"ayo"
Langkah ayah menuju tukang dawet, diikuti langkah kecil lelaki kecil. Hatinya semakin dag dig dug, ketika duduk di bangku kosong depan penjual es incaran.
-00o00-
Saya kini seorang ayah, dengan sejuta kenangan bersama ayah. Sungguh saya sadari, ayah dengan keadaan ekonominya. Membuat masa kecil, tak bisa leluasa mendapati apa yang diminta.
Menghidupi enam anak, adalah perjuangan yang tidak ringan bagi ayah yang seorang guru sekolah dasar. Semangat ayahanda tak pernah patah, mengirim anak-anak hingga sekolah tinggi.
Dengan segala keterbatasan,saya tumbuh menjadi anak yang tidak meledak-ledak. Tidak frontal mengekspresikan perasaan, tidak mudah menghujat atau mengumpat ketika sedang tidak setuju.
Pelajaran hidup dari ayah, menjadi teladan sekaligus koreksi, dalam menjalankan peran keayahan. Bagaimanapun ayah adalah manusia biasa, memiliki kelebihan sekaligus kekurangan.
Meneladani sikap ayah, atas tanggung jawab yang besar pada keluarga. Banyak megalah demi anak dan istri, merelakan diri meniadakan ego pribadi. Bahkan kalau sedang di meja makan, memastikan seluruh anggota keluarga makan, ayah makan paling akhir. Ayah dengan sifat pendiamnya, tidak mudah tersinggung atau marah kecuali benar-benar keterlaluan.
Ada sikap ayah menjadi koreksi, menjaga ruang dalam hal komunikasi dengan anak-anak. Sehingga kami segan, tidak bebas mengungkapkan apa yang dirasa.
Untuk hal ini saya tidak ingin menjaga jarak, sesering mungkin bercanda pun berdiskusi dengan anak-anak. Kedekatan dengan buah hati menjadi prasyarat, agar kami bisa saling mengerti satu sama lain.
-0o0-