Towe Hitam, sebuah desa di distrik Towe Kabupaten Keerom, Papua. Â Jujur, kali pertama mendengar nama daerah ini, persis pada saat penempatan, sebagai ahli gizi team NS Kementrian Kesehatan.
Program Nawacita, sebagai bukti kehadiran pemerintah -- dalam hal ini, melalui KemenKes-, di tengah masyarakat, yang berada di DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan).
Melalui jalan inilah, dua kaki menjejak, di sebuah wilayah di perbatasan Indonesia dengan Negara Papua New Guinea.
Menempuh jalur udara, dari Bandara Sentani Jayapura menuju Towe Hitam. Membutuhkan waktu empat puluh lima menit, tak ubahnya, penerbangan dari Jakarta menuju Jogja atau Solo.
Awal Desember 2015.
Pagi di Towe Hitam, matahari masih sepenggalah. Pesawat kami tumpangi mendarat. Putaran baling-baling -- sumber suara berisik-, akhirnya mereda juga. Â
Beruntung, hanya sesekali saya naik pesawat capung. Kalau saban hari, bisa-bisa pendengaran bermasalah.
Ya. Perjalanan jauh telah ditempuh dari Bekasi, demi menuju puskemas di tengah hutan Desa Towe Hitam.
Pilot membuka pintu, mempersilakan kami turun satu persatu.  Kaget  langsung menyergap, setelah sadar, kaki ini menginjak tanah becek berlumpur bekas hujan.
Warga  berhamburan, mendekati. Beberapa langkah, dari tempat kami berdiri di dekat pintu pesawat. Orang tua dan anak-anak, tanpa baju dan alas kaki, dengan perut membesar.