka panjang, anak akan terluka hatinya dan tidak percaya kepada orang tuanya lagi -- bahaya kan.
Saya yakin, anda pasti punya cara lain lebih manjur, untuk menciptakan suasana semarak pada waktu sahur. Kalau ada berkenan mengisahkan, pasti menarik kalau dituliskan di Kompasiana, siapa tahu menginspirasi Kompasianer yang lain. -- selamat berpuasa--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H